Dengan apa kita membeli surga?
Sejatinya, Allah Taala telah menganugerahkan diri dan harta sebagai modal untuk kita berniaga di dunia. Kitalah yang menentukan, apakah kita menjadi orang yang beruntung atau orang yang merugi? Apakah kita akan menggunakan modal itu sebaik-baiknya ataukah menyia-nyiakannya?
Dunia ini sebagai arena berkompetisi. Dunia ini sebagai tempat kita bertransaksi jual-beli. Orang yang beruntung ialah yang dapat memanfaatkan setiap waktu dan kesempatan serta segala fasilitas yang telah Allah Taala siapkan untuk meraup sebanyak-banyaknya kebaikan. Sedangkan orang yang merugi ialah yang menyia-nyiakannya dan menjual dirinya demi kesenangan dunia yang sebentar.
Orang beruntung adalah seorang yang cerdas. Mereka menukar sesuatu yang fana sifatnya dengan sesuatu yang lebih agung dan kekal. Mereka adalah orang-orang beriman, beramal saleh, menebar kebajikan, saling berkasih-sayang, mewasiati dalam kebenaran dan kesabaran.
Dengan apa kita membeli surga? Tentunya dengan amal-amal terbaik kita. Meski amal kita ringan dan kecil tampaknya, jika berkenan di sisi-Nya serta mendapat rida-Nya, itulah amal yang dapat mengantarkan kita ke surga. Jangan sekali-kali meremehkan amalan kecil. Bisa jadi itulah amal terbaik yang paling diridai-Nya. Amalan kecil yang disertai keikhlasan bisa jadi merupakan “tiket” kita untuk meraih rida dan surga-Nya.
Ada sebuah cerita mengenai seorang pelacur dan seekor anjing. Perempuan yang setiap harinya menggadaikan kesucian dan kehormatannya kepada pria hidung belang itu telah mendapat ampunan dari Allah. Walau berlumur dosa dan keburukan, ia mendapat tiket surga karena menolong seekor anjing yang kehausan. Ia sempat mengobati dahaga anjing itu dengan memberinya air. Perbuatan perempuan yang terkesan ringan itu telah dianugerahi rahmat oleh Allah Swt.
Cerita tentang seorang pembunuh berdarah dingin juga menarik untuk kita simak. Ia sudah menghabisi 99 nyawa manusia dan seorang rahib. Tubuh bergelimang dosa dan maksiat itu menyadarkannya untuk bertobat. Singkat cerita, kala ia menelusuri jalan menuju pertobatan, saat itulah ajal sedang menjemputnya. Meskipun hanya selangkah lebih dekat dari jalan dari pertobatan, tetapi ia diampuni oleh Allah.
Para sahabat “membeli” surga dengan berjihad fi sabilillah. Mereka “membeli” surga dengan darah mereka. Para ulama “membeli” surga dengan ilmu yang bermanfaat. Para dermawan dengan harta benda mereka, dai dengan pengorbanan dan dakwahnya, para pemimpin dengan keadilan dan tanggung jawab mereka, orang mukmin “membeli” surga dengan ketakwaan dan amal salehnya. Banyak jalan untuk “membeli” surga.