On The Inside

Fuseliar
Chapter #22

Obrolan tentang Teman

Seperti biasa Darren mengumbar senyum dan perhatian kepada Michel. Michel mengakui, dopaminnya meningkat saat ia berdua dengan Darren. Hanya saja pemandangan orang-orang yang saling berbisik seperti debu di layar laptop, mengganggu pemandangan.

"Darren, orang tuamu gimana? Kamu kok masih nempel sama Michel? Bukannya kita sudah impas?" tanya Michel.

Sebenarnya Michel ingin sendirian. Kalau bisa ia tidak mau bertemu Darren. Apalagi makan pecel semeja bersama Darren. Bukan karena ia risih dengan tatapan orang-orang di kantin, tapi ia tidak ingin Rani cemburu. Michel takut, kalau Rani cemburu, ia bisa kehilangan Rani. Tapi Darren terus saja muncul di sekitar Michel. Itu sangat jauh dari perkiraan Michel. Karena Michel mengira Darren akan menjauh dari Michel.

"Aku cuma milih orang yang menurutku pantes dijadikan temen. Kamu salah satunya. Lagian gak ada salahnya kan aku jadi temenmu?" jawab Darren.

"Tapi kenapa Darren pilih Michel? Michel enggak ngerti," sahut Michel yang makin bingung

"Emangnya kita harus punya alasan buat temenan? Urusan orang tua kita itu urusan orang dewasa kan? Kita ini masih jadi anak sekolahan, kenapa harus bingung?" balas Darren.

Michel tidak menjawab lagi. Cewek itu memilih diam. Itu pilihan paling baik dan rasional bagi Michel. Mengingat Theo pergi begitu saja setelah ditolak Rani. Michel jadi takut Rani juga akan berakhir sama. Setelah menyelesaikan makanannya, cewek berambut uban itu pamit dan pergi. Tidak ada obrolan yang diangkat. Keseharian Michel berlanjut seperti biasa, semuanya berjalan serba otomatis.

Namun ada satu perbedaan yang membuat Michel semangat lagi. Sebuah mobil Honda H-RV putih terparkir di halaman rumah. Pertanda kakak si cewek berambut uban pulang ke rumah. Gadis itu cepat-cepat memarkir motor dan membuka pintu rumah.

"Assalamualaikum!" ucap Michel yang buru-buru masuk.

"Waalaikumsalam!" Arwin menuju ruang tengah menengok si adik yang baru saja datang. Si adik langsung melepas sepatu dan kaus kaki di sofa depan TV. Sedangkan si kakak duduk di sebelah Michel.

"Tumben kak Arwin pulang duluan?" tanya Michel.

"Kakak lagi kepengen pulang aja. Michel mau makan apa hari ini? Kakak yang traktir," tawar Arwin.

Tentu saja si cewek berambut uban menjawab dengan secepat kilat.

"Seblak! Seblak yang pedes pake ceker sama baso yang banyak!"

Ekspresi girang terpancar di wajah Michel. Tapi Arwin yang malah melengos.

"Kamu kira kakakmu ini gak punya duit apa? Kalau seblak aja kamu bisa beli sendiri. Yang lain kenapa? Pilihan makanan banyak tau, gak cuma seblak, ayam geprek sama Indomie," protes Arwin.

Michel masuk ke mode berpikir. Sebenarnya Michel tidak punya keinginan yang aneh-aneh. Karena bagi Michel, beli kopi Starbucks yang harganya diatas 30 ribu, rasanya tidak seenak kopi cafelatte di Alfamart. Ya, mungkin selera Michel yang terlalu miskin untuk gaya hidup orang kaya. Termasuk makan makanan di restoran mahal, bagi Michel ayam geprek seharga 15 ribu lebih masuk akal.

Lihat selengkapnya