Jangan lupa tinggalin jejak yah. Biar authornya gak nyesek sendirian♥
***
“Bagimana paman bisa melakukan ini semua” pekik Alinka, tanpa peduli dengan aroma amis yang kini telah mengering pada sekujur tubuhnya pun noda darah yang masih jelas melukiskan setiap kejadian yang baru saja terjadi.
“Ow, kau tau semuanya sekarang”
“Tapi itu tidak akan cukup” balas Edi datar, seraya melenggak pelan meninggalkan kursi santai miliknya dan kini beranjak kehadapan Alinka dengan nada yang kian mengejek.
“Tapi bagaimana kau bisa disini?” telisik Edi, mengingat rencana yang sebelumnya ia lancarkan tidak harusnya berakhir canggung seperti ini.
“Arka_” potong Alinka, bersama suara yang kian bergetar, berusaha menyamarkan tangisnya yang setiap saat dapat tumpah
“Dia selalu mencintai paman lebih dari apapun”
“Dia selalu berharap paman berada disisinya, mencintainya tanpa syarat”
“Pria bodoh itu bahkan,”
“Tidak pernah cukup berani mendekati paman lebih dulu, berfikir paman begitu membencinya hingga enggan bersamanya” isak Alinka lirih, lalu sesaat memilih bisu. Kembali menenangkan diri sebelum benar-benar siap melabuhkan kata berikutnya
“Sampai akhirnya, pria bodoh itu memilih mengorbankan nyawanya sendiri untuk seseorang seperti paman”
“Menebus setiap dosa yang bahkan tidak pernah ia lakukan” terang Alinka bersama air mata yang terus tumpah tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan menatap lekat wajah pria tua dihadapannya.
“Apa yang coba kau katakan?” dengus Edi, enggan untuk mengerti. Berfikir ini hanyalah trik licik yang coba Alinka mainkan untuk mengecohnya
“Arka_”
“Dia sudah tidak ada”
“Dia telah pergi untuk selamanya” melabuhkan kata yang begitu menyesakkan bukanlah perkara mudah bagi Alinka, ada luka dan air mata yang abadi disana, yang tidak mungkin bisa hilang dari sudut hatinya.
“Tidak mungkin”
“Kau pasti menipuku” potong Edi, lewat nada yang mulai sedikit goyah. Jauh berbeda dari sebelumnya
“Paman tau betul kejadiannya,”
“Paman yang membunuh Arka” tegas Alinka, seraya tersungkur begitu saja pada keramik yang dingin, kembali mengingat bagaimana Arka meregang nyawa tepat dihadapannya.
“Tidak mungkin”
“Kau salah”
“Pasti ada yang salah”
“Arka hanya sedikit kesal padaku”
“Dan aku bisa kembali memperbaiki hubungan diantara kami”
“Aku harus menemui Arka”
“Aku harus segera menemuinya” ujar Edi samar, seraya berjalan gontai menuju pintu utama.