Salena baru saja menutup pintu ruangan KIR—Karya Ilmiah Remaja. Dia merupakan wakil ketua ekskul KIR di sekolah, yang setiap pagi akan mengunjungi ruangan itu untuk mengambil beberapa lembar kertas berisi rumusan masalah yang kemudian akan dibawanya ke perpustakaan.
Ada lima lembar kertas di tangannya yang sedang dia bolak-balik, untuk memastikan dia tidak salah ambil. Langkahnya terayun pelan, melewati ruang PASKIBRA yang pintunya mendadak dibuka.
Agfa muncul, kembali menutup pintu di belakangnya. Tadi pagi, saat berangkat sekolah, Salena tidak melihat Agfa menyalakan motor di depan rumahnya seperti biasa. Agfa bilang hari ini dia berangkat lebih pagi karena harus melatih anak kelas X latihan upacara.
“Dari mana?” Agfa menyejajari langkah Salena.
Salena menunjukkan kertas di tangannya. “Ngambil ini.”
“Ada bahan penelitian baru?”
“Iya.”
“Tentang apa sekarang?” tanya Agfa sebelum mengalihkan perhatian kepada adik kelas yang menyapanya ketika melewati koridor kelas X. Dia begitu dikenal oleh para junior karena mengikuti banyak ekstrakurikuler: PASKIBRA, marching band, Himpunan Remaja Matematika. Belum lagi, dia juga ketua OSIS.
“Ada banyak judul, tapi belum tahu mana yang bakal dikerjain lebih dulu, soalnya harus mastiin mana yang lebih mudah dicari referensinya.” Suara Salena semakin lama terdengar semakin pelan karena beberapa kali terpotong Agfa yang terus merespons orang-orang yang menyapa tanpa menghiraukan jawabannya.
“Oh, keren, keren,” ujar Agfa.
“Aku jadi pindah ke rumah Papa,” ujar Salena tiba-tiba.
Agfa menoleh, wajahnya terkejut. “Kamu serius?
Salena menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Pertanyaan seperti itu berkali-kali dia dengar dari Elya dan dua kakak perempuannya. “Aku pernah bercanda?” Dia balik bertanya. Mereka lanjut berjalan.