OMBAK

Yuditeha
Chapter #3

Hutan Bakau

Paman Salimi selalu punya pandangan jauh ke depan, terutama soal lingkungan. Baginya, pantai dan laut bukan sekadar hamparan pasir dan air, tapi ekosistem yang saling bergantung. Setiap tanaman, hewan, dan elemen yang ada di sana punya peran penting. Jika satu bagian hilang, maka seluruh rantai akan terganggu. Begitu pula dengan hutan bakau yang tumbuh di sepanjang pantai Srondol. Menurut paman, bakau adalah pelindung alami pantai, garda terdepan dalam menjaga keseimbangan ekosistem pantai dan melindungi daratan dari abrasi.

“Bakau itu bentengnya,” paman pernah berkata padaku suatu sore ketika kami berjalan menyusuri pantai yang mulai sepi oleh pembangunan tambang pasir. “Mereka ini yang menjaga garis pantai agar tidak tergerus oleh ombak. Kalau bakau hilang, maka perlindungan kita juga hilang. Tanpa mereka, pantai ini akan hancur.”

Sejak penambangan pasir mulai menjamur di sepanjang Pantai Srondol, hutan bakau perlahan-lahan menghilang. Daerah yang dulu penuh dengan pohon-pohon bakau tinggi menjulang kini berubah menjadi dataran gersang, dipenuhi lubang-lubang bekas kerukan pasir. Suatu kali, paman bahkan memperlihatkan padaku peta satelit yang ia dapatkan dari seorang kenalan aktivis lingkungan. Peta itu menunjukkan perubahan drastis pada pantai. Di beberapa area, garis pantai sudah mulai tergerus, dan tanaman bakau yang dulunya subur hanya tinggal nama.

“Lihat ini, Dira,” kata paman sambil menunjuk bagian peta yang mulai memudar, “Semakin lama, garis pantai ini akan terus tergerus. Kalau dibiarkan, rumah-rumah di sepanjang pantai akan mulai terendam air laut. Belum lagi ekosistem lautnya. Banyak spesies yang bergantung pada hutan bakau untuk bertahan hidup. Jika bakau hilang, mereka juga akan hilang.”

Aku hanya bisa terdiam mendengar penjelasan paman. Aku tahu betapa seriusnya masalah ini, tapi saat itu, aku tidak pernah menyangka bahwa akibatnya bisa sebesar ini. Paman selalu punya cara untuk menjelaskan hal-hal rumit dengan bahasa sederhana, tapi dampak yang ia ungkapkan begitu mengerikan, hingga rasanya sulit dipercaya bahwa semua ini terjadi begitu cepat.

Penambangan pasir di Pantai Srondol bukanlah hal baru. Sejak aku masih kecil, kegiatan itu sudah ada, meskipun tidak sebesar sekarang. Awalnya, penambangan itu dilakukan oleh penduduk lokal yang hanya mengambil sedikit pasir untuk kebutuhan rumah tangga atau bangunan kecil. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan besar mulai melirik Pantai Srondol sebagai tambang pasir yang menguntungkan. Mereka membawa mesin-mesin besar, menggali pasir dalam jumlah besar, dan mengangkutnya ke luar daerah. Pasir itu dijual untuk pembangunan kota-kota besar, untuk membangun gedung-gedung megah dan jalan raya. Tapi harga yang harus dibayar oleh Pantai Srondol sangat tinggi.

Menurut paman, dampak terbesar dari penambangan pasir itu adalah hilangnya hutan bakau. Tanaman bakau yang dulunya tumbuh subur di sepanjang garis pantai perlahan-lahan hilang. Bakau-bakau yang masih tersisa terlihat layu, akarnya tercabut dari tanah karena penambangan yang terus merusak fondasi tempat mereka tumbuh. Paman sering kali menunjukkan padaku foto-foto yang ia ambil saat ia menyusuri pantai. Di foto-foto itu terlihat jelas bagaimana bakau-bakau itu mulai tumbang satu per satu, meninggalkan tanah yang kering dan tandus.

“Kita tidak bisa hanya berpikir tentang pasir yang diambil, Dira,” kata paman pada suatu malam, saat kami duduk di teras rumahnya. “Setiap pasir yang mereka keruk itu, mereka juga menghancurkan ekosistem bakau. Dan jika bakau hilang, maka seluruh ekosistem pantai ini juga akan hancur.”

Bakau bukan hanya pelindung pantai, tapi juga rumah bagi berbagai jenis satwa. Berbagai spesies ikan, udang, dan kepiting hidup di antara akar-akar bakau yang melindungi mereka dari predator. Burung-burung juga sering kali menjadikan hutan bakau sebagai tempat berlindung dan bersarang. Tapi kini, dengan hilangnya bakau, hewan-hewan itu kehilangan rumah mereka. Nelayan setempat juga mulai mengeluh karena tangkapan mereka semakin berkurang. Ikan-ikan yang dulu mudah ditangkap di dekat pantai kini harus dicari jauh ke tengah laut.

“Dampaknya ini bukan hanya soal ekosistem laut, tapi juga ekonomi masyarakat sekitar,” paman melanjutkan. “Nelayan semakin sulit mencari ikan. Mereka harus pergi lebih jauh, lebih lama di laut. Dan itu membahayakan mereka, terutama saat cuaca buruk.”

Lihat selengkapnya