Dirinya hanya berdiri dan diam tanpa ingin mengucapkan apa-apa. Mungkin hatinya sudah mati melihat wanita yang saat ini masih menjadi istrinya tengah memasukkan semua pakaian dan perlengkapan sehari-sehari ke dalam koper. Egois, hanya satu kata yang ingin sekali ia lontarkan pada wanita di depannya.
"Aku pergi Dim, aku udah nurutin semua mau kamu. Dari awal aku udah bilang, aku mau anak satu aja. Ini Arjuna udah lahir dan aku lagi-lagi korbanin diri aku dan ikhlas nunggu sampai dia lahir. Aku gak mau Dim, aku belum siap ngurus anak. Aruna juga sering aku tinggal. Kamu gak tau capenya aku buat balikin badan aku biar gak kaya ibu-ibu. Udah cukup ya Dim. Aku cape sama kamu. Aku tunggu di persidangan nanti." Setelah mengucapkan kalimat keluh kesahnya, wanita itu sambil menarik koper berjalan melewati pria bernama Adimas yang masih diam tak membalas ataupun meresponnya.
Namun belum sampai menuruni anak tangga, akhirnya Adimas mengeluarkan suaranya. "Alissa, ini terakhir kali aku tanya ke kamu. Kamu yakin sama keputusan kamu ini? Gak ada sedikitpun kamu mikir Aruna dan Arjuna? Gak usah kamu mikirin aku, pikirin mereka yang pasti butuh kamu juga."
Alissa menoleh dan menghela nafasnya. Ia sudah bulat dengan keputusannya. Ia pun tak peduli apa pemikiran orang tentangnya. Menurutnya karirnya selalu yang utama di atas apapun. "Aku tau kamu pintar Dim, pendidikan kamu gak main-main. Bahkan dengan jabatan kamu sekarang. Aku gak perlu jelasin lagi. Aku nikah sama kamu karena aku sayang kamu Dim. Kamu mau punya anak pertama aku iyain. Aku sampai resign dari kerjaan. Sampai akhirnya aku hamil lagi anak kedua. Kalo bukan kewajiban aku untuk nurut sama suami. Udah aku gugurin waktu tau aku hamil lagi. Kamu mau bilang aku egois terserah, kamu introspeksi diri Dim. Kamu juga sama egoisnya. Aku pergi!" Final Alissa meninggalkan Adimas yang diam seribu kata.
Sepeninggal wanita itu, Adimas memasuki kamar anak-anaknya. Ia menatap kearah kasur kecil bernuansa pink yang di atasnya terdapat seorang anak berumur 3 tahun yang lelap tertidur di balik selimutnya. Kemudian matanya melirik ke dalam box bayi yang tak jauh dari kasur tersebut. Bayi yang baru berumur 1 bulan itu juga nampak tertidur pulas. Tak terasa air matanya menetes. Ya, Adimas menangis dalam diam di kamar anaknya.
~
Rumah - Klinik - Rumah - Klinik. Dua kata yang menggambarkan rutinitas seorang wanita yang saat ini menjabat sebagai salah satu Manager di Klinik Kecantikan tempatnya bekerja. Bekerja sistem shifting pun membuatnya menolak keras sekali jika dirinya kedapatan masuk pagi. Walaupun ia sendiri yang membuat jadwal masuk. Jika tidak berlandaskan rasa adil, mungkin jadwal khusus dirinya tidak apa-apa jika masuk siang hari terus menerus.
Dengan langkah gontai ia menuju ke halte busway yang menjadi transportasi yang sering ia gunakan. Menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam, akhirnya ia sampai dan menjalankan rutinitas pekerjaan di pagi harinya. Tak terasa siang haripun tiba. Selepas menunaikan ibadah shalat dzuhur, ia kembali duduk di bangkunya mengeluarkan ponsel dari kantung jasnya.
Karena pasien sedang sepi, berakhir dengan dirinya yang membuka akun media sosialnya hanya untuk melihat video atau gambar anak kecil atau anak bayi.