Hidup tidak selalu indah dan penuh warna
Kadang ia menyesakkan, pun dipenuhi luka
Menjadi manusia dibumi
Kadang yah...
Begitulah
***
Alinka gemetar ketakutan, menyaksikan kondisi Sham yang kian kritis.
“Alinka_” ujar seorang pria paruh baya dengan stetoskop melingkar di lehernya saat menghampiri Alinka
“Ya” balas Alinka samar, lewat raut yang penuh ketakutan disusul kedatangan Jona dan Naina disampinya
“Bagaimana keadaannya dok?”
“Maaf harus mengatakan ini,”
“Ada apa dok?” desak Jona
“Kondisi Shem kian kritis karena kehabisan banyak darah”
“Ia membutuhkan transfusi saat ini”
“Ambil darah saya dok, golongan darah saya A” tegas Alinka,
“Maaf Alinka, golongan darah Shem O, sehingga kau tidak bisa menjadi pendonor”
Tidak bisa berbuat banyak untuk Shem. Seketika deruh nafas Alinka melambat, ia terkulai lemas bersama fikiran yang terus mengawang jauh mencari solusi. “Apa yang bisa saya lakukan dok?”
“Kita harus segera mencari pendonor”
“Sebab terlambat sedikit saja, nyawa Shem bisa menjadi taruhannya” tambah dr. Rehan menjelaskan situasi Shem saat ini
Pandangan mengabur, limbung dan ketakutan menyelimuti tubuh Alinka dengan nyata. Membuatnya tak kuasa, hingga melorotkan tubuhnya begitu saja pada lantai rumah sakit.
Secepat kilat, Jona berusaha membantu, namun Alinka begitu lemah, bahkan untuk sekedar berdiri.
“Sean_”
“Yah pria itu memiliki golongan darah yang sama dengan Shem”
“Tapi bagaimana mungkin ia meminta Sean_” tatapan Alinka masih kosong, terus bergelut bersama fikirannya sendiri.
“Alinka_”
“Sadarlah” pinta Jona, seraya menggerak-gerakkan tubuh adiknya yang masih terbujur kaku.
Simpul nyeri kembali berdentam kuat, saat Alinka melangkah dengan ragu memasuki ruang PICU.
Disana sosok Shem tampak begitu pulas, namun pucat pasi, bersama berbagi selang dan tabung terpasang pada tubuh mungilnya.
“Shem_” samar Naina dibelakang Alinka, larut degan sendu bersandar pada pundak suaminya
“Dia pasti sembuh”
“Dia kuat” balas Jona hangat.