Olimpiade Cinta

E.K. Fitriyanto
Chapter #1

Jatidiri kita

Semua orang selalu membuat pilihan bahkan disaat mereka tidak memilih sekalipun.

Memiliki tubuh atletis, wajah tampan dan otak cerdas merupakan hal yang sangat diidam-idamkan oleh semua pria di bumi ini. Otak ber IQ 140 yang dibungkus tubuh atletis setinggi 170 cm itulah Urie. 

Dengan berbagai prestasi baik di bidang akademik maupun olahraga selama di SMP tentunya membuat dirinya bisa bebas memilih kemanapun SMA favorit yang sangat di idamkan oleh semua pelajar. Namun keputusan yang mengejutkan diambil oleh pemuda satu ini. 

"Apa? Urie kamu mau ke sekolah itu?" tanya teman-temannya kaget mendengar ucapan Urie yang mengatakan dirinya akan mendaftar ke salah satu sekolah swasta yang bukan hanya tidak favorit melainkan sangat dihindari baik oleh banyak siswa bahkan orang tuanya. 

"Yaps! bener! Kenapa emangnya? ada yang aneh?" jawab Urie tenang seperti keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang tidak aneh bagi semua orang. 

"Ya jelas aneh, masa orang sebaik dan sepinter kamu ke situ sih?" sahut Putri 

"Memangnya apa yang salah dengan sekolah itu? lagi pula aku juga mau kesana," sahut Eric risih mendengar keanehan teman-temannya.

Eric sendiri adalah salah satu sahabat sekaligus saingan Urie tetapi karena dirinya sering tidak fokus di saat akhir ditambah sebenarnya ia tidak peduli dengan persaingan tersebut, dirinya tidak pernah bisa mengalahkan Urie. Kedua pria itu sering bersaing di berbagai hal dimana Eric yang sering menang sementara Urie yang selalu tidak mau kalah dari Eric. 

"Apa? Kamu juga mau kesana ri?" Ami kaget mendengar perkataan Eric

"Kalau dia sih seharusnya jangan aneh karena dia miskin." ucap Urie seperti biasa dengan nada sinis namun perkataanya yang terkesan menghina hanya ditanggapi senyuman teman-temannya termasuk Eric. 

...

Semangat memulai sesuatu juga faktor penting untuk hasil maksimal.

Mentari pagi baru menunjukan tanda-tanda kemunculannya, namun Urie yang bersemangat sudah bersiap mempersiapkan segala keperluan sekolahnya. 

Hari ini hari pertamaku di SMA aku tak boleh terlambat pikirnya sebelum berangkat sekolah. 

Sebagaimana biasanya hari pertama masa orientasi selalu dimulai lebih pagi dibanding jam belajar pada umumnya. Setidaknya itu yang ada dalam benak Urie, namun kenyataan disekolah barunya benar-benar berbeda dari yang ia bayangkan. 

Ketika tiba disekolah barunya belum ada satupun orang yang hadir ditempat itu. Memang pintu gerbang sudah dibuka namun kelas-kelas masih terkunci sehingga dirinya hanya bisa duduk disebuah meja yang entah bagaimana bisa berada di dekat gerbang. 

Sudah hampir satu jam ia menunggu namun tak ada tanda-tanda akan kehadiran makhluk hidup selain burung yang kicauannya memecah keheningan, bahkan Irwan yang datang bersamanya pergi ke warung karena merasa bosan. 

Apa aku salah hari? Tak mungkin kurasa ini hari yang benar perasaannya mulai gelisah serta khawatir melihat langit yang sudah mulai terang. 

Lama ia menunggu akhirnya muncul juga sesosok bertubuh besar dengan brewok yang sudah berwarna keputihan, orang itu yang pada akhirnya ia ketahui bernama Pak Deden yang merupakan staf TU di sekolah itu. 

Kedatangan orang tadi mulai disusul oleh beberapa murid yang masih berseragam SMP yang sudah jelas murid baru sama seperti dirinya.

Jam menunjukan pukul 07.35 barulah muncul sosok yang ia kenal. Orang yang membuatnya memilih sekolah ini sebagai tujuan. Seorang yang ia anggap pecundang namun selalu ingin ia kejar. 

"Semangat sekali kau ini, sudah berapa lama kau sampai?" ucap orang itu sebari tersenyum meledek dirinya. 

...

Apa itu teman? Dia adalah orang yang menjadi pembeda dalam hidupmu. 

Masa orientasi... 

Bayangan ketika mendengar kata itu ialah awal bertemunya para siswa baru di sekolah barunya. Mereka dikumpulkan di lapangan atau suatu ruangan besar dan biasanya berjumlah ratusan siswa. 

Namun yang ada dihadapan Urie saat ini berbeda jauh dari apa yang ada dalam kepalanya. Dirinya memasuki ruangan kelas berukuran 9x8 meter bercat putih polos dengan dipenuhi bangku serta meja kayu. 

Begitu polosnya dinding ruangan itu, tak ada coretan bahkan foto presiden beserta gambar garuda pancasila juga tak terpadang didinding ruangan itu sehingga kesannya ialah itu hanya ruangan biasa yang diisi kursi, meja dan papan tulis. 

Ketika memasuki ruangan itu terlihat Eric yang seperti biasa dengan mudahnya akrab dengan orang-orang baru. Disekitarnya nampak pula tampang-tampang murid lelaki yang terkesan brandalan dan murid perempuan yang masih sangat polos terkecuali seorang gadis yang duduk di kursi belakang. 

Gadis cantik berhidung mancung dengan rambut panjang bergelombang itu memiliki kesan berbeda dengan perempuan lain di ruangan itu, selain jadi satu-satunya perempuan yang tak berkerudung gestur yang ditunjukan orang itu juga berbeda dengan murid lainnya. 

Setelah diketahui gadis itu bernama Manda, gadis yang sepertinya terpaksa untuk berasa di tempat ini. 

Jumlah orang di ruangan itu sekitar 30 orang dengan 7 diantaranya ialah wanita. Angka yang terbilang sangat sedikit untuk jumlah murid di masa orientasi. 

Lihat selengkapnya