Olimpiade Cinta

E. Karto
Chapter #10

Si skeptis

Senja... 

Bagian hari dimana setengah bagian bumi kehilangan cahaya sang mentari

Pergantian siang dan malam yang digemari kalangan muda

Saling bercerita ditemani cahaya yang mempesona. 

Waktu sudah sore Akame masih merasa malas untuk pulang ke rumahnya. Ia sebenarnya masih ingin menghabiskan waktu bersama Eric atau jika tidak mengobrol dengan Manda juga bisa jadi penggantinya. Namun apa daya yang tersedia bersamanya hanya seorang lelaki yang dari tadi terlihat malas menatap wajahnya. 

Mungkin saat ini Akame akhirnya tau apa maksud Manda yang menertawakannya ketika ia mengatakan Eric orang paling cuek. Meski sebenarnya ia merasa orang yang bersamanya kali ini sudah bukan di level cuek lagi melainkan orang yang tidak peduli. 

Itu semua muncul dalam benak Akame setidaknya sebelum ia orang itu membawa ke suatu tempat. Urie mengajak Akame ke suatu tempat yang menurutnya tak kalah enak untuk mengabiskan waktu di sore hari. 

Tak butuh waktu lama untuk sampai ke tempat yang dituju karena tak sampai lima menit Urie sudah menghentikan motornya. Lagi-lagi Akame dibawa ke tempat yang sangat sederhana tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Tempat itu adalah sebuah warung pinggir jalan didepan sebuah sekolah yang kondisi bangunannya cukup usang. 

"Jadi, kamu hanya membawaku ke warung pinggir jalan?" ucap Akame cemberut sebari memberikan helm yang tadi ia pakai ke Urie. 

"Memangnya kau membayangkan akan dibawa kemana? Ke sebuah vila di pegunungan lalu saling peluk dalam kesunyian?" jawab Urie ketus lalu berjalan mendekat ke jalan dan menyuruh Akame untuk mengikutinya. 

"Kau memintaku mencari tempat nyaman menikmati senja sekarang lihatlah kedepan..." lanjut Urie. Akame langsung memandangi pemandangan dihadapannya yang seketika membuat dirinya terdiam. 

Tempat ia berdiri memang tempat yang biasa saja namun dihadapannya terdapat pemandangan campura perkebunan, pepohonan rindang dan perbukitan yang jika dikombinasikan dengan kondisi yang tepat akan mengasilkan pemandangan yang menenangkan. 

"Lalu jika kau menengok ke arah kirimu lihatlah pemandangan gunung Gede-Pangrango yang agung..." ucap Urie yang kini berbicara dengan nada seperti seorang pembawa acara kuis di televisi.

"Lalu jika kau kembali berpaling ke kiri lagi kau akan memukan..." lanjutnya berhenti sejenak menunggu Akame memalingkan badannya "Tadaa! Teh iis yang mempesona..."

Lagi-lagi orang ini menunjukan sifat yang berbeda... Sebenarnya dia punya berapa sifat sih pikir Akame melihat Urie yang seketika berubah dari orang yang skeptis menjadi humble dan sok asik.

...

Kau kira aku takut? Tidak aku hanya malas beruusan dengan sampah sepertimu. 

Setelah seharian bepergian dengan tiga orang sekaligus akhirnya Akame pulang dengan diantar oleh Urie. Berbeda ketika bersama Eric kini Akame membiarkan Urie mengantarnya hingga ke depan rumahnya. 

Disana Akame sudah ditunggu seseorang. Orang itu bukanlah orang tuanya melainkan cowok yang tadi pagi ia tinggalkan. Tanpa memperdulikan Axwell gadis itu langsung masuk kerumahnya dengan dalih kecapean. 

Diacuhkan Akame pandangan Axwell kemudian tertuju pada orang yang mengantar Akame pulang. Dengan gestur sombong yang sudah jadi ciri khasnya Axwell berjalan ke arah Urie. 

"Masih berani ngedeketin cewe gua? Gede juga nyali loe!" ucap lelaki itu berharap Urie akan tertunduk ketakutan namun apa yang terjadi justru kebalikannya. 

