Michel merebahkan kepala di atas meja sambil menatap soal-soal matematika dan fisika. Kepala gadis berambut uban itu terasa panas. Butuh asupan es teh dan kacang. Berbeda dengan Rani yang masih terlihat serius mengerjakan soal-soal. Ujian Semester sudah di depan mata. Dua minggu lagi lebih tepatnya. Untuk mengejar nilai yang tertinggal, Michel harus maraton belajar dari pulang sekolah sampai jam 4 sore. Mata pelajaran yang dipelajari jelas mata pelajaran eksak, terutama Kimia.
Michel paling tidak suka mata pelajaran kimia. Sedikit berbeda dari fisika, bagi Michel persamaan kimia seperti persamaan imajiner. Tidak jelas, abstrak, dan ia hampir tidak mengerti bagaimana ceritanya persamaan seperti itu bisa ditemukan. Selain itu masalah limit dan diferensial di fisika yang muncul lebih dulu ketimbang matematika juga menjadi masalah baru bagi Michel. Karena jika diberi persamaan yang sedikit berbeda dari contoh, Michel tidak bisa mengerjakan. Belum termasuk trigonometri yang selalu muncul dan menghantui setiap rumus di matematika dan fisika.
"Michel udah nge-lag ya?"
Ucapan Rani disetujui dengan anggukan kepala.
"Ini baru jam 3 loh. Kita masih ada sejam lagi. Ayok semangat. Biar Ujian semester besok bisa dapat nilai bagus."
Si cewek berambut uban kembali menegakkan kepala dan meneguk air mineral. Setelah fokus gadis itu mulai naik, ia kembali mengerjakan soal-soal.
Sayangnya konsentrasi Michel tidak bertahan lama. Seorang lelaki tiba-tiba datang menghampiri mereka dengan senyum lebar.
"Wah, kalian rajin banget. Kayaknya aku telat jauh banget ya?" sapa lelaki itu.
Tentu saja Michel dan Rani kaget melihat lelaki itu.
"Kak Darren? Enggak pelajaran tambahan di kelas?" tanya Rani.
"Udah selesai barusan. Soalnya tadi anak kelas 12 try out. Jadi pelajaran tambahan ditiadakan. Tapi jam pertama mundur. Makanya aku bisa mampir ke sini," jelas si kakak kelas.
"Aku kira Darren udah gak bakal mampir lagi? Soalnya urusan kita udah selesai," sahut Michel.
"Kata siapa? Urusan kita belum selesai," tukas Darren.
Ucapan Darren sukses membuat Michel makin bingung. Pasalnya gadis berambut uban itu sama sekali tidak mengerti apa yang masih mengikat diantara mereka berdua. Terlebih sejak awal, Michel tidak menganggap Darren sebagai sahabat dekat seperti Rani.
"Maaf ya Rani, aku enggak bermaksud mengusir kamu. Tapi aku ingin kamu jadi saksi," ucap Darren.
Alis Michel makin bertaut. Disusul Darren yang meraih telapak tangan kanan Michel. Cowok itu menggenggam gadis itu dengan wajah semburat merah.
Rani yang mulai memahami situasi reflek menutup bibir dengan tangannya. Sedangkan si cewek berambut uban malah masih bingung melihat tingkah laku Darren.