Michel seharusnya ingat kalau Darren adalah anak seorang crazy rich. Michel juga seharusnya tahu kalau ia bersekolah di sekolah negeri tempat para pejabat dan orang-orang kaya menyekolahkan anak-anak mereka. Michel juga salah satu dari anak pejabat bukan? Meskipun jabatan ayah Michel tidak seterkenal anggota DPR atau bahkan direktur utama sebuah perusahaan.
Ayah Michel hanya seorang Auditor di BPK. Tugas beliau mengawasi laporan keuangan pemerintah di beberapa daerah dan instansi. Menurut Michel, keluarganya sudah bisa dikatakan mampu secara finansial. Tapi sekali lagi, Darren adalah anak seorang crazy rich. Hanya orang terlampau kaya saja yang mau pamer membawa mobil dua pintu keluaran terbaru.
Cewek berambut uban itu hanya bisa berdiri ternganga melihat mobil Toyota GR Supra yang berhenti di depannya. Mobil yang menjadi angan-angan bagi Michel, digunakan Darren untuk pergi ke sekolah. Seandainya Michel yang punya mobil itu, ia tidak ingin mobil sebagus itu menginjak aspal jalan nasional yang tidak rata. Padahal Theo sebelumnya juga ikut pamer mobil Mazda MX-5.
Cewek berambut uban itu mulai heran, bagaimana bisa orang tua mereka mengijinkan anak SMA mengendarai mobil mewah ke sekolah? Bukankah mereka seharusnya naik angkutan umum dan mengurangi polusi udara sekaligus menambah pendapatan para supir?
"Jangan bengong, ayo masuk. Aku antar pulang," seru Darren dari balik kemudi mobil dua pintu.
Michel tidak menjawab. Cewek itu mengedarkan pandangan ke seluruh gerbang sekolah dan area parkir. Suasana di area gerbang memang sepi. Ada beberapa mobil yang terparkir namun tidak melihat ada orang lain di sana. Sayang, pengelihatan Michel tidak jeli. Ia tidak menyadari ada beberapa pasang mata anak kelas 12. Tentu saja anak-anak seangkatan Darren itu melihat Michel masuk ke mobil mewah milik si cowok ganteng.
Hal pertama yang Michel lihat adalah betapa bagusnya dashboard mobil Darren.
"Pakai dulu sabuk pengamannya ya," ucap Darren yang sukses memecah lamunan Michel.
Buru-buru cewek berambut uban itu memasang sabuk pengaman.
"Gugup banget sih? Biasa aja. Katamu, kamu enggak suka sama cowok kayak aku. Kenapa sekarang malah gugup begini?" ledek si pengemudi.
"Bukan kamu, tapi mobilnya. Ini Supra loh. Ini Supra!" kilah Michel yang suaranya malah meninggi.
"Gimana? Kamu suka sama mobilku?" goda Darren yang sekaligus pamer kekayaan.
Cowok itu tertarik dengan reaksi Michel saat melihat cewek berambut uban itu, mengelus dashboard mobil dengan wajah berbinar-binar. Seolah-olah mobil Darren adalah cinta pertamanya.
"Orang tuamu nyicil berapa lama buat lunasi mobil ini? Gila ya kamu bawa Supra ke sekolah. Kalo aku jadi kamu, ini mobil enggak bakal aku pakai di jalan raya. Mending pakai mobil yang biasa aja deh kalau ke sekolah," komentar Michel yang masih kagum dan mengelus-elus dasboard.
"Ini mobilku. Bukan milik orang tuaku," protes Darren.
"Tapi kan belinya pake duit orang tuamu. Mana mungkin kamu punya banyak uang, lulus sekolah aja belum. Apalagi punya usaha dan jadi CEO. Kalaupun kamu jadi CEO, itu pasti karena warisan orang tuamu. Iya kan'?" cetus Michel.
Tanpa sadar genggaman tangan Darren di kemudi semakin menguat. Cowok itu ingin membantah ucapan Michel, tapi tidak bisa menyangkal kenyataan yang ada. Menjadi anak tunggal dari seorang crazy rich bukan sepenuhnya kebanggaan Darren. Ia menyadari betul banyak orang yang ingin mendekati dengan berbagai maksud tertentu. Entah itu karena koneksi, harta, privilege dan lainnya. Selama ini, tidak ada orang yang mengatakan sesuatu seperti Michel. Cewek berambut uban itu terlampau jujur sampai kata-katanya menusuk hati Darren.
Mobil mewah Darren sudah berada di jalan nasional. Jalan menuju rumah Michel tidaklah sulit dijangkau. Setelah melewat dua pabrik karoseri bus, mobil Darren putar balik di depan pabrik kosmetik. Kemudian mengambil jalur sebelah kiri dan membelok di sebuah gang tanpa gapura. Tak lama, Michel mengarahkan untuk berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar kayu setinggi 2 meter. Setelah mematikan mesin, Michel baru melepas sabuk pengaman.
"Mampir dulu yuk, aku bikinin teh lemon pakai gula batu. Ayah kemarin pulang dari Jogja bawa gula batu yang kuning dua kilo, sama teh Tjatut. Apalagi pohon jeruk lemonnya Ayah udah waktunya di panen. Mampir dulu ya?" tawar Michel yang tiba-tiba jadi cerewet.
"Iya boleh. Kebetulan aku lagi gak ada kegiatan hari ini," jawab Darren.
Ini pertama kali Darren datang ke rumah Michel. Di balik pagar yang menjulang cukup tinggi, rumah Michel memiliki halaman depan yang luas. Setelah melewati pagar, berbagai tanaman menyambut siapapun yang masuk ke halaman. Michel sempat turun memetik beberapa buah lemon. Kemudian cewek yang menjadi tuan rumah mengarahkan mobil Darren parkir di depan rumah. Michel menutup pintu pagar dan mengajak si kakak kelas menuju pintu rumah.
Belum sempat mengetuk, tiba-tiba pintu rumah terbuka. Seorang lelaki paruh baya dengan rambut keriting putih berdiri di antara kusen pintu.
"Oh tumben, Michel bawa teman ke rumah?" tanya sang Ayah.
"Iya, ini Darren. Yang kemarin ikut di tangkap Satpol PP bareng Michel," kata si anak gadis.
Darren berdiri di belakang Michel dengan senyum ramah. Ia juga sudah merapikan baju dan rambut agar terlihat lebih sopan.