Maika masih terpejam. Napasnya tenang teratur.
"Begitulah, Maika. Apakah di matamu kini kakakmu adalah seorang brutal pembuat ulah?" Hana terkekeh melihat Maika mengulas senyum simpul. "Kamu tidak menyesal 'kan, mendengar cerita ini?"
"Sama sekali tidak."
"Aku malah jadi merasa bodoh sekali." Maika melirik lemah kakaknya, sembari tersenyum kecut.
"Padahal sekarang kita cuma punya satu sama lain. Bapak dan Buke sudah tidak bisa banyak diharapkan untuk menjadi keluarga yang utuh lagi. Tapi aku malah membencimu tanpa alasan jelas. Maafkan aku ya, kak," ucapnya lagi.
Hana meraih tangan adiknya. "Bukan salahmu benci dengan lingkungan yang berpotensi membuatmu sakit. Itu adalah naluri alami manusia untuk bertahan hidup. Tetapi yang perlu diperbaiki, adalah caramu bertindak menanganinya. Keputusan yang kau ambil harus membuatmu jadi lebih baik. Bukan malah tambah payah. Dengar kan, bagaimana tadi kakak salah mengambil tindakan saat dilanda masalah? Seharusnya kakak tidak lari dari masalah. Apa salahnya sih, sedikit lebih berani untuk menghadapi sebuah masalah? Justru satu-satunya cara agar masalah itu selesai adalah 'dihadapi'."
Maika mengangguk-angguk di atas ranjang pasien. Ia mengamini ucapan kakaknya.
Perbincangan ringan kemudian menghangatkan suasana antara mereka. Ditengah senda-gurau itu, Buke dan Bapak memasuki bilik rawat. Serempak kedua gadis itu melempar pandangan pada mereka. Ternyata Buke dan Bapak mengantar seorang personil baru.
Kepala Khalid menyembul dari balik pintu geser. Sontak Hana tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya. Ingin ia melompat ke arah suaminya karena sudah ditawan rindu, tapi untungnya cepat-cepat kembali waras dan mengatakan, "Ini ruangan ICU. Kenapa masuknya ramai-ramai?"
"Yah...adek nggak kangen sama abang?"
Wajah Hana berubah merah serupa rajungan rebus karena malu. Kalau diilustrasikan, bisa-bisa asap sudah mengepul dari telinga dan kepalanya. Ia melotot pada Khalid yang tersenyum dengan polosnya. Kenapa sih, harus mengucapkannya di depan semua orang? Kalimat genuine Khalid tidak pernah gagal membuat jantung Hana meloncat-loncat.