One Day

Ananda Putri Safitri
Chapter #3

Bab 2 Lelaki Itu

Perbedaan kelas tidak melemahkan ikatan persahabatan "Four Princess", mereka justru semakin kompak. Setiap bel istirahat berbunyi, Karin dan ketiga sahabatnya segera pergi ke kantin. Mereka bertemu di meja biasanya, meja dekat kedai bu Mat. Meja berbentuk persegi yang biasanya diduduki oleh empat orang dengan material kayu dan payung besar di atasnya. Area kantin sekolah ini cukup luas, setidaknya ada delapan kedai yang berdiri di sana. Seperti kantin sehat pada umumnya, kantin itu memiliki prinsip anti 5P (Pengawet, pemutih, pemanis, pengenyal, dan pewarna).

Bakso. Bakso adalah menu wajib bagi mereka berempat. Sudah dua tahun mereka menjadi pelanggan setianya bu Mat. Jadi, setiap kedai bu Mat diserbu gerombolan siswa yang kelaparan, geng "Four Princess" selalu menjadi prioritas.

Memiliki tubuh yang cukup kuat, Dwi memilih ikut berdesakan untuk memesan bakso. Sampai di depan, ia segera memesan seperti biasanya.

"Bu Mat beli bakso yang isiannya sama kek biasanya," ucap Dwi sembari memesankan bakso untuk ketiga sahabatnya.

Bu Mat mengangkat lengannya membentuk sikap hormat sembari berkata, "Siap neng!" Ia sudah hapal dengan isian favorit empat personil itu. Dengan cekatan, bu Mat selesai menyiapkan empat pesanan dalam kurun waktu tiga menit. Disodorkan empat mangkuk legendaris bergambar ayam jago kepada Dwi.

"Makasih Bu Mat," ucap Dwi lalu mengambil bakso miliknya. Ia lalu berteriak kepada Karin, Yola, dan Yunda menyuruh mereka untuk mengambil pesanan bakso milik masing-masing.

"Woy, itu baksonya! Ambil sendiri!" teriak Dwi sembari menenteng bakso miliknya menuju meja mereka.

Mendengar teriakan Dwi yang menggelegar, mereka yang dipanggil segera mengambil pesanannya. Masing-masing mengambil sambal sesuai kemampuannya. Yola dua sendok, Karin tiga sendok, dan Yunda lima sendok. Setelah mengambil sambal, ketiganya kembali ke meja duduk mereka. Mereka duduk saling berhadapan. Karin berhadapan dengan Yunda sedangkan Yola, berhadapan dengan Dwi. Topik pembicaraan mereka yang pertama mengenai guru mata pelajaran mereka.

"Dwi, Yunda, guru fisika kalian siapa?" Karin membuka percakapan.

"Bu Maya," jawab Dwi singkat.

"Iya, cikgu besar," timpal Yunda sembari mengangkat tangannya membentuk tanda ceklist menggunakan ibu jari dan telunjuknya yang diletakkan di depan dagunya.

"Berarti kita sama dong!" ucap Karin senang mengetahui guru fisika mereka sama.

Lihat selengkapnya