One Fine Day (Become Mama)

Arinaa
Chapter #12

XII

Sepulang dari salon, kebetulan sudah ada ibu dan ayah Dimas sedang datang berkunjung. Melihat kedua cucu perempuan mereka berpenampilan baru membuat keduanya cukup terkejut.

“Ya ampun cucu-cucu nenek.” Ucap ibu Dimas sambil memeluk mereka satu-satu.

“Kita cantik kan nek? Ini model rambut yang pilihin tante Dini semua loh.” Ujar Nara sambil memainkan rambutnya. Entah kenapa ia merasa lebih segar dengan rambut yang sekarang.

“Iya cantik, apalagi ini nih yang tiba-tiba pakai poni. Gemes banget sih kamu Aruna.”

“Kak Asya maaf lupa izin tadi Nara juga mau potong rambut.” Ucap Dini pada Asya.

“Iya gak apa-apa Din. Tadi Dimas chat aku kok. Emang udah lama dia mau potong rambut tapi aku sama Aryo sibuk belum sempet nganterin.” Jawab Asya.

Dimas melangkahkan kakinya naik ke kamar untuk membersihkan diri. Sementara Asya dan Aryo juga menunggu makan malam di kamar yang dulu Asya tempati. Ibu Dimas sedang di dapur bersama bibi dan ayah Dimas saat ini sedang diruang kerja Dimas.

“Kita foto yuk.” Ajak Dini pada ketiga anak yang saat ini bersamanya di ruang keluarga. Arjuna sedang belajar berdiri namun harus berpegangan pada sesuatu benda seakan tahu dan langsung merapatkan tubuhnya berpegangan pada pundak Dini.

Di umur 6 bulan ini Arjuna sedang aktif-aktifnya. Merangkak kesana kemari, tengkurap dan berbagai atraksi yang anak itu lakukan sukses membuat kepala Dini pusing dan tentu saja jantungnya yang tidak aman karena takut Juna akan kenapa-kenapa. Untuk belajar duduk saja waktu itu membuat Dini 1000 kali lebih awas matanya melihat Arjuna. Bagaimana nanti jika anak ini sudah bisa jalan sendiri dan sudah bisa menggapai barang apapun sendirian. Bisa-bisa semakin pening kepalanya.

Aruna bersiap posisi di hadapan Dini dan Nara yang menjaga Juna dari belakang. Kadang Juna ini tidak ingin di ganggu saat ia sedang belajar berjalan dan berpegangan pada sesuatu. Entah sudah berapa gaya keempatnya lakukan. Lebih tepatnya Arjuna yang tak hentinya tertawa bahagia saat mereka mencoba berpose wajah yang dibuat jelek.

“Seru banget kayanya berempat ini suaranya kedengeran sampai atas.” Ucap ayah Dimas yang turun bersama anaknya.

“Iya kakek, kita lagi foto-foto.” Jawab Aruna dan Nara bersamaan.

“Iya nih, di dapur juga kedengeran banget. Apalagi suaranya Juna yang paling kenceng ketawanya.” Suara ibu Dimas terdengar lalu mencubit gemas pipi cucu laki-lakinya itu. Namun bukannya marah, Arjuna malah tertawa di goda seperti itu.

~

“Dini.” Suara seorang pria terdengar dari belakang saat Dini sedang merapikan posisi selimut Aruna. Ya Aruna dan Arjuna sudah tertidur. Bahkan semuanya sudah, hanya Dini dan Dimas yang masih terjaga.”

“Iya pak?” Balas Dini dengan suara pelan.

Bukannya jawaban dari Dimas yang ia terima, justru Dini mendapatkan saat ini tubuhnya sudah di dalam dekapan Dimas.

“Sebentar saja seperti ini.” Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Dimas.

“Bapak cape ya?” Tanya Dini dengan suara pelan. Ia sadar saat ini tengah berada di kamar anak-anak. Namun justru Dimas tak menjawab. Ia makin memperat pelukannya pada Dini.

Tidak membalas pelukan Dimas, hanya tangan kanan Dini yang bergerak dan menepuk pelan punggung lelaki itu. Tak lama Dimas mengarahkan tangan kanan Dini dari punggung ke puncak kepalanya. Ia ingin Dini mengelus kepalanya. Tinggi badan mereka yang sangat terlihat signifikan membuat Dini tenggelam di dalam dekapan Dimas.

Dimas 185cm dan Dini hanya 163cm.

Dimas sedikit melonggarkan pelukannya tanpa melepas lingkaran tangannya di pinggang Dini. Lama mereka saling tatap, seketika Dini merasa banyak sekali kupu-kupu yang terbang di perutnya. Dimas menyapukan bibirnya tanpa banyak bicara membuat keduanya hanya saling memejamkan mata menikmati moment.

Ketika penyatuan keduanya terlepas, Dimas melihat mata Dini yang berkaca-kaca dan bibir wanita itu yang sedikit membengkak akibat ulahnya. Ia lalu kembali memeluk Dini dan mengecup kening hingga puncak kepala wanita itu berkali-kali.

“Maaf saya gak izin sama kamu dulu ngelakuin tadi.” Bisik Dimas.

~

Saat ini keduanya tengah berada di mobil. Dimas mengantar Dini pulang ke rumah wanita itu. Dengan tangan kanan Dini ya tak lepas dari genggaman Dimas. Entah bagaimana cara pria itu menyetir mobilnya terus-terusan dengan satu tangan. Bahkan sesekali Dimas mengecup punggung tangan Dini dengan lembut.

Beda cerita saat ini dengan kondisi Dini. Wanita itu lebih banyak diam setelah kejadian tadi. Bahkan ia masih merasakan bagaimana saat bibir mereka bertemu.

“Ya allah maafin Dini.” Hanya kalimat itu yang terus ia ucapkan dalam hatinya.

Tak lama keduanya sampai. Dimas memperlakukan Dini dengan sangat lembut sejak tadi. Bahkan ia sampai membukakan pintu mobil untuk Dini.

“Istirahat ya, nanti kalo mau kerumah bilang sama saya. Biar saya jemput.” Ucap Dimas sambil mengelus sebelah pipi Dini dengan ibu jarinya.

“Iya pak, makasi ya.” Balas Dini.

Dimas kembali mengecup bibir Dini dan memeluk wanita itu. “Kamu jangan cape-cape.” Kata Dimas kembali.

Dini yang merasa jiwanya entah kemana hanya mengangguk saja. Malam ini Dimas sukses membuatnya bak orang terhipnotis yang hanya menurut saja.

~

~"Pak saya mau info hari ini saya libur, tapi gak bisa kesana dulu. Temen saya ajak main. Takut nanti anak-anak nyariin. Salam ya pak, sama mau minta maaf ke mereka."~ Satu pesan yang saat ini sedang lelaki itu baca di ponselnya.

~“Iya, nanti saya bilang ke anak-anak. Jangan pulang malem-malem ya.”~ Balas Dimas lalu memilih menaruh ponselnya kembali.

Sebenarnya hari ini ia rencana ingin mengajak Dini beserta kedua anaknya makan di luar. Mumpung sedang libur. Namun nampaknya Dini tidak bisa karena urusan pribadi. Lelaki itu juga tak berhak melarang Dini karena memang ia pun paham Dini punya kehidupannya sendiri. Dimas berjalan dan berniat hari ini ingin menghabiskan waktu dengan kedua anaknya saja.

“Aruna.” Panggil Dimas.

Anak yang sedang di sisiri oleh neneknya itu menoleh dan mendapati sang ayah yang menurutnya tumben sekali di hari libur sudah rapi.

Lihat selengkapnya