Aho, si brengsek, sepagi ini sudah membangunkanku, padahal jarum jam masih menunjuk angka delapan. Aku sangat bermasalah dengan itu karena aku terbiasa bangun di atas jam sepuluh, itu juga yang menjadi alasan aku sering bolos mata kuliah pagi, dan selama ini tak pernah jadi masalah untuk orang rumah apalagi dosenku. Sedangkan di sini, aku dipaksa bangun pagi oleh orang yang hampir saja kuhajar semalam. Kalau sekali lagi dia berusaha membangunkan dengan menepuk-nepuk pundakku, akan kupukul kepalanya. Anggap saja sebagai salam perpisahan, sekalian merapel dendamku semalam.
Seketika aku mengubah niatku dan menjadi sangat antusias, ketika tahu maksud dari Aho membangunkanku untuk berpamitan. Rupanya semalam aku pun salah dengar perihal rencana pulang Aho, ternyata dia hanya akan pindah lembaga bimbingan belajar. Bimbingan apa, aku tak begitu menyimak, yang jelas ada di jalan Brawijaya. Terserah mau pindah ke mana, yang penting dia tidak lagi sekamar denganku. Sebelum pergi Aho sempat memberi nasihat agar aku selalu menutup pintu kamar dan jangan sampai meninggalkan dompet juga ponsel ketika pergi keluar. Dia pun memberi tahu perihal berhasil atau tidaknya bimbingan tergantung dari sungguh-sungguh atau tidaknya setiap individu. Pikirku, baik juga Si Aho, sepertinya aku terlalu buruk menilainya. Jabat tangan ikhlas aku beri untuk membayar nasihatnya. Dan aku baru menyadari, dia memeluk beberapa buku yang kutahu isinya tergolong berat. Aku bilang seperti itu karena aku pernah membacanya, buku tentang catatan para mantan pemimpin dunia dan kritik para filsuf abad ke 19 pada filsuf di abad pertengahan. Sepertinya aku benar-benar terlalu menyepelekan dia. Aku sempat menanyakan padanya perihal dari mana dia mendapat buku-buku itu. Dia menyebut nama sebuah toko buku dan dengan detail menerangkan bagaimana aku bisa sampai ke toko itu. Ya, sepertinya aku wajib menyambangi toko buku itu. Aku merasa butuh bacaan selama di tempat ini, terlebih ketika menjelang tidur dan keramaian sudah surut.
Kembali kurebahkan badan untuk coba melanjutkan mimpi. Kini aku menempati kamar sendiri, tak mustahil lagi merentangkan tangan dan kaki di kasur sejadi-jadinya. Menurut info dari Aho, bimbingan baru akan dimulai besok karena ini hari Minggu, hari di mana semua kegiatan bimbingan di kampung Inggris ditiadakan, Sabtu dan Minggu lebih lengkapnya. Melegakan, aku masih bisa bersantai.
Di saat mulai memasuki antara dunia nyata dan mimpi, kudengar ada yang membuka pintu depan. Rupanya seorang peserta bimbingan baru. Aku menemaninya mengobrol di teras sembari dia menunggu arahan tutor untuk tahu akan di kamar mana dia selama proses bimbingan. Sebagai orang baru di sini, kupikir wajar jika mungkin dia sepertiku, butuh teman agar lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dewasa, cerdas, menggilai sains, engineer muda sebuah perusahaan besar yang berafiliasi dengan perusahaan pembangkit listrik tenaga air di luar negeri, begitulah kira-kira sosok Aji. Ya, Setyadarma Aji.