Begitu speedboat merah cadmium Rembrant menderu dan bergerak menyongsong ombak, sembilan perempuan berumur langsung berteriak karena salah seorang yang membawa tape kecil memutar musik alunan biola dan cello yang digesek Bond dengan lagu Victoria. Tak ada yang diam. Semua bergoyang seenak hatinya. Ada yang goyang tango, waltz, cha cha, lenso, dangdut dan jaipong. Semua yang menari bergoyang dikombinasi dengan selera dirinya didorong imajinasi masih muda. Ada yang menambah kombinasi dengan tarian Michael Jackson yang selalu memegang penis dirubah dengan memegang memamerkan tetek gedenya. Ada yang goyang bebek pantatnya saja megal megol. Goyang anjing dengan mulut terbuka sambil menjulurkan lidah. Dan beberapa orang memberi kombinasi tariannya dengan mengibas-ngibaskan roknya sehingga celana dalamnya kelihatan. Semuanya merasa remaja kembali. Merasa bebas. Dan salah seorang yang memakai jean merah ketat berkaos merah pula menarik anak muda yang sedang duduk di sebelah pengemudi tetapi sekali-kali melirik ke arah belakang melihat goyang tarian. Anak muda bercelana jeans robek, kaos tanpa lengan sehingga tatonya bergambar bunga tampak, berambut pang, dan memakai anting dihidung. Anak muda yang ditarik itu malu-malu. Dan menari bercampur para perempuan berumur. Sedang lelaki setengah baya yang memegang kemudi hanya merenges menggelengkan kepala sambil berkata pelan.
“Yang gila ini malaikat atau setan….”.
Speedboat merah menderu menerjang gelombang ombak semakin kencang. Beberapa orang yang menari terguncang saling berpegangan. Air bergulung, buihnya membuncah dan penumpangnya terus bernyanyi sambil bercanda bersaut-sautan. Semua merasa bersaudara. Merasa sudah menjadi Oma karena kesemuanya sudah janda mempunyai cucu dan hidup nyaman. Setelah lagu selesai para Oma itu kembali duduk. Posisi duduknya berhadap-hadapan. Anak muda pembantu pengemudi itupun sudah kembali menemani pengemudi tua. Beberapa Oma yang dekat dengan pengemudi muda mengerdipkan mata sambil memegang hidung tanda terkesima. Salah seorang Oma penumpang lembut cantik dengan senyum tipis berbisik memakai batik potongan kebaya Sunda kepada penumpang sebelahnya.
“Oma Dubes, globalisasi sudah terjadi. Tarian kita semua itu tarian globalisasi. Juga anak muda pengemudi speedboat itu mengimbangi tarian kita dan sudah terpengaruh model rambut pang dan pakai anting di hidung. Ingat ketika kita tour ke Eropa. Di jalan-jalan Perancis, Belanda dan Venesia kita juga melihat rambut Pang dan anting di hidung. Ini Pancasila globalisasi atau globalisasi Pancasila.”, tanya perempuan lembut kepada perempuan memakai celana panjang coklat tua serta switer coklat muda polos yang dipanggil Oma Dubes karena suaminya orang mantan staf Duta Besar. Belum lagi yang diajak bicara menjawab, perempuan yang duduk di depannya sedikit gemuk memakai setelan kebaya dan jarik hijau muda diikat selendang warna hijau daun serta bunga di telinga menyaut ketus.
“Oma Guru, bagaimana kita bisa membendung globalisasi kalau tv, parabola, internet, handphone, youtube dan teknologi canggih lainnya sudah melanda dunia generasi muda kita. Hampir semua bangunan phisik maupun jiwa di Bali sudah berubah karena semua pemiliknya adalah orang asing. Kita yang sudah tua hanya mengelus dada prihatin jadi korban, apalagi yang masih kinyis-kinyis bau kencur. Di Bali, terutama di daerah pantai Kuta, kita tidak dapat membedakan apakah itu orang Kuta, Bali, Indonesia atau asing? Sama juga kita lihat di Eropa. Hanya ketika kita tour ke Cina yang tidak menemukan model yang aneh-aneh. Juga pengemis tidak kita lihat di Eropa maupun di Cina. Yang jelas manusia sudah berubah dengan beraneka warna, bentuk dan gaya! Kalau model anting di hidung itu sudah biasa, tapi yang di bibir, di lidah, di alis mata dan ada juga……. ”, sahut Oma Bali.
Percakapan tidak diteruskan. Semua tertawa karena yang ngoceh langsung mengacungkan telunjuknya, menggoyang-goyangkan menggambarkan penis laki-laki. Sambil tertawa semua membayangkan ketika tour bersama ke Eropa dan Cina sebagai ikatan mempererat persahabatan melalui arisan yang diketuai Oma Hiroshima beberapa tahun yang lalu. Seorang perempuan yang berada paling ujung sedikit cemberut berwajah Arab memakai jilbab melontarkan agar pembicaraan tidak mengarah yang berbau pornografi.
