One Fine Day (Become Mama)

Arinaa
Chapter #15

XV

Tak salah jika dirinya bilang ranjang milik orang kaya memang membuat tidur semakin berkualitas. Buktinya, jarum jam saat ini sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi, ia baru saja membuka matanya.

“Astaghfirullah, ini gue ketiduran apa simulasi orang mati sih.” Ucap Dini saat melihat angka 8 di ponselnya dan melihat ke arah luar yang sudah terang benderang.

Ia lalu bergegas turun mencari pemilik rumah. Hingga langkahnya terhenti saat di dapur sudah ada Dimas, Aruna dan Arjuna yang saat ini sedang makan di suapi oleh pengasuh barunya.

Dimas melihat Dini langsung tersenyum.

“Sini sayang.” Panggil Dimas dengan tak berdosa padahal asisten rumah tangga Dimas langsung melirik bersamaan kearah Dini. Mereka menerka-nerka apakah hubungan Dini dan Dimas sudah ditahap serius atau belum. Karena yang mereka tahu keduanya belum ada hubungan apapun.

“Mama siniii. Baru bangun ya? Tadi Aruna mau bangunin mama, kata papa jangan. Soalnya mama kecapean jadi butuh bobo yang lama.” Celoteh Aruna saat Dini sudah disampingnya.

“Iya, maaf ya mama baru bangun.” Balas Dini memberikan ciuman di pipi Aruna lalu menghampiri Juna.

“Anak mama lagi mam sayang? Mba, sini biar saya aja yang suapin Juna. Mba sarapan aja dulu ya.” Ujar Dini setelah mencium pipi Arjuna lalu meminta pengasuh Arjuna untuk sarapan bersama asisten rumah tangga yang lain.

“Baik non, terima kasih.”

“Papa nya gak dicium? Anak-anak aja?” Tanya Dimas yang cemburu dengan pilih kasih Dini terhadap ia dan anak-anaknya.

Mata Dini menatap Dimas dengan malas dan memilih melanjutkan kegiatannya menyuapi Arjuna.

“Dini, saya mau dicium kaya anak-anak.” Rengek Dimas bak anak balita.

“Allahu akbar ini laki inget umur gak sih? Sabar Diniiii, istighfar banyak-banyak.” Batin Dini dalam hati. Sesungguhnya ia ingin sekali membalas perkataan Dimas jika saja tak ada anak-anak disini.

Dini mencuci piring setelah semuanya selesai sarapan. Padahal asisten rumah tangga sudah mencegahnya, namun Dini tetap ingin melakukannya. Saat sedang asik mencuci, ia merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangnya memeluk dari belakang.

Dirinya menoleh dan mendapati Dimas dengan kepalanya sudah di pundak Dini.

“Kan ada bibi. Kenapa kamu yang cuci?” Tanya Dimas.

“Dikit doang ini pak. Lagi kasian bibi masih pada sarapan kan. Lepasin ih, sempit gak bisa gerak ini.” Balas Dini pada Dimas.

“Gak mau, abis tadi saya gak dikasih cium.” Balas Dimas yang justru makin mengeratkan pelukannya.

“Ya Allah pak, mending sana jagain anak-anak. Aruna sama Arjuna mandiin sana.” Omel Dini kembali namun tak ada respon dari Dimas kecuali menenggelamkan kepalanya di leher Dini.

“Pak Adimas, astaga.” Ucap Dini frustasi. Geram akan kelakuan Dimas, Dini menyikut perut lelaki di belakangnya lalu meninggalkan Dimas begitu saja yang sedang meringis kesakitan. Lama-lama bersama Dimas membuat kewarasannya hilang.

“Kamu mau mandi gak?” Tanya Dimas saat melihat Dini tengah bersama kedua anaknya di dalam kamar Aruna dan Arjuna.

“Saya gak bawa baju.” Jawab Dini seadanya.

“Ada baju Kak Asya. Mandi dulu sana.” Ujar lelaki itu sambil menarik Dini untuk ikut dengannya.

“Mba, jaga anak-anak dulu ya. Aruna, Juna, mamanya papa ambil dulu. Bau asem soalnya belum mandi.” Ucap Dimas.

Aruna hanya tertawa melihat tingkah orangtuanya. Dalam hati kecilnya berharap ia ingin selalu melihat pemandangan seperti ini setiap hari.

“Pak saya bisa mandi dirumah nanti. Lepasin gak?” Oceh Dini saat Dimas seenaknya saja menarik dirinya hingga saat ini keduanya sudah berada di dalam kamar Dimas. Dimas hanya diam dan membuka pintu kamar mandinya untuk Dini. Namun seketika langkah Dini terhenti melihat perlengkapan mandi Dimas yang sama persis dengannya.

“Saya beli sama persis kaya yang kamu pakai. Lemari kanan perlengkapan kamu, kiri punya saya. Tinggal skincare kamu aja yang belum saya beli. Saya udah minta sama asisten saya buat beliin.” Jelas Dimas pada Dini.

“Pak, kan saya gak tinggal disini. Ini mah lebih lengkap dari punya saya dirumah. Skincare gak usah pak. Saya bisa bawa kalo emang mau nginep.” Jawab Dini karena merasa Dimas totalitas sekali.

“Jangan, itu buat dirumah kamu. Ini saya beli buat dirumah saya. Saya gak mau liat kamu ribet bawa banyak barang.” Ucap Dimas.

“Pak tapi iniii…” ucapannya terpotong saat Dimas menghadapkan Dini pada dirinya dan menghimpit wanita itu.

“Tolong jangan nolak, kita nikah juga nanti barang-barang kamu akan disini juga.” Ucap Dimas dengan pelan sambil menyatukan kening mereka. Keadaan langsung berubah menjadi sensual akibat ulah Dimas.

“I…iyah pak.” Jawab Dini terbata.

Saat Dini selesai mandi, ia amat sangat bersyukur tak menemukan Dimas dikamar. Bisa habis dirinya meladeni duda yang hasratnya sedang tinggi itu. Ia melangkah ke arah kamar anak-anak namun tak menemukan keberadaan mereka juga.

Lihat selengkapnya