Olivia c.

Shofiyah Azzahra
Chapter #1

Prolog

Duarrrrrrr...

Entah petir yang keberapa kalinya sudah menyambar. Tidak ada suara jeritan atau suara pohon yang jatuh seperti biasanya. Karena memang tidak ada yang mampu menjerit lagi, pepohonan telah jatuh semua tak tersisa mengambang diatas air sebelum petir menyambar. Jalanan kota terendam air yang sangat dalam dalam hitungan menit. Menit itu juga yang mengubah jeritan bahagia menjadi jeritan penuh kesakitan juga ketakutan. Bendungan yang diagung-agungkan kota, juga bendungan yang katanya pembawa keberuntungan pecah dalam hitungan menit mengubah hari yang seharusnya menjadi paling membahagiakan berubah menjadi hari paling menyedihkan. Poster-poster bertuliskan 'Selamat atas peresmian bendungan kota' itu mengapung di jalanan yang terendam air dengan keadaan yang tak layak lagi. Dari kejauhan wanita muda itu memandangi kota. Tepatnya di puncak gunung yang tidak jauh dari kota, gunung yang bertebaran poster 'akan dibuat terowongan'. Matanya menatap datar orang orang yang mengapung tak berdaya di air bahkan mungkin hampir seluruh dari mereka sudah tidak bernafas. Tangannya terkepal kuat menyalurkan rasa yang bercampur aduk. Dia sendirian diantara ratusan penduduk yang mengapung tak berdaya dihadapnnya. Berdiri tegak tanpa luka mengenakan pakaian khas pasien 'rumah sakit jiwa'. Bibirnya yang pucat bergetar menggumamkan kata-kata berulang-ulang. 'believe me, believe me, believe me please.' Tidak ada yang mendengarnya atau menebak artinya. Bahkan jika sebelum kejadian ini pun mungkin tidak akan ada yang mendengarkan atau mengikutinya. Dia tersenyum sinis. Satu bulir bening berhasil lolos dari matanya.

"Menyedihkan"

***

08.00 a.m, London, Victoria Station.

Seperti biasa gedung bertuliskan 'Victoria Station' tepat di atas pintu masuk selalu ramai oleh manusia-manusia yang masuk dan keluar bergantian.

Olivia Chloe atau biasa dipanggil Livy atau apa saja asal tidak Oliv apalagi Oca, Livy punya trauma sendiri dengan nama itu. Mengikuti langkah ibunya sembari menenteng paper bag berisi 1 cup susu juga 1 potong roti isi daging yang baru dibeling di King's cafe, dekat stasiun. Matanya menatap keseluruhan gedung sembari terus berjalan selangkah dibelakang ibunya. Livy tidak takut tertinggal, dia sudah sangat hafal stasiun ini hampir setiap hari Livy melihatnya.

Ibu diikuti Livy masuk kedalam salah satu gerbong kereta, duduk di dua bangku yang berdekatan. Suasana kereta penuh, beberapa orang yang terlambat memasuki kereta terpaksa berdiri berdesak-desakan dengan yang lainnya. Hari Senin awal pekan kereta dipenuhi sebagian besar orang-orang berpakaian kantor, sebagian berpakaian sekolah sisanya yang hanya beberapa orang dalam satu gerbong mengenakan pakaian kasual. Kereta mulai berjalan hampir seluruh penumpang mengeluarkan ponselnya masing masing termasuk ibunya.

Livy sendiri tidak tertarik mengeluarkan benda pipih itu. Livy mengeluarkan sepasang earphone nirkable dari sakunya, memasangnya masing-masing dikedua telinganya setelah menyalakan tombol merah kecil pada salah satu earphone. Secara otomatis lagu mulai terputar, sangat pas lagu berjudul 'Believe me' yang akhir-akhir ini memang sangat Livy sukai. Livy memandang sekitarnya ssmbil memakan roti dagingnya. Bukan, Livy bukan memandangi para penumpang melainkan dinding-dinding gerbong. Sesekali matanya terpejam kala lagu samapai pada bagian kesukaannya. Entah mengapa Livy sangat menyukai bangunan-bangunan seperti stasiun atau kafe, melihatnya bisa membangkitkan moodnya.

'i don't know why they don't believe me,'

Rasa manis bercampur gurih roti daging menjadi pelengkap kebahagiannya.

Lihat selengkapnya