"Memangnya apa lagi yang mau kau lakukan? Mengerahkan masa untuk mengeroyokku lagi?" sahut Urie dengan cara bicara yang tak kalah merendahkan lawan bicaranya.

"Aku memang tidak bisa menjadi memukuli 20 orang sekaligus seperti Eric tapi aku bisa bikin kau lebih hancur daripada hanya dibawa ke kantor polisi selama semalaman!" lanjutnya yang membuat Axwell yang sebenarnya penakut itu terdiam. 

Setelah mengatakan itu Urie langsung pergi meninggalkan tempat itu. Perlakuan seperti itu Axwell hanya bisa berdengus kesal dengan cara menendang kerikil yang ada dihadapannya. 

...

Sedikit saja hal tentangmu bisa membuatku bahagia... Ajaib memang... 

Selepas mandi dan makan malam Akame yang sudah lelah segera membaringkan tubuhnya diatas tempat tidurnya. Dirinya sudah bersiap untuk tidur sebelum ponselnya berdering dengan nama Eric di layar. 

Mengetahui Eric yang menelponnya membuat tubuh yang sudah lelah itu kembali bugar dan bersemangat. 

"Hei! Maaf ya tadi aku ninggalin kamu gitu aja," kata itu langsung terdengar seketika Akame menerima panggilannya. 

"Iya enggak apa-apa aku ngerti kok! Kamu pasti lagi sibuk banget kan?" jawab Akame lalu membalikkan tubuhnya ke posisi tengkurap. 

"Ya begitulah... Eh apa besok kamu ada kegiatan?"

"Gak tuh, memangnya kenapa?"

"Kalo gak ada kegiatan, besok kamu kesini kita main ke sekolahku!" ajak Eric yang tentunya tak dapat ditolak Akame yang bahagia bahwa besok mereka akan kembali bertemu.

"Iya! iya! iya! bisa! bisa!" jawab Akame antusias seperti anak kecil yang baru dikabari akan dibawa ke taman bermain Disney land. 

"Tapi aku gak bisa jemput besok kamu datang aja ke warung yang tadi biar nanti kita ketemu disitu. Jika iya sudah dulu ya masih ada yang harus aku selesaikan dulu."

"Iya besok aku kesana."

Setelah telpon ditutup Akame kembali menelentangkan tubuhnya dan tersenyum bahagia. Ia pun langsung tidur agat besok bisa bangun pagi. 

...

Cuaca tak akan menghalangiku untuk bertemu denganmu. 

Tak seperti beberapa hari terakhir yang panas terik pagi ini di awali dengan hujan rintik-rintik. Meskipun saat ini masih musim panas datangnya hujan di pagi hari sudah tak aneh lagi ditengah efek pemanasan global yang mengkhawatirkan. 

Menjelang jam 9 hujan sudah reda Akame lalu bersiap pergi ke tempat ia sudah janjian dengan Eric. Dengan diantar oleh pak Kardi Akame pergi menggunakan mobil pribadinya. 

Sepanjang perjalanan Akame terus merasakan perasaan aneh dalam dadanya sensasi yang belum pernah ia rasakan sepanjang hidupnya.

Perasaan apa ini... Sensasi ini bahkan lebih hebat dari perasaan tak sabar mendengar namamu diucapkan menjadi juara nasional olimpiade Matematika. 

Karena menggunakan mobil Akame membutuhkan waktu tak kurang dari setengah jam untuk sampai ketempat yang tuju. Sesampainya ditempat itu Akame langsung meminta pak Kardi pulang. Disana ia tak langsung masuk ke warung yang tertutup itu karena ia tak melihat motor yang biasa digunakan Eric disana. 

"Jika yang kau cari orang itu sampai kapanpun kau tidak akan bisa menemukannya disini." terdengar suara seorang lelaki yang keluar dari warung itu. 

"Eh, Urie! ternyata kamu!" sahut Akame mencoba akrab pada orang dihadapannya namun sepertinya percuma karena sifat sinis orang itu telah kembali. 

Lihat selengkapnya