Ruangan yang ditempati Lina cukup luas. Ada sofa berbentuk L dan meja kopi. Brankar tempat Lina berbaring ada di tengah ruangan. Di samping brankar ada meja nakas yang dipenuhi buah dan cemilan. Syams duduk di samping brankar menatap kecut Lina yang menyusui bayi perempuan.
"Mau dikasih nama apa itu bayi?" tanya satu-satunya pria yang berada di ruangan itu.
Lina melirik sejenak pria berambut putih keriting yang duduk di samping brankar.
"Hmn? Aku enggak nyangka kamu masih mau menanyakan nama anak ini. Bukannya nama anak ini sudah tidak penting lagi?" ucap Lina penuh sarkasme.
Tatapan Syams makin tajam. Alis pria itu bertaut dan napasnya makin menderu.
"Aku cuma butuh buat pencitraan. Siapa nama itu bayi?" tanya Syams dengan nada meninggi.
"Nanti kalau akta kelahirannya sudah jadi aku kirim ke kamu."
Syams berdecak lidah dan berdiri mendekati Lina. Masih dengan ekspresi yang sama Syams memegang bahu Lina.
"Masih kurang puas apalagi kamu? Aku sudah menuruti kemauanmu. Sekarang aku mau kita cerai!" tuntut Syams.
Lina menoleh ke arah Syams untuk pertama kali. Bibir wanita itu menjungkit miring ke atas.
"Kamu sudah jadi kepala BPK perwakilan Jawa Timur kan? Kamu yakin mau mengorbankan reputasimu?"
Kepalan tangan Syams makin menguat. Bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tidak sampai keluar dari tenggorokan. Ia hanya bisa menatap wanita di depannya dengan gigi yang bergemeletuk.
"Bagus kalau kamu sudah mengerti. Pada ujungnya, permasalahan kita tidak perlu diumbar seperti aib selebriti. Cukup hanya kita berdua yang tahu ini Syams. Sekarang kamu sudah dapat posisi yang kamu mau. Pejabat eselon dan auditor. Aku sudah memberimu jalan untuk ambisi dan idealismemu kan? Sedikit diam dan berbohong tidak ada salahnya. Begitu orang-orang melihat kesempurnaanmu, kawan dan lawan akan berdatangan. Itulah seni seorang politisi."
Ucapan Lina seperti duri di telinga Syams. Pria itu ingin membantah, tapi logika menghentikannya.
"Tenang Syams, aku tidak akan merepotkanmu. Kita bisa tinggal terpisah. Kau hanya perlu memastikan datang di waktu-waktu tertentu buat pencitraan. Aku tidak peduli kau mau selingkuh atau punya istri kedua. Lakukan apa yang kau suka. Aku hanya ingin membesarkan anak ini," tambah wanita yang tengah menggendong bayi itu.
Syams hanya bisa diam. Ia berjalan menuju pintu kamar. Tepat saat ia akan memutar daun pintu, tiba-tiba pintu itu terbuka. Seorang remaja laki-laki masuk ke ruangan itu. Setelah remaja itu masuk, Syams pergi meninggalkan ruangan.