Beberapa anak kelas 11 dan 12 dipanggil. Para Guru BK yang memilih mereka. Sekitar 12 anak dikumpulkan di rumah BK. Tak ayal ruangan sempit itu kini menjadi sesak. Ada tiga anak kelas 12 yang dipanggil dan empat siswa kelas 11. Semua anak itu ditunjuk oleh guru BK sesuai kesepakatan antara Arwin dan orang tua Prisil dan teman-temannya.
Jemari Michel bergerak mengetuk lututnya sendiri. Ia benar-benar gugup dan khawatir. Berharap semua berjalan lancar seperti harapan si cewek berambut uban. Pandangan Michel tidak bisa terfokus, beberapa kali ia melirik wajah semua di ruangan. Ibu Prisil tampak tenang, berbeda dengan si anak yang terlihat tidak peduli. Begitu pula dengan teman-teman Prisil. Raut muka para guru BK terlihat serius. Gerakan jari Michel semakin tidak karuan. Tiba-tiba tangan besar Arwin menggenggam tangan si adik.
"Michel tidak bersalah di sini. Tidak perlu takut," bisik si kakak.
Ketukan jari Michel berhenti. Kemudian cewek berambut uban itu menarik napas dalam-dalam.
"Sekarang kita dengarkan testimoni siswa kelas 11 dan 12 yang saya pilih dengan acak." Sang guru BK yang berambut cepak dengan name tag bertuliskan "Anji", membuat semua mata fokus ke arah sekumpulan siswa yang akan memberikan testimoni.
Siswa yang memberi testimoni berbaris sesuai kelas masing-masing. Kelas 12 ada di barisan belakang sedangkan kelas 11 di barisan depan. Ini karena ruang BK tidak memiliki kursi dan ruang yang tersisa cukup sempit.
"Ceritakan yang kalian tahu tentang Isna Michelia Gauri dari kelas 11 IPA 3!" titah sang guru BK.
Para siswa yang memberi testimoni saling berpandangan satu sama lain. Kemudian seseorang di tengah barisan kelas 11 mengangkat tangan dan memberikan testimoni.
"Saya hanya tahu Michel anak pindahan waktu awal semester. Cuma beberapa hari namanya sering di sebut di grup angkatan gara-gara berita hoaks sama gosip kalau dia deket sama Darren," jelas salah satu siswa kelas 11.
"Saya juga, saya tidak benar-benar kenal dengan Michel. Tapi saya sering lihat dia belajar kelompok di perpustakaan kalau pulang sekolah," jawab siswa yang lain.
"Saya teman sekelas Michel. Awalnya anak-anak pikir dia anak orang miskin yang dapat beasiswa, soalnya pulang pergi selalu naik angkot. Saya baru tahu akhir-akhir ini kalau dia anak pejabat juga. Dia dekat sama Rani yang juga pendiam. Dia orangnya baik. Tiap kerja kelompok dia jarang mengeluh kayak Rani. Jadi sering dia yang mengerjakan tugas kelompok sendirian," jelas siswa yang berdiri di sebelah kanan pemberi testimoni pertama.
"Saya juga teman sekelasnya Michel. Dia memang agak terasing di kelas karena banyak yang mengira dia anak orang miskin. Apalagi dia sering bolos juga. Saya malah takut dia di-bully sama anak kelas 12. Soalnya ada anak kelas 11 IPA 1 yang di-bully dan sering bolos juga gara-gara di-bully," jelas siswa kelas 11 yang berdiri di posisi kanan.
Kini semua mata menuju ke arah anak kelas 11 si pemberi testimoni terakhir. Ibu Prisil malah melotot tidak terima.
"Apa maksudmu?! Kamu menuduh anak saya?!" bentak beliau kepada si pemberi testimoni.
Bentakan itu membuat siswa kelas 11 kaget sekaligus takut. Jelas sekali orang tua Prisil ingin mengintimidasi siswa pemberi testimoni.
"Oh jadi anak ibu benar-benar pem-bully?" tanya Arwin sambil tersenyum miring.
Tentu saja perhatian si istri pejabat berpindah kepada Arwin. Bahkan semua orang kaget mendengar ucapan si lelaki berambut keabu-abuan.
"Kamu sudah bayar anak-anak ini bukan?!" tuduh beliau.
"Apa bukti saya membayar mereka? Saya hanya seorang ajudan pejabat. Anda istri pejabat. Jelas saya tidak punya banyak uang seperti anda. Kalau memang anak anda bukan pem-bully, seharusnya anda tidak perlu emosi. Benar begitu bukan?" balas Arwin dengan nada tenang, "Silakan dilanjutkan testimoninya."
Orang tua Prisil hanya bisa diam dengan wajah kesal. Keberanian mulai muncul kembali di wajah para siswa pemberi testimoni. Meskipun masih ada rasa takut, testimoni kemudian dilanjutkan. Salah satu anak kelas 12 kini mendapat giliran memberikan testimoni.
"Saya dari kelas 12 IPS 3. Saya tidak tahu siapa Michel. Saya juga tidak mengenal Michel," kata salah seorang anak kelas 12.
"Saya juga tidak kenal dengan Michel," kata anak di sebelah kiri pemberi testimoni pertama.