One Fine Day (Become Mama)

Arinaa
Chapter #3

III

Dua bulan berlalu semenjak dirinya menyandang status duda. Dimas selama 2 bulan ini pula mencoba menyibukkan dirinya dengan apapun itu. Termasuk anak-anaknya.

Untuk kedua anaknya, ibu dan kakak perempuan Dimas yang membantunya mengurus. Apalagi Arjuna yang masih membutuhkan ASI. Dimas sangat bersyukur kakak perempuannya sedia membantu.

Namun selama 2 bulan ini pula Dimas bak tak memperhatikan penampilannya. Terutama kantung mata yang sangat terlihat. Walaupun ia di bantu oleh ibu dan kakaknya, namun jika sudah di rumah Dimas mengusahakan untuk mengurus langsung kedua anaknya. Termasuk tangisan-tangisan Arjuna di tengah malam. Ia bersyukur anak pertamanya Aruna sangat pengertian padanya. Anak itu tak pernah merepotinya dengan hal-hal kecil yang biasa anak seumurannya minta. Bahkan kadang jika Dimas sedang libur bekerja, Aruna membantu sang ayah mengurus Arjuna seperti mengambilkan popok atau baju untuk adiknya.

Siang hari saat berhasil menidurkan Arjuna, Dimas memilih turun mencari putri kecilnya. Ia melihat Aruna nampak di sofa ruang tamu dengan boneka kelinci kecil yang sedang ia ajak bicara seakan boneka kelinci itu mengerti apa yang Aruna katakan.

“Kinci, kamu temenin aku dulu ya. Karena papa lagi pok pok adek biar bobo. Terus nenek lagi buat cemilan, tante Asya belum dateng.” Kata Aruna pada boneka kelinci yang ia panggil dengan sebutan Kinci.

“Apa? Kinci mau punya temen? Hm, nanti Aruna coba minta ke papa beliin Kinci teman ya. Jadi Kinci gak sendirian.” Ujar Aruna kembali.

“Sayang.” Panggil Dimas dengan lembut lalu duduk di belakang sang putri sambil mengelus lembut rambutnya. Ia mendengar apa yang Aruna ucapnya pada boneka kelincinya.

“Eh papa, adek udah bobo siang?” Tanya Aruna.

“Iya, udah bobo. Aruna gak mau bobo siang juga?” Dimas bertanya kembali pada putrinya.

“Papa lagi sibuk gak?” Tanya Aruna yang justru tak menjawab pertanyaan Dimas sebelumnya.

“Engga sayang. Kenapa hm?”

“Aruna mau bobo sambil peluk papa boleh?” Tanya Aruna ragu-ragu takut mengganggu Dimas.

“Boleh sayang. Yuk bobo sama papa. Nanti sore bangun ya, papa mau ajak Aruna beli temen buat Kinci gimana?” Tawar Dimas.

Mata Aruna seketika berbinar mendengar ia akan di ajak jalan-jalan keluar oleh ayahnya. Belum lagi alasan mereka keluar untuk membelikan “Kinci” seorang teman.

“Bener papa?!” Tanya Aruna antusias yang kemudian di jawab anggukan oleh Dimas.

Aruna berteriak semangat lalu melingkarkan tangannya di leher Dimas. Tak lupa pula ia menghujani Dimas dengan kecupan di seluruh wajah pria itu. Dimas hanya terkekeh pelan melihat reaksi putri kecilnya.

~

Suara seperti benda berat yang terjatuh dengan kencang sontak membuat kedua wanita yang sedang duduk di belakang meja resepsionis klinik itu saling pandang. Mereka lalu melihat keluar yang kebetulan pintu klinik mereka terbuat dari kaca hingga tanpa membuka pintu pun mereka bisa melihat customer pengunjung mall berlalu lalang. Ya, letak klinik mereka berada di salah satu mall ternama di Jakarta.

“Astaghfirullah, Nit itu ada anak kecil jatuh.” Ujar Dini yang langsung berlari keluar tanpa sadar dengan menggunakan heels. Padahal wanita itu jika menggunakan heels pasti akan berjalan pelan-pelan. Masih trauma dengan insiden dirinya terpleset di depan banyak orang. Sakitnya biasa aja, namun rasa malunya yang luar biasa.

Dini berjongkok sedikit demi melihat kondisi anak kecil tersebut, herannya di otak wanita itu kenapa orang-orang di sekelilingnya hanya melihat saja dan saling bertanya ada apa. Padahal mata kepala mereka sendiri tanpa bertanya bisa melihat ada seorang anak kecil yang terjatuh.

“Dek, maaf kakak gendong ya. Kalo ada yang sakit bilang aja. Kakak bantu obatin ya di dalem.” Ujar Dini pelan sambil mencoba menggendong anak itu dengan matanya menelisik di bagian mana saja luka anak ini.

“Nit, tolong bawain tas sama bonekanya anak itu.” Perintah Dini pada Nita salah satu staff yang tadi berada di klinik bersamanya.

Anak ini mungkin tadi berlari entah mengejar siapa sambil membawa tas ransel kecil motif princess dan satu boneka kelinci berwarna putih.

Di dalam, Dini meletakkan anak itu pelan-pelan di atas sofa. Dirinya heran, anak ini hanya diam saja menunduk. Tak ada suara tangis kencang seperti anak lainnya jika habis terjatuh. Nita yang inisiatif, setelah meletakkan tas dan boneka kelinci tak jauh dari Dini pun mengambil kotak P3K.

Lihat selengkapnya