“Usia kita semua sudah hampir kepala tujuh, bahkan ada yang lebih, sudah bau tanah, juga sudah dapat membandingkan bersama ketika tour ke Eropa dan Cina mana yang sesuai dengan budaya kita dan mana yang harus kita buang, jangan keterusan ngobrolnya ke masalah …” ujarnya sambil telunjuk tangannya diacung-acungkan. Semua tertawa melihat Oma Haji yang mencoba mengatur pembicaraan ke tataran moral.
“Oma Haji, tidak perlu munafik. Awal dunia dalam kitab suci juga dimulai dari Adam dan Hawa yang telanjang. Bukankah perkembangan manusia makin hari makin kreatif. Sebuah puisi berkata ‘akulah yang merubah batu menjadi cermin’. Lucunya manusia ada yang mempertahankan kehidupan purba dan ada yang merubah dunia dengan seleranya sambil berteriak ‘yang menaruh tahta di atas kepalaku adalah aku sendiri, bukan kamu Paus!’. Itu perkembangan pemikiran. Semua manusia dari segala penjuru menciptakan terus-menerus ‘Tuhan Baru’. Coba bayangkan dalam mengolah masakan daging ayam. Kira-kira begini proses sejarahnya. Ada yang langsung dimakan mentah-mentah. Ada yang dibakar dengan batu. Ada yang digoreng model ayam Suharti. Ada yang dipanggang bumbu rujak atau gaya masakan Padang. Ada ayam betutu Bali. Ada ayam Mc Donald, Kencuky dan ada juga ayam guling, dan lain-lain dari segala penjuru dunia dalam mengolah masakan dari daging ayam. Juga cara memotongnya. Kalau di negara yang penduduknya muslim, semua ayam selalu disembelih, sedang di negara non muslim semua ayam utuh tak ada leher menganga bekas digorok. Yang tidak disembelih ini diperolok ayam kafir”, ujar Oma Dosen menjawab Oma Haji sedikit menceramahi memakai celana jeans dan memakai topi golf. Oma Haji sedikit terpojok. Ketika akan menjawab ada suara nyelonong dari sebelahnya.
“Permasalahan atau pengaruh dan mungkin juga perubahan yang ada ini sebenarnya bermula pada manusia kelas sosial Aristokrat berkecukupan. Sebagian besar dunia yang miskin berpikirnya bagaimana mereka bertahan hidup. Ingat teori bangunan bawah bangunan atas. Bangunan bawah manusia dalam hal ini perut atau besar kecilnya penghasilan kekayaan akan mempengaruhi bangunan atasnya atau pikirannya. Tidak mungkin bangunan bawah dengan gaji upah minimum bercita-cita tahun baru ke Eropa kayak kita. Pasti pikirannya ya ke kebun binatang atau Ancol. Bangunan bawah ini juga berpengaruh bukan saja kepada cara berpikirnya, tetapi sekaligus juga cara bergeraknya. Lagu Pavarotti tentu tidak laku di pelosok daerah atau desa. Juga makanan model burger sulit diterima lidah budaya pecel. Kita harus jujur yang berkuasa sekarang budaya pecel. Budaya ini mempertahankan ramalan Joyoboyo. Perlahan-lahan budaya pecel ini sekarang juga sudah bergeser ke budaya super mie. Saya tidak tahu ini kemajuan atau kemunduran. Tentu bagi bangunan bawah ini perubahan kurang cepat disadari di alam pikirannya bahwa sudah ada masakan ayam bumbu rujak, ayam Hainan, ayam kungpao, ayam Kentucky, ayam betutu, ayam lada hitam, ayam masak cah jamur, ayam guling, ayam katsu atau eee ayam den lapeh…” ujar perempuan bermata sipit yang dipanggil Oma Pendeta memakai rok terusan warna putih gading dengan ikat pinggang serasi warna gaunnya karena suaminya seorang pendeta sambil ujungnya bernyanyi lagu Minang.
Rupanya ujung lagu itu direspon semua penumpang karena merasa suasana mengarah tegang. Semuanya lalu bernyanyi ‘ayam den lapeh’ lagu Minang terkenal dengan tertawa gembira. Bahkan ada yang merubah kata ‘ee ayam den lapeh’ menjadi ‘ee ayam garuda’. Pengemudi speedboat yang tua bibirnya bergetar dan kepalanya mengikuti irama lagu bernyanyi sambil sesekali melihat ke arah penumpangnya. Pengemudi speedboat yang masih muda hanya tersenyum melihat tingkah perempuan berumur penumpangnya dan terkejut mendengar obrolannya. Dirinya merasa yakin bahwa penumpangnya bukan orang sembarangan. Satu persatu diliriknya. Semuanya cantik menarik. Ada yang matanya sipit, hidungnya mancung, rambutnya dipotong laki-laki, gembrot dan langsing tetapi hampir semua masih terlihat sexi meskipun pipi dan lehernya banyak yang bergelambir. Semua memakai gaun model indah, kaos dan rok. Sedang kalung atau anting hampir semua memakai perhiasan artistik eksotik dari perak serta permata akik buatan dalam dan luar negeri berwarna warni.
