Sepasang mata yang sudah dikelilingi kerutan itu melebar saat menangkap sosok cucunya berdiri di ambang pintu. Dia yang sejak tadi terdiam di kamar dan tidak berselera makan meskipun lapar pun bergegas turun dari ranjang.
“Omaa?” Zea berjalan cepat memasuki kamar bercat putih dengan perabot dominan hitam.
Baru beberapa langkah berjalan, Meutia mendapat pelukan dari Zea. Dia pun ikut membalas.
“Oma, maafin Zea, ya?” sesalnya.
“Nggak apa-apa. Aku nggak kangen kamu, aku juga sibuk mainan Hay Day kok.” Meutia coba menyurutkan rasa tidak enak di antara mereka.
Mendengar gurauan itu, Zea terkekeh.
Meutia berjalan ke ranjang mengambil ponsel, lalu mengajak Zea ke ruang makan. Saat melewati ruang tengah, dia melihat Dewa sedang berkutat dengan gawainya.
“Dewa!” Meutia seperti orang terkejut.
Dewa menoleh ke sumber suara dan berdiri. Setelah menyalami dan menayakan kabar sosok yang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri, Meutia mengajaknya ke ruang makan.
“Ini udah malam, Oma. Makan jam segini nggak baik, lo!” Dewa mengingatkan.
Meutia menggeleng. “Nggak makan berat kok. Tadi aku bikin puding dan salad buah, lo!”
“Pakai ituuu!” seru Zea ceria. Tangannya menunjuk ke plastik berisi es krim yang terletak di meja.
“Siip deh!” Oma merenggangkan jemari kanan dan menggoyang-goyangkannya.
Tahu maksud sang oma, Zea menyambut telapak tangan itu dengan sebuah high five. Setelahnya, mereka kompak ke dapur.
Wajah Meutia yang sejak pagi mendung berubah terang. Dengan bibir sedikit tertarik ke atas, dia mengeluarkan makanan yang tadi siang dibuatnya. Dia terkekeh saat cucunya bertepuk tangan heboh dengan binar mata menatap salad dan puding.
“Duh!” Zea menoleh pada pelaku pemukulan lengannya saat akan mencolek saus mayones pedas untuk salad.
“Cuci tangan dulu!” titah Dewa.
Gadis itu menurut tanpa bantahan, lalu kembali dengan membawa garpu dan piring kecil masing-masing tiga buah. Dia membagi-bagikan juga ke Meutia dan Dewa.
Zea menuding seseorang yang baru muncul di ruang makan. "Lo!"
"Aku yang nyuruh nyusul." Seolah Meutia tahu isi pikiran gadis berkaus putih dengan gambar panda besar di bagian depan itu.
Mereka menikmati camilan itu dengan lebih banyak diam. Hanya sesekali Dewa dan Zea bercengkerama, sementara Meutia lebih banyak berinteraksi dengan ponsel. Awalnya, Zea mengira omanya itu tengah bermain Hay Day. Namun, pemikiran itu hilang saat menyadari posisi ponsel yang portrait. Lama-lama Zea curiga, apalagi saat menangkap wajah semringah omanya.
“Oma lagi ngapain, sih?” Zea kepo.