Okaeri

Naila Hafizha
Chapter #9

Sekaleng Abon dan Janji Sekawan

Kain sari keemasan dililitkan di pinggang Hana, di atas rok magenta lebarnya. Kemudian sisa sari disampirkan ke bahu, hingga punggung belakang, disematkan dengan peniti. Kostum tari tradisional India ini umumnya dipakai dalam Tari Khatak, sebuah tarian khas daerah India bagian Utara. Berbeda dengan kostum tari India lain yang terkesan lebih glamour, seperti di Bharatanatyam, kostum Tari Khatak lebih sederhana dan modern. Perpaduan antara India Utara dengan Pakistan.

Kostum yang menurut Hana, sangat jauh dari interpretasi konsep 'Twelve Dancing Princess'. Namun apa boleh buat, sejak awal pun Miss Alya hanya mengadaptasi gerakan dari ketukan lagu tarinya. Tidak mungkin di PM Putri ini mereka menarikan ballet bukan? Kostumnya tidak syar'i dan mereka tidak bisa berjinjit seperti penari ballet. Sementara film Barbie yang berjudul sama, adalah pertunjukan tari akademi ballet.

Alhasil jadilah seperti sekarang; lagu Barbie, gerakan tari ciptaan Miss Alya, kostum Tari India, dicampur-aduk jadi satu. Miss Alya menyebutnya dengan bangga: "These are what we call, 'Art of Collaboration'."

Di samping panggung auditorium anak-anak berbenah, dilengkapi riasannya. Di sini, Kak Salma mengutus Kak Fayruz untuk memakaikan kostum Hana dan Ida, sekaligus mendandani mereka.

"Baik gurls, jangan lupa tetap tersenyum ya! Lupa gerakan tidak apa, yang lebih bahaya adalah kalian lupa tersenyum. Siapa pun tidak akan suka tarian model begini jika penarinya bermuka masam. Mengerti?"

"Diterima, miss!" Jawab mereka hormat.

Aula PM sudah dikerumuni ribuan santriwati sejak tadi. Riuh rendah terdengar sahut-menyahut dari balik panggung. Pasti penonton sudah tidak sabar menyaksikan final QL pagi ini. Mereka sedia mendukung habis-habisan sejawat mereka. Dari balik sana, pembawa acara mengumumkan pembukaan kompetisi, "Mari kita sambut dengan meriah, Ten Dancing Princess!" Semua orang riuh bertampik sorak.

"Semua siap?!" Miss Alya menyorongkan tangannya ke depan, disambut oleh anak-anak, menumpuk tangan mereka, membuat lingkaran.

"Siap inshaAllah, Miss!"

"BISMILLAH!" Mereka berseru serempak sambil melentingkan tangannya. Musik mulai dimainkan. Kesepuluh anak berhamburan dari sisi kanan dan kiri panggung. Tiga anak di atas panggung, termasuk Hana. Sisanya menuruni tangga panggung, menari di sisi karpet merah yang terhampar membelah aula jadi dua bagian. Mereka menampilkan tari pembukaan.

Hana sudah hapal setiap gerakan, kok. Sudah dia muroja'ah3 berkali-kali di kamar mandi--karena malu kalau mengulang tarian di kamar.

Satu...dua...putar.

Tiga...empat...putar lagi.

Mengibaskan kain sari di pinggangnya. Lancar.

Astaghfirullah. Tak sengaja pandangan Hana menangkap lambaian kawan-kawan asramanya. Heboh sekali hampir ingin berdiri. Hana seketika lupa gerakan selanjutnya. Ia mencuri lirik Ida di sebelah kirinya. Ida pandai menari, ia pasti bisa diandalkan.

Ingat kata Miss Alya, tetap tersenyum. Apapun yang terjadi di panggung, tetap beri senyuman terbaik.

Hana memejamkan mata, menghela napas, dalam detik-detik gerakannya yang mulai patah-patah bertahan mengikuti musik, ia berbisik, Subhaana ma la yanaamu wala yashu. Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur maupun lupa. Bacaan ketika sujud sahwi. Bacaan ketika seseorang lupa terhadap sesuatu, dan berserah minta pertolongan kepada Allah. Hana membuka matanya kembali.

