One Fine Day (Become Mama)

Arinaa
Chapter #9

IX

Hari ini Dimas memutuskan untuk tidak masuk bekerja dahulu. Ia sangat beruntung memiliki sekretaris dan asisten yang sangat bisa di handalkan. Rabin selaku asisten yang sudah bekerja 10 tahun bersama Dimas. Dan juga ada Robby selaku sekretaris Dimas yang sudah bekerja dengannya selama 7 tahun.

Ya, Dimas lebih memilih laki-laki untuk menjadi tangan kanannya. Menurutnya repot saja jika ia memliliki asisten atau sekretaris seorang wanita.

“Papa sudah siap?” Tanya Aruna dengan nada ceria saat melihat ayahnya sedang memakai sepatu sambil duduk di sofa.

“Iya sayang, ini papa pakai sepatu dulu. Udah gak ngambek lagi ini ceritanya sama papa?” Dima berkata sambil menggoda anaknya.

“Ih papa, Aruna kan udah minta maaf semalem.” Jawab Aruna lalu mencium pipi Dimas untuk membujuk ayahnya itu.

“Haha iya sayang. Adek gak ikut dulu ya. Mama kan masih di rumah sakit. Takut nular, soalnya adek masih kecil.” Ucap Dimas pada putrinya memberikan pengertian. Aruna sempat bilang tadi jika Arjuna juga diajak saja. Karena ia tahu sang adik rindu pada mamanya juga.

“Yauda papa gak apa-apa. Adek sama nenek dulu ya berarti.” Ucap Aruna saat melihat sang nenek duduk disamping ayahnya.

“Iya nanti Juna nenek jagain. Kalo udah ketemu mama, video call ya sayang. Biar adek juga liat mama di hp. Oke?” Ujar ibu dari Dimas dan dijawab Aruna dengan anggukan semangat.

30 menit berlalu, Dimas dan Aruna sampai di rumah sakit. Mereka lebih dulu ke ruangan Rizky meminta di antar ke ruang rawat inap Dini.

“Assalamualaikum Om Lisky.” Sapa Aruna dengan ceria. Tidak terlihat wajah murung seperti 4 hari lalu. Bahkan panggilan saat dulu belum bisa mengucapkan huruf R masih tersemat di nama Rizky.

“Waalaikumsalam, seneng banget om liat-liat. Mau ketemu mama ya?” Ujar Rizky lalu menggendong Aruna.

“Iya om, mama sakit. Om obatin mama ya, biar cepat sembuh.” Jawab Aruna.

“Kok kamu makin berat Aruna? Makan masakan mama mulu nih pasti. Okay nanti om obatin mama kamu ya sayang. Biar bisa sama Aruna lagi.” Kata Rizky lalu tak lama menurunkan Aruna. Lengannya terasa sedikit pegal. Maklum, Rizky ini mudah lelah karena jarang berolahraga.

“Om ayo temenin ke mama.” Ajak Aruna karena sudah tidak sabar bertemu dengan Dini.

Sebelum memasuki ruangan Dini, Rizky mengetuk sebagai tanda akan ada orang masuk. Yang pertama mereka lihat adalah saat ini Dini dengan makan disuapi oleh ibunya.

“Mama.” Panggil Aruna lalu berlari kecil menuju ranjang Dini.

Begitupun Dini yang melihat Aruna langsung tersenyum. “Ma, tolong bantuin Aruna naik ke kasur sini. Aku mau peluk.” Ucap Dini pada ibunya.

Lain hal dengan sang ibu yang tentu saja masih terkejut dan bingung. Anaknya belum menikah dan mengandung namun tiba-tiba seorang anak kecil masuk dan memanggil anaknya dengan sebutan mama.

Saat Aruna sudah di atas ranjang, Dini langsung memeluk Aruna dan sesekali mencium pipi gembil anak itu.

“Mama kangen sama Aruna. Maafin mama ya sayang ngilang.” Ucap Dini.

“Aruna juga kangen sama mama. Aruna sedih dengar mama sakit sampai di rawat.” Balas Aruna yang tak melepaskan lingkaran tangannya di leher Dini.

Melihat ekspresi bingung dari wajah ibu Dini, Dimas perlahan menghampiri dan menyapanya.

“Assalamualaikum tante. Saya Adimas yang kemarin. Ini anak saya Aruna.” Ucap Dimas.

“Oh iya Aruna, ini mamanya mama. Salim dulu sayang.” Kata Dini yang baru teringat belum mengenalkan Aruna dengan ibunya.

“Mamanya mama berarti kaya nenek ya ma. Hm aku panggilnya apa ya ma?” Aruna berujar dengan jari telunjuk mungil di dagunya seperti sedang berpikir.

“Panggil oma aja sayang. Biar gak ketuker sama nenek.” Balas Dini.

“Assalamualaikum Oma.” Sapa Aruna lalu mencium punggung tangan Ibu Dini.

“Waalaikumsalam anak cantik.” Balas ibu Dini walaupun masih bingung tapi ia tak memungkiri Aruna ini lucu sekali.

“Maaf ma aku gak pernah cerita soal Aruna dan pak Adimas.” Kata Dini lalu perlahan menceritakan semua dari awal mulai mereka bertemu.

Setelah mendengar cerita Dini, ibunya mengangguk saja. Tak menyangka anaknya melakukan ini pada anak orang yang baru saja dikenalnya. Namun melihat bagaimana interaksi Dini dan Aruna tadi, hatinya sebagai seorang ibu ikut terharu.

“Mama gak bisa larang kalau kalian saling sayang.” Ujar Ibu Dini akhirnya.

“Aruna sini nak, duduk dipangku oma aja. Kasian mamanya masih lemes itu.” Ucap ibu Dini pada Aruna.

Dengan senang hati anak itupun turun perlahan lalu sudah berada di pangkuan omanya.

Lihat selengkapnya