Tidak seperti kemarin, kini Darren duduk di kursi penumpang. Michel berada di balik kemudi. Tangan kanan cewek berambut uban itu memegang setir, sedangkan tangan kirinya membawa kacang. Sepanjang perjalanan Michel tidak berhenti mengunyah kacang. Seharusnya ini tidak boleh, karena hampir sepanjang jalan tangan kiri Michel hampir tidak menempel di setir. Mereka kini menuju ke arah daerah Wates dan Kulon Progo. Michel sempat menjelaskan kalau ia berniat mengunjungi makam ibunya dan ke rumah kerabat yang menggarap sawah milik ayahnya.
"Dari tadi makan terus. Gemuk dan jerawatan nanti kamu," sindir Darren.
"Biarin, kalo aku gemuk kan nanti kamu yang pergi. Lagian kacang itu asupan dopamin loh. Bisa menambah konsentrasi dan protein," kilah Michel sambil mengunyah kacang.
"Emang enggak bosen makan kacang terus? Waktu belajar di perpustakaan kamu juga makan kacang. Di kantin pasti beli makanan yang ada kacangnya. Kamu obsesi sama kacang?" tanya Darren penasaran.
"Sebegitunya kamu stalking aku?" tanya Michel balik.
"Stalking? Bukan, hampir tiap kali kita ketemu, selalu ada bungkus kacang, kacang, kacang, dan kacang. Sekarang kamu juga makan kacang. Tadi ayahmu juga bawain kacang. Kalau terang-terangan gitu jelas aku tau kan?" kata Darren.
"Hmn, boleh juga observasimu. Tapi otakku lagi fokus ke jalan sama ngunyah kacang. Nanti ya aku jawab. Jangan lupa ingetin biar gak lupa," sahut Michel yang tidak mengalihkan pandangan dari jalan.
Darren malah ternganga mendengar jawaban Michel. Ia ingin sekali menjawab ucapan Michel, tapi diurungkan. Si cowok ganteng menghormati keputusan Michel. Sepanjang perjalanan cowok itu memilih diam sambil memainkan smartphone. Tak terasa mereka sampai di tujuan yang pertama.
Sekali lagi, Darren ternganga saat melihat sekitar tempat tujuan. Sebuah stasiun kosong yang terbengkalai adalah tempat tujuan pertama mereka.
"Kamu kerasukan jin? Setan? Atau apa? Ngapain kita berhenti di tempat kayak gini?" tanya Darren dengan dahi berkerut.
"Hunting-lah," sahut Michel.
Cewek berambut uban itu mengambil tas kamera berwarna hitam yang di gantung di belakang jok pengemudi.
"Hunting? Hunting apaan di sini? Hantu?" cecar Darren.
Kini giliran Michel yang alisnya bertaut.
"Hah? Ngapain cari hantu? Mau foto kereta aku tuh," tukas Michel.
"Bukannya kamu bilang kapan lalu mau foto kereta di stasiun Lempuyangan? Kenapa malah ke antah berantah kayak gini?" Protes Darren sambil melirik sekitar stasiun yang terbengkalai itu.
"Oh, itu soalnya kita berangkat kesiangan. Kereta yang aku incar sudah berangkat ke Surabaya waktu aku masih ngobrol sama ayah. Aku geser ke Stasiun Kalimenur sekalian. Jadi aku bisa ambil foto kereta yang dari Purwokerto, sama kereta yang menuju ke Bandung sama Jakarta. Spot di sini juga bagus soalnya. Jalan keretanya bentuk huruf 'S' gitu," jelas Michel sambil mengotak-atik kamera Sony A7 Mark III kesayangan beserta lensanya.
Darren hanya bisa menatap Michel lekat-lekat. Karena kini ada pertanyaan tambahan yang muncul di kepala cowok itu. Meskipun ini adalah momen terbaik untuk menggali informasi tentang Michel dan keluarganya, tapi cowok itu masih tidak bisa menerka isi pikiran atau jalan pikiran Michel.