Ajaib! Semua gerakan terekam ulang kembali dalam ingatannya. Langkah yang sebelumnya ia lupa sama sekali. Blank. Kini seperti dirasuki secercah cahaya, tangan kakinya bergerak santai seiring dengan ketukan irama musik. Ia juga tenang melihat ekspresi wajah penonton satu-persatu. Sorakan anak Aligarh tidak lagi memberikan distraksi. Hana bisa menari dengan bebas dan lancar. Seperti kata Miss Alya, indah bagaikan angsa putih menari bersama angin.

Tidak apa Hana dan Ida tidak kebagian formasi paduan suara. Menjadi penari pertama dari kelas satu di atas panggung megah aula sudah lebih dari cukup menggantikan pengalamannya ikut paduan suara. Dari yang Hana dengar, angkatan dengan rombongan paduan suara terbaik akan tampil di acara Pekan Perkenalan. Puncak acara terbesar yang diadakan Pondok Madani tiap tahunnya. Serentet perkenalan tentang pondok yang diawali seremonial dengan upacara pengibaran bendera serta menyanyikan hymne. Upacara paling agung dan khidmat yang dihadiri pimpinan pondok, masyayikh, orang-orang penting, beserta jejeran-jejerannya. Pekan Perkenalan laksana HUT kemerdekaan bagi PM. Tidak diperkenankan ada satupun santriwati yang luput dari acara ini. Acara paling inti dari semua rentetan kompetisi yang telah berjalan. Jantungnya Pondok Madani. Diperkenalkan dengan gamblang bagaimana PM itu bagi anak baru. Dan diulas kembali makna serta tujuan PM, guna memperbaharui niat belajar anak-anak lama.

Alunan musik memudar, sepuluh penari itu membungkukkan badan bak pemain teater sebelum tirai merah diturunkan. Pertunjukan selesai. Semua penonton puas, menyuarakan aplaus terbaik mereka.

Di tengah tarian tadi, Hana dan dua orang lain yang bertengger di atas panggung, ikut turun untuk memandu para finalis menaiki tangga. Gaun mereka seperti biasa, cantik-cantik. Memakai hak tinggi dan wedges yang membuat mereka sedikit kesulitan berjalan di tengah karpet merah, melalui tangga panggung yang sempit. Semuanya telah menempati posisi di atas panggung. Para penari membubarkan diri. Alhamdulillah, pembukaan berjalan lancar, meski Hana sempat berkeringat dingin lupa gerakan.

Suatu hari nanti, saat mereka sudah diperbolehkan ikut kompetisi, Hana ingin sekali berpartisipasi. Sebuah langkah yang baik untuk menguji kemampuan berbahasanya. Tetapi sepertinya, semua kompetisi di PM menarik bagi Hana. Kalau memang ada kesempatan untuk berjuang, ia akan melahap semuanya. Bukankah dengan begitu ia bisa berhasil mengalihkan pikiran dan rasa rindu rumahnya dengan semua kesibukan itu?

***

Aligarh ramai berkerumun di sana anak-anak yang penasaran mengintip kantor asrama. "Apa yang sedang terjadi?" Hana dan Ida seharian menghabiskan waktu di LAC. Mereka ketinggalan berita heboh yang menggemparkan asrama. Baru saja tiba di pucuk tangga, ketegangan merambah sekujur tubuh.

Penghuni asrama malam itu memadati pintu-pintu kamar. Tidak ada yang berani melewati batas bingkai pintu kecuali leher-leher yang memanjang atau kuping-kuping mencuri dengar. Sebab Kak Sephia melarang mereka. "Sedang ada urusan gawat.", katanya. Hana dan Ida jadi salah duanya anggota asrama yang berada di selasar, di luar batas bingkai pintu.

"Itu...aku dengar katanya ada yang sedang di interogasi..." Dengan wajah cemas, anak kamar 03, kamar paling dekat dengan kantor asrama menunjuk-nunjuk. Hana menoleh pada apa yang di arahkan telunjuk anak itu. Di dalam kantor di balik tumpukan kotak sepatu. Jelas tidak terlihat siapa sosok yang dibentengi kotak sepatu itu. Tapi Hana kenal suaranya. Jelas sekali ia yakin tak salah dengar. Ia mulai merasakan lututnya merinding, terus naik hingga ubun-ubun. Ia menggenggam erat tangan Ida yang yang masih toleh-toleh kebingungan berharap seseorang menjelaskan sesuatu, barang se-kata padanya. Itu suara Arin! Hana yakin sekali.

"Nggak! Itu Fitnah!"

Lihat selengkapnya