Suara derap kaki yang sedang berlari membuat beberapa orang yang sedang berada di rumah sakit menoleh ke arah sumber suara. Terlihat seorang wanita yang sedang berlari terburu-buru mencari ruang rawat inap. Bahkan ia tak mempedulikan penampilannya yang saat ini sudah sedikit berantakan.
“Tante.” Panggil wanita itu saat melihat sosok yang ia kenal.
“Dini, ya ampun nak.” Balas seorang wanita yang sudah berumur itu saat melihat Dini yang saat ini sudah di depannya.
Terlihat bagaimana kunciran rambut Dini sedikit berantakan, dan posisi tali ranselnya yang sudah tak berada di pundak wanita itu. Belum lagi saat ini ia masih mengatur napasnya yang tersenggal sehabis berlari tadi.
“Arjuna di dalam tante? Dini izin masuk boleh?” Tanya Dini pada ibu dari Dimas.
“Iya nak. Kamu tenangin diri kamu dulu ya, ada Aruna sama Dimas juga di dalam.”
Setelah masuk ke dalam kamar rawat inap. Dini bisa melihat Dimas yang saat ini duduk di sofa sambil memangku Aruna. Di ranjang tersebut terbaring seorang bayi kecil dengan mata tertutup dan wajah lemahnya.
“Pak Adimas.” Panggil Dini yang membuat Dimas menoleh. Sambil menggendong Aruna, Dimas berjalan ke arah Dini.
“Maaf udah repotin kamu. Terima kasih sudah mau kesini Dini.” Ucap Dimas yang tangan kanannya terulur untuk merapikan anak rambut Dini yang berantakan.
“Mama.” Panggil Aruna lalu mengulurkan tangannya ke arah Dini. Seperti meminta berpindah dari gendongan sang ayah.
“Kata dokter apa pak soal Arjuna?” Tanya Dini pada Dimas.
“Muntaber dan diare. Dokter bilang ada salah makan. Maaf baru info kamu pas Arjuna di rawat. Dua hari sebelum di rawat Juna demam tinggi, saya pikir karena cuaca juga lagi gak bagus. Ternyata sakit lain.” Dimas menjelaskan secara detail pada Dini bahkan sampai meminta maaf. Ia hanya berpikir Dini sudah seharusnya tahu sejak awal.
“Juna makan apa aja pak tiga hari ini?” Tanya balik Dini. Ya memang selama 3 hari ini dirinya tak berkunjung kesana dikarenakan urusan pekerjaan yang membuatnya harus lembur.
“Makan seperti biasa, tapi tiga hari ini memang dia tidak selahap biasanya. Waktu saya cari tau ternyata mba yang biasa jagain dia kasih makan pagi sama makan malam yang sama. Maksudnya makan pagi Juna tidak habis, disimpan begitu aja sama mba nya buat makan malam. Mungkin terkontaminasi dari sana.” Jelas Dimas.
Dini yang mendengar hanya bisa menghela nafasnya. Ia ingin marah pun tak akan membuat Arjuna langsung sehat dalam sekejap.
“Saya sudah pecat baby sitter Arjuna yang sekarang. Saya lagi cari yang baru.” Ucap Dimas kemudian.
Dini kemudian mengambil kursi dan duduk dengan masih adanya Aruna di gendongannya. Anak itu tertidur pulas sejak di gendong Dini. Mata Dini juga tak lepas dari Arjuna. Di dalam hatinya, jika bisa ditukar, ia akan rela menukar rasa sakit Juna agar untuknya saja. Dini tidak tega melihat Arjuna dengan kondisi tangan di infus.
~
“Dim, temenin Dini dulu di luar. Tadi mama sama papa pas mau masuk liat dia duduk di luar nunduk aja.” Ucap ibu Dimas saat masuk ke dalam kamar rawat inap cucunya.
“Iya ma, pantesan lama. Tadi dia izin keluar sama Dimas cuma bilang mau beli minum di kantin rumah sakit. Titip anak-anak ya ma, Dimas keluar dulu.” Kata Dimas lalu berdiri melangkah keluar untuk menghampiri Dini.
“Dini.” Tegur Dimas namun tak dapat jawaban dari wanita itu. Dini masih tetap dengan posisi menunduk hingga rambut wanita itu yang sudah terlepas dari ikat rambutnya menjuntai kebawah. Merasa khawatir, Dimas berjongkok di hadapan Dini untuk melihat keadaannya. Bahkan tangan Dimas juga mengelus lembut lutut Dini.
“Kamu kenapa?” Tanya Dimas dengan perlahan merapikan rambut Dini dan menyelipkan ke belakang telinga. Dirinya cukup terkejut yang justru mendapati Dini dalam kondisi menangis namun tak bersuara. Wajah wanita itu sudah basah karena air mata. Dengan sigap Dimas menarik Dini ke dalam pelukannya dan mengusap punggungnya.
“Maafin saya pak.” Terdengar suara serak Dini.
“Maafin saya gara-gara kerja lembur terus, Juna jadi sakit. Saya gak tega liat Juna pak.” Dini kembali mengeluarkan isi hatinya dan kini mulai terdengar suara tangisannya.
“Sstt udah, ini bukan salah kamu. Juna butuh mamanya sekarang, semoga dengan adanya kamu yang jaga dia waktu sakit. Juna cepat sembuh dan pulih lagi.” Balas Dimas berusaha menenangkan Dini. Sejujurnya saat ini ia merasa terharu, sedih dan juga ingin tertawa. Jika seperti ini, ia merasa seperti memiliki tiga anak.
“Saya mau pak gantiin Juna sakit. Jangan Juna, kasian.” Ucap Dini lagi. Dimas melonggarkan pelukannya dan menangkup wajah wanita itu dengan kedua tangannya. Kedua ibu jari Dimas bergerak menghapus air mata di pipi Dini.
“Bisa-bisanya ada cewe nangis malah lucu banget.” Batin Dimas.
“Kalo kamu yang sakit, nanti Aruna sama Arjuna yang sedih. Gak bisa peluk sama cium mamanya.” Ucap Dimas kembali.