On The Inside

Fuseliar
Chapter #35

Side Story Part 7

Michel merebahkan diri di kursi paling belakang. Di depan Michel dua captain seat diisi oleh ayahnya dan calon istrinya ayahnya sedangkan kakak Michel duduk di samping sopir. Gadis berambut uban itu hanya bisa diam mengamati suasana mobil yang hening. Tidak ada sepatah kata yang terucap dari dalam mobil sejak keluar dari area parkir Pelabuhan Gilimanuk.

Di tengah kebosanan yang mulai melanda pikiran, Michel mengeluarkan ponselnya. Jalanan yang rata, suspensi mobil yang prima, ditambah dengan gaya mengemudi sopir yang halus adalah sebuah kenyamanan yang gadis itu syukuri. Karena itu ia membuka aplikasi game online di ponselnya. Sayang, saat menunggu loading screen perut Michel berbunyi cukup keras. Memperingatkan si gadis berambut uban untuk mengisi perut. Hanya saja, suara perut Michel tidak begitu terdengar. Setidaknya getaran di perutnya cukup mengalihkan fokus gadis itu.

Michel meletakkan ponselnya sejenak. Ia pelan-pelan mendekati ayahnya yang duduk di depan. Kemudian pelan-pelan gadis itu menepuk pundak ayahnya.

"Ayah," panggil Michel.

"Hmn?"

"Boleh gak mlipir bentar?"

Pria paruh baya itu akhirnya menoleh ke arah si anak gadis.

"Ada apa? Michel mau ke toilet?" tanya sang Ayah.

"Enggak. Michel laper. Dari tadi pagi belum makan. Ayah enggak ada keinginan isi perut kah?" jelas si anak gadis dengan wajah memelas.

"Iya nih. Perutku juga laper," sahut Widya yang tiba-tiba masuk ke dalam pembicaraan.

Michel menoleh sejenak ke arah Widya. Wanita paruh baya itu membalas dengan senyum lebar dan kedipan mata. Melihat respon positif dari calon istri ayahnya, Michel makin berbinar-binar.

"Ayah kan sayang sama Michel sama Calon Istrinya Ayah, masa Ayah tega bikin kita kelaparan. Beli makan dulu ya Yah?" bujuk si anak gadis.

"Iya, kamu sama Arwin juga belum sarapan. Jangan sampai kalian berdua malah kena busung lapar," ucap Widya yang juga ikut membujuk Ayah Michel.

"Iya nih. Masa anak pejabat malah kena busung lapar?" sahut Arwin dari bangku depan.

Syams menghela napas. Pria itu menggelengkan kepala setelah melihat situasi yang absurd ini.

"Ini kenapa sih? Yaudah tinggal cari restoran yang searah kan?" balas Ayah Michel.

Senyum merekah di wajah Michel. Ia bersorak kegirangan sambil kembali duduk di belakang. Arwin dan Widya kompak mencari restoran dan mengarahkan sopir ke restoran yang dimaksud.

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di restoran yang dituju. Hal pertama yang Michel lakukan ketika datang, adalah berkeliling di area restoran. Sementara Arwin dan Widya berkutat dengan menu makanan yang akan dipesan, Ayah Michel mengikuti si anak gadis yang mulai jalan menelusuri restoran itu.

Restoran tempat mereka singgah ada di pinggir jalan nasional. Memiliki area parkir yang luas, cukup untuk kendaraan besar seperti bus. Gedung utama restoran tampak seperti gedung pertemuan. Di teras gedung utama terdapat meja-meja untuk para pengunjung. Bagian dalam gedung terdapat aula besar yang terkunci. Area restoran yang luas ini memiliki mushola yang cukup luas di gedung kecil yang tidak jauh dari gedung utama restoran. Gedung mushola berlantai dua, di lantai pertama sebagai mushola, di lantai atas terdapat ruangan yang juga terkunci. Di antara gedung utama restoran dan mushola terdapat taman yang luasnya melebar ke arah pantai. Di taman yang luas itu terdapat gazebo-gazebo kecil dan taman bermain anak.

Michel menyusuri taman restoran hingga ia sampai di pagar terluar. Dari sana pemandangan ombak pantai yang menerjang karang terlihat jelas. Angin laut yang sepoi-sepoi nan sejuk jadi penyelaras teriknya matahari. Syams yang sedari tadi mengekor di belakang Michel, kini berdiri di sebelah gadis itu. Keberadaanya sukses mengundang perhatian si gadis berambut uban.

"Ayah ngapain di sini?" ucap si gadis remaja yang memulai pembicaraan.

"Ngikutin Michel. Soalnya Ayah mau ngobrol bentar sama Michel," jawab pria yang lebih tua.

"Ayah mau ngomelin Michel ya? Gara-gara Michel bawa kabur anggreknya Ayah."

Lihat selengkapnya