Setelah capai bernyanyi, rupanya Oma Dokter memakai gaun biru muda atasan dan rok panjang selutut biru tua memecah suasana kembali menyuguhkan problema.
“Setelah bicara perubahan dunia lewat ayam, perubahan yang paling mengerikan dalam jiwa manusia adalah ketakutan. Naik pesawat takut bom. Masuk mall takut bom. Jalan-jalan takut bom. Ketemu orang asing jadi curiga dan takut. Ketika beberapa tahun yang lalu kita jalan-jalan ke Eropa maupun Cina pikiran ngeri hampir tidak ada. Dan sekarang ketakutan itu lebih besar serta lengkap sejak ada ISIS, Kim Jong Un meluncurkan nuklir menantang Amerika dan Donald Trump memindahkan Yerusalem menjadi ibukota Israel. Saya ingin menggambarkan matahari gemerlapan hari ini seperti wajah Kim Yong Un dan Donald Trump, kuning ke bule-bulean. Juga laut, saya ingin menggambarkan birunya seperti warna mata Donald Trump dan kadang coklat kehitaman bagai mata Kim Yong Un saat gembira menatap rudalnya meluncur melewati udara Jepang. Keduanya manusia menarik dunia dan kekuatannya bagai pil Viagra idaman kenikmatan semua wanita. Dan saya bertanya apakah keduanya masih berkulup seperti patung Dewa Zeus yang telanjang di museum Louvre?”.
Yang mendengar serentak tertawa. Begitu juga lelaki tua pengemudi speedboat wajahnya tersenyum mengangguk-angguk membenarkan. Lalu Oma Jamu yang mempunyai pabrik jamu memakai gaun batik Lasem gambar ayam merak dan bawahan merah purba nyolot membakar suasana.
“Harusnya ada penelitian, mengapa manusia yang berkulup lebih kreatif? Juga hampir semua orang-orang suci berkulup. Apakah karena disunat kecerdasan laki-laki menjadi berkurang. Lihat sejarah perjalanan kemajuan dunia, selalu dilakukan oleh laki-laki yang berkulup. Penemuan-penemuan mutakhir mulai dari nuklir, teknologi komunikasi HP, internet, kapal induk, pesawat ke Bulan dan Mars semua dilakukan oleh manusia yang berkulup. Jadi pembagian dunia bukan lagi Barat dan Timur atau Utara dan Selatan, bahkan lima musim atau dua musim, dunia pertama dan dunia ketiga atau negara nuklir dan non nuklir, kafir dan muslim, tetapi blok dunia kulup dan blok dunia gundul. Tapi Mumi di Mesir berabad yang lalu diketemukan gundul, jadi sama saja kulup atau gundul, saya kan sudah merasakan keduanya, yang penting mak nyusssssssssss…”.
Seluruh penumpang meledak ngakak sambil terbahak sambil menggelengkan kepala. Apa yang dilontarkan Oma Jamu merupakan pengalaman asam garam kehidupan segudang. Badannya masih singset. Pernah kawin cerai sebanyak tiga kali serta berlatar belakang artis. Dua kali kawin resmi dan sekali kawin siri. Belum gosipnya menjadi simpanan cukong, jenderal sampai penguasa pejabat negara. Di lingkaran persahabatan sesama oma dirinya sangat terbuka. Bahkan kecantikannya dengan memakai ‘susuk’ di beberapa tubuhnya sampai yang paling intim pun diceritakan. Semua sahabatnya mengerti bahwa untuk menambah daya pikat wanita berupaya menambah wibawanya dengan susuk sebuah tradisi bangsawan di jaman kerajaan Hindu Budha di Kalimantan. Untuk memasang susuk diperlukan bantuan pawang. Bentuk susuk seperti jarum dan dapat diletakkan sesuai dengan permintaan. Bagi wanita bangsawan atau artis biasanya lebih senang memakai susuk di kening, dada dan diatas vaginanya. Setelah susuk itu masuk ke dalam tubuh tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi susuk itu memang ada karena dalam sebuah operasi, pisau dokter yang melakukan operasi biasanya menemukan susuk yang ditanam itu, karena saat menyayat terdengar pisau menyentuh jarum susuk. Dengan mudah jarum itupun dikeluarkan.
Salah seorang oma berkulit hitam manis memakai atasan gaun batik bergambar burung cenderawasih latar coklat hitam serta celana panjang hitam nimbrung spontan mencoba menggoda dengan bertanya.