Kemana kau? Kenapa kau tak kunjung muncul? Aku merindukanmu.
Olimpiade tingkat provinsi semakin dekat yakni sekitar seminggu lagi. Semua murid yang akan mewakili kabupaten sudah mencapai tahap pematangan, namun hingga detik ini kehadiran orang itu masih belum menunjukan tanda-tanda.
Hari itu seperti biasa sebelum menjalani pembelajaran tambahan Akame duduk ditaman sekolah. Tetapi tak seperti biasanya Aisyah datang terlambat ke tempat itu yang mengakibatkan dirinya hanya berduaan dengan Urie.
Akame memang tidak merasa keberatan toh mereka akan sama-sama mewakili kabupaten namun ditatap terus menerus oleh seorang lelaki yang nampak serius memerhatikannya membuat momen akward baginya.
"Kamu ini sedang apa? Dari tadi terus menatapku seperti itu," ucap Akame mencoba memecah momen akward diantara mereka berdua.
"Kau bertanya sesuatu yang jawabannya sudah kau jawab sendiri." sahut Urie masih menatap Akame dengan cukup serius.
"Maksudnya?"
"Kau bertanya aku sedang apa kemudian kau berkata aku sedang menatapmu, itu pertanyaan dan jawaban yang berkesinambungan." jawab Urie dengan cara bicaranya yang serius.
Mendengar Urie bicara seperti itu entah kenapa itu mengingatkan Akame pada seseorang yang sedari tadi berkeliaran dalam pikirannya.
Orang ini cara bicaranya sungguh mirip dengan orang itu... Pikir Akame
"Entah kenapa aku merasa cara bicara kamu sungguh mirip dengan seseorang," ucap Akame sebari meminum jus mangga kemasan.
"Jangan samakan aku dengan orang tak berguna itu! Aku dan dia berbeda 180 derajat!" sahut Urie yang kini memasang ekspresi ketus.
Melihat respon Urie membuat Akame berpikir sebenarnya apa hubungan antara orang yang ada dihadapannya ini dengan orang yang ada dalam pikirannya. Ia merasakan ada kemiripan cukup jelas dari segi sikap meski dilihat dari fisik kedua orang itu berbanding terbalik.
...
Curhatan diwaktu luang kadang bisa memberikan jawaban.
Panas terik menghiasi hari ini, meski begitu jumlah murid yang hadir di sekolah Urie masih saja sangat sedikit. Bukan hanya murid melainkan beberapa guru juga tak hadir dan hanya memberikan tugas.
Selepas sholat dzuhur Urie tak kembali ke kelas dan lebih memilih mengerjakan tugas diruangan OSIS. Sebenarnya itu hanyalah bagian dari sebuah ruang kelas yang disekat menggunakan pembatas triplek.
Jika diperhatikan ruangan itu lebih cocok disebut sebuah kamar ketimbang ruang organisasi. Dalam ruang sebesar 3x2 meter itu hanya terdapat sebuah meja dan entah untuk apa fungsinya ada sebuah tempat tidur ukuran single bed. Mungkin karena itu pula ruangan itu lebih cocok disebut sebuah kamar.
Setelah selesai mengerjakan tugas sejarah yang diberikan Urie memutuskan berbaring dikasur itu. Namun baru sebentar dirinya menikmati empuknya kasur seseorang datang mengganggunya.
"Hei! Geser!" ucap orang itu yang membuat Urie memberikan tatapan kesalnya.
"Hari ini sedang panas terik loh!" protes Urie namun kemudian dirinya sedikit bergeser memberikan tempat tuk orang itu.
"Memangnya kenapa?" sahut orang itu langsung berbaring disebelah Urie.
"Sudah jelas bukan? Itu akan membuat keadaan semakin panas! Oh iya apa kau sendiri?" ucap Urie yang bangun kemudian duduk dipinggir tempat tidur.
"Tadi Feby sama Budeng ngikutin kalau enggak salah."
