3 bulan kemudian,
Sudah tiga hari ini rasanya kepala Dimas ingin pecah. Bagaimana tidak, sudah tiga hari ini pula Dini menghilang. Bukan karena ia rindu atau mulai menyukai wanita itu. Namun ini semua berdampak pada kedua anaknya. Aruna yang terus merengek bahkan sekarang mendiaminya karena Dimas tak kunjung menemui Dini. Lelaki ini selalu beralasan jika Dini sedang sibuk bekerja. Pada nyatanya ia bahkan tak tahu kemana Dini. Di klinik pun tak ada. Belum lagi tangisan Arjuna tak berhenti. Seakan mencari sosok ibu yang selama ini merawatnya entah hilang kemana.
Sudah berbagai cara pula Dimas lakukan untuk mencari Dini. Namun tak kunjung ia temui dimana keberadaan wanita yang tiga bulan terakhir ini hadir di keluarga kecilnya. Saat ia datang ke klinik mencari Dini pun, hanya jawaban jika Dini sedang libur. Dimas tak tahu dimana persis rumah Dini. Karena saat mengantar wanita itu pulang, Dini selalu meminta diturunkan saja di mini market dengan alasan ingin membeli sesuatu. Tak ayal pula Dini memilih ingin pulang sendiri karena tak ingin merepotkan orang.
“Kenapa lo? Suntuk banget gue liat-liat.”Terdengar suara seorang pria masuk ke dalam ruangan Dimas. Memakai pakaian kemeja casual dan celana jeans.
Dimas hanya melirik namun fokusnya kembali ke laptop di hadapannya.
“Ky, lo punya kenalan yang bisa nyari orang gitu gak?” Tanya Dimas pada Rizky sahabatnya sejak SMA tanpa menoleh ke pria itu.
“Lo nyari siapa? Alissa? Udah cerai lo inget.” Balas Rizky.
Dimas mendengar nama yang tak ingin ia dengar dengan kekehan meremehkan. Mendengar namanya saja Dimas sudah muak, untuk apa ia mencarinya.
“Lo mending cemplungin gue ke kolam yang isinya hiu semua dari pada gue nyariin dia. Serius gue, lo ada kenalan gak?” Ujar Dimas kembali.
“Woy santai bro santai. Udah benci mendarah daging banget gara-gara di selingkuhin kayanya. Mana sama temen sendiri.” Kata Rizky kemudian tawanya membahana di dalam ruangan kerja Dimas.
“Lo nyari siapa? Cewe?” Tanya Rizky kembali setelah lelah akan tawanya.
“Iya.” Jawab Dimas singkat. Sontak membuat Rizky yang jujur tadinya ia hanya asal mengucap jadi membolakan matanya mendengar Dimas mencari perempuan.
“Seriusan Dim? Udah ada yang baru?!” Tanya Rizky tak percaya. Ia hafal sahabatnya ini luar dalam. Dan Dimas bukan orang yang mudah menerima wanita dengan asal di hidupnya.
“Anak-anak udah terlanjur sayang dan nyaman sama dia Ky.” Balas Dimas yang sungguh sangat berarti lain di pikiran Rizky.
“Tunggu, lo udah kenalin dia ke anak-anak dan dia nerima gitu aja? Dim lo yakin sama pilihan lo kali ini. I mean, lo tau kan buntut lo ada dua. Gue bukannya mau berburuk sangka ya. Kemungkinan cuma dua. Ini cewe tulus sama lo, atau dia ngincer harta lo dengan embel-embel deketin anak-anak lo dulu.” Ujar Rizky panjang lebar.
Dimas bukan orang bodoh, ia tahu kemana arah bicara sahabatnya ini. “Maksud lo apaan? Gue gak deketin cewe manapun.” Balas Dimas.
“Lah terus dari tadi omongan lo arahnya kemana ini?”
Dimas pun menceritakan tentang Dini. Bagaimana dari awal pertemuan mereka hingga tiga bulan ini.
“Lo kelamaan di rumah sakit sampai gak tau temen lo kenapa.” Ujar Dimas di akhir ceritanya.
“Lo yang gak pernah cerita mana gue tau.” Balas Rizky yang mulai mengerti.
“Dari cerita lo, sedetail itu dia ngurus anak-anak lo Dim. Lo gak ada tersentuh dikit apa liat ini cewe?” Tanya Rizky penasaran.
Bagaimana tidak, dari cerita Dimas, selama tiga bulan ini Dini merawat dan mendidik Aruna dan Arjuna layaknya anak sendiri.
