Cinta, Tidak selalu tentang bersama
Tidak harus berakhir bahagia
***
Rumah bergaya mediterania yang didominasi warna krem, berdiri kokoh diatas tanah lapang bergandeng dengan banyaknya pepohonan rimbun.
Menghadirkan aroma sejuk yang kembali menghangatkan ingatan masa lalu.
"Rumah yang sengaja Sean bangun jauh dari hiruk-piruk kota,"
"Rumah kami" batin Alinka bersama air mata yang pelan-pelan mengalir, mengingat kisah mereka yang selalu saja berakhir tragis.
Menuju pintu utama, Alinka tidak lagi mendapati tanda-tanda kehadiran Sean. Seolah rumah baru saja ditinggalkan oleh penghuninya.
Merogohkan ponsel miliknya, berniat menghubungi siapapun, Alinka baru sadar, semua yang berhubungan dengan Sean telah ia format tidak hanya dalam katalog memorinya pun di dalam ponsel miliknya.
Tidak patah arang, Alinka segera memutar kemudi dan menuju bandara.
Berharap semesta sedikit berbaik hati dan memberi restunya. Memberi mereka kesempatan untuk bertemu, memperjelas setiap kesalah-pahaman yang terus saja menggerogoti hubungan diantara mereka.
Berharap kisah mereka sedikit ubahnya berakhir bahagia, persis seperti drama korea yang biasa ia saksikan dengan suka cita.
Sampai dibandara, Alinka memarkir mobilnya asal saja, seraya kembali terburu-buru menuju area keberangkatan.
Baru beberapa langkah meninggalkan area parkir, sesosok bertubuh besar mengenakan hoodi dan celana ketat serba hitam, mengawasi dengan curiga. Lalu dengan perhitungan matang dan arahan pasti, ia melepaskan tembakan dari sebuah pistol jenis Raging bull 454.
Sebuah tembakan menggema dengan tegas, membuat langkah Alinka segera terhenti, merasakan serangan adrenalin memenuhi sekujur tubuhnya. Hingga tetes-tetes darah ikut turut menambah debar takut.
Memutar bola mata dengan curiga, Alinka segera berbalik, masih berdiri dengan canggung, tangannya kian bergetar, menyaksikan sesosok pria berdiri tepat di hadapannya.
Menelan sebongkah ludah, ia menatap mata Arka yang kian berkaca, hingga pria dihadapnnya menarik urat-urat wajahnya menampilkan kesan meringis kesakitan.
Arka bisu, tanpa kata, lalu berangsur-angsur terkapar bersama darah kental yang merembes diantara jemarinya yang sedang memegangi perut.
Baru saat itulah Alinka sadar, Arka tertembak, ia tertembak karena menyelamatkannya membuatnya kian diselimuti debar takut.
"Arka_" mata Alinka membulat penuh, katub mulutnya terbuka canggung, bersama kata yang tidak bisa ia rangkai.
Merosotkan tubuh, mendekap Arka yang berlumuran darah, mata Alinka seketika berkaca, lewat sorot suram menakutkan "Arka_"
"Arka_"
Menekan sumber luka dengan cemas, Alinka menatap jauh kesegala arah menatap dengan kosong orang-orang yang ikut berkerumun segera setelah tembakan dilepaskan "Ambulance"
"Tolong hubungi Ambulance" lirih Alinka, seraya menatap kerumunan yang balik menatapnya iba
"Ar-ka bertahanlah,"