Benar saja tak lama kemudian Feby dan Budeng yang merupakan teman sekelas Urie datang dengan maksud melihat dan menyalin hasil rangkuman Urie untuk tugas sejarah saat itu yang mana itu sudah biasa mereka lakukan.
"Rie nempo tugas sejarah maneh lah! Manda pelit gak mau ngasih!" ucap Feby sebari menyindir gadis yang sedang berbaring diruangan itu.
"Bukan pelit tapi rangkuman gue lagi diliat sama Linlin dan yang lain jadi sabar," protes Manda membenarkan posisi tidurnya.
Setelah itu Feby dan Budeng lanjut menyalin hasil tugas Urie di meja yang ada di ruangan itu, Manda bersantai dengan berbaring diatas kasur sementara Urie duduk dipinggir tempat tidur sebari memainkan ponselnya.
Untuk beberapa saat tak ada percakapan diantara mereka sehingga terjadi keheningan ditempat itu. Tetapi kemudian Urie yang sedari tadi seperti sedang memikirkan sesuatu akhirnya membuka suara.
"Apa menurutmu aku punya peluang?" tanya Urie sebari melihat kearah Manda
"Entahlah... Aku tak tau pasti tapi aku sedikit curiga dengan pergerakan Eric," jawab Manda
Mendengar itu Budeng dan Feby yang terkenal dengan kecuekkannya tak tahan untuk ikut berkomentar.
"Asik! Urie jatuh cinta..." ucap Feby yang disambut tanya ejekannya bersama Budeng.
"Ya iyalah! Dia normal kali emang eloe hahaha!" sahut Manda yang bangun karena tak bisa menikmati rebahan di momen seperti itu.
"Gelo! Urang ge normal sia teh!"
"Benarkah? Gue gak yakin bahkan kalo gue telanjang didepan eloe nantinya eloe mau ngeliat gue," ucap Manda sebari tertawa mengejek Feby
"Ya iyalah! Kalo ngeliat eloe telanjang ngapain kita liatin yang ada langsung terkam kali! Heeh teu Feb? Deng? Hahaha!" sahut Urie yang disambut tawanya dengan Feby dan Budeng.
...
Sahabat terbaik selalu mampu memberi semangat dalam kondisi apapun.
Sepulang sekolah seperti biasanya Urie tak langsung pulang kerumah melainkan diam terlebih dahulu di kantor sekolah untuk menemani pak Restu yang merupakan operator disekolahnya.
Setidaknya itu alasan yang ia katakan pada guru-guru lain karena alasan yang sebenarnya ia betah berlama-lama disekolah ialah untuk menikmati fasilitas wifi gratis selama mungkin.
Saat itu di kantor dirinya tak jadi satu-satunya murid yang tersisa. Ada Manda yang saat itu harus berada disekolah lebih lama karena ia mau mencari beberapa materi pembelajaran di internet.
"Ngomong-ngomong loe belum ngasih solusi tuk masalah gua tadi," ucap Urie yang duduk dikursi terbaik diruangan itu yang berposisi dipojok ruangan dan menghadap langsung kesebuah televisi berukuran 21 inc.
"Kalo eloe bener mau nembak dia ya tembak aja!" jawab Manda sambil tetap menatap layar laptopnya dengan serius.
"Apa gue bakalan diterima?"
"Masalah diterima atau enggak itu urusan belakangan yang penting eloe udah berani nyoba, terus kalo boleh gue kasih saran sebaiknya eloe cari momen nembak di Bandung nanti!" ucap Manda menutup laptopnya dan menatap Urie dengan tatapan serius yang merubah ekspresi Urie yang tadinya penuh keraguan menjadi lebih percaya diri.
"Entah kenapa firasat gue di Bandung nanti bakalan ada kejadian luar biasa yang ngelibatin eloe." lanjut Manda yang kemudian berdiri dan berjalan kearah ruangan lain di kantor.
...
Tak boleh ada yang dekat denganmu kecuali aku