Dari mulai mengajarkan huruf dan angka pada Aruna, bahkan Dini membuat kalender sendiri untuk jadwal vaksin Arjuna. Ia juga kadang membuat list menu makan Aruna dan Arjuna agar kedua anak tersebut terpenuhi nutrisinya.
“Masih kecil Ky. Beda 15 tahun gue sama dia. Mana mau dia sama gue udah bentukan bapak-bapak gini. Belum lagi anak gue dua.” Balas Dimas.
“Yaelah Dim, age is just a number. Lo harus buka hati buat dia. Ya walaupun gue juga gak tau ya dia mau sama lo apa engga. Tapi coba lo pikirin anak-anak lo. Dan lagi, dia cewe. Bohong kalo di hatinya gak ada rasa sayang ke Aruna sama Arjuna. Dia aja ngurus dua anak lo kaya apa tau.” Jelas Rizky yang menilai Dini dari cerita Dimas. Ia berpikir mungkin dirinya di posisi Dimas, ia akan mementingkan anak-anaknya terlebih dahulu.
“Liat nanti aja Ky, gue juga jujur gak bisa ngurus sendiri kalo gak ada bantuan dia. Walaupun sebelumnya ada nyokap sama kak Asya. Tapi semenjak sama Dini, banyak banget perubahan positif sama anak-anak. Dan kenapa sekarang gue bergantung banget sampai stress nyariin dia. Dia bahkan rela ngasih ASI nya buat Juna. Buat kedepannya, gue ikutin hati gue aja kedepannya. Gue gak mau maksain Ky, takut kaya yang terakhir.” Jawab Dimas sambil mendongakkan kepala menatap langit-langit ruangannya.
Rizky hanya menatap sahabatnya itu dengan iba. Terlihat bagaimana Dimas yang memikul begitu banyak masalah, namun dirinya dituntut untuk kuat apalagi di depan kedua anaknya.
“Lo udah coba hubungin Dini?” Tanya Rizky.
“Hp nya gak aktif.” Jawab Dimas.
“Lo tau tempat dia kerja kan? Kasih tau gue aja dimana. Gue bantu cari Dim. Kasian juga denger keponakan gue sedih semua.” Ujar Rizky akhirnya.
“Thank you Ky. Kapan-kapan main kerumah. Nyokap nyariin lo, sibuk banget katanya dokter satu ini.” Kata Dimas pada temannya yang super sibuk ini.
“Hahaha iya bilangin gue juga kangen masakan tante. Kenalin sama Dini ya, kalo dia gak mau sama lo kali nyangkutnya di gue.” Ucap Rizky yang membuat Dimas merotasikan matanya karena malas mendengar dokter dengan cap playboy ini.
~
Satu ruangan di salah satu rumah sakit tengah terbaring seorang wanita dengan wajah pucat, lemas dan infus di tangannya. Di sampingnya tengah duduk dua pria yang menjaganya. Dan juga ada seorang wanita sedang duduk di sofa tak jauh dari ranjang.
“Lemes banget si Dini, kasian gue liatnya.” Ucap Nico salah satu sahabat Dini.
“Sama Nic, dia sekalinya nge-drop begini pasti. Kasian ini yang sampai parah tipes begini.” Balas Ita, wanita yang duduk di sofa.
“Dia sekalinya sehat jarang merhatiin dirinya sediri sih. Gak heran gue, tapi di kasih taunya batu. Sama lo pada perhatiin gak sih tiga bulan ini dia kaya ada kerjaan lebih gitu? Kemarin nyokapnya Dini bilang nih anak kalo libur juga kadang keluar rumah sampe malem balik. Gue takut dia ada kerjaan tambahan.” Ujar Adit menimpali.
Adit dan Nico adalah sahabat Dini sejak mereka duduk di bangku SMA. Bahkan 3 tahun masa SMA mereka bertiga selalu di kelas yang sama. Berbeda dengan Ita, ia yang menemani Dini sejak SMP hingga sekarang.
“Dia gak pernah cerita apa-apa sih sama gue kalo ambil kerjaan tambahan. Tapi emang gue rasa tiga bulan ini dia sibuk banget. Ngalahin presiden sibuknya. Chat gue dari kapan di bales dua hari kemudian.” Ujar Ita yang memang tahu Dini luar dalam tanpa wanita itu bercerita, Ita sudah yakin Dini menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
“Lagi butuh dana lebih apa ya dia?” Kata Adit menerka-nerka.
Tak lama wanita yang mereka bicara membuka matanya setelah tertidur sejak siang tadi.