Suara kentongan akan tanda bahaya terdengar kencang di seluruh penjuru tempat tinggal gue, membuat warga kocar-kacir menyelamatkan diri masing-masing. Terlihat jelas muncul seekor monster bertubuh bulat seperti bakso dengan rambut-rambut tipis mengelilingi seluruh badannya, mengobrak-abrik seluruh kediaman rumah warga.
Gue harus menyelamatkan keluarga dari ganasnya monster itu, dengan harus melewati jalan yang ada di sampingnya. Karena itu adalah jalan satu-satunya untuk bisa keluar dari desa, dengan perlahan gue dan keluarga mengendap-endap menuju ke sana berharap tidak ketahuan olehnya.
"Buk, Pak. wes cepetan jalan ne, iku monster lagi maem genteng rumah, Pakde Jarwo." Gue berbisik dari belakang supaya langkah kaki di percepat.
Namun sialnya Gue gak sengaja menginjak mainan boneka bebek yang bisa berbunyi ketika di tekan.
Kwek!!
Monster itu langsung menatap gue dan menyudahi makan siangnya.
"Kulonuwun, Pakde," Kata gue kepada monster itu dan menyuruh keluarga untuk terus berlari.
"Monggo cah lanang." Dia kembali memakan genteng itu.
Gue terdiam terpaku karena mendengar ucapan dari monster itu, spontan berkata, "Ealah monster nya orang Jowo juga."
Dia menghempas tangannya ke rumah pakde Jarwo, lalu berkata, "Emang ngopo kalau aku orang Jowo."
"Nuwun Sewu, Pakde. Gu-gue baru tahu ada monster bisa bahasa Jawa." Gue gemetaran menjawab pertanyaan dari dia.
"BTW jenenge sopo, Pakde," tanyaku penasaran.
"Sutejo Adikusuma Waluyo Ambarawa Diningrat."
"Busett dah, panjang amat namanya. Kalau akad nikah bagaimana itu penghulu ngucapinnya."
"Sampeyan ngajak baku hantam?"
"Weyyy ayo siapa takut! Maju lu buntelan rambut."
Suara teriakannya menggema menandakan amarahnya bergejolak untuk membunuh. Dia perlahan mendekati gue dengan mengepalkan tangan Sekuat-kuatnya.