One Fine Day (Become Mama)

Arinaa
Chapter #22

XXII

Flashback (Story of Dini)

Seorang perempuan yang baru saja menggunakan seragam putih abu-abu di hari pertamanya berjalan dengan semangat ke kelasnya. Ia sudah mengetahui dimana kelas ia ditempatkan setelah kemarin acara perkenalan ekskul yang di adakan sekolah untuk para murid baru. Ia juga mengikuti salah satu ekskul yang di gandrungi para siswi disana. Apalagi jika bukan cheerleader.

Sebenarnya bukan karena rata-rata yang mengikuti ekskul tersebut memiliki wajah cantik dan mempunyai body goals. Alesan perempuan itu, ia hanya ingin memperbaiki pola olahraganya. Niat banyak, namun tak terealisasikan. Mungkin dengan mengikuti ekskul cheerleader, mau tak mau jika latihan ia akan di minta untuk menggerakkan badannya.

..

“Hai adek.” Sapa seorang pria dari salah satu bangku kantin. Di bangku tersebut banyak pria lain yang bisa di tebak bangku itu memang jadi bangku khusus kakak kelas.

“Itu ditegor. Senyumin napa.” Bisik seorang perempuan berambut hitam tebal mencolek lengan sahabatnya.

“Yang lewat banyak kali Ta. Adek kelas bukan kita doang.” Balasnya.

“Makanya punya mata itu di pake. Kaga liat itu mereka matanya ke lo.” Balas perempuan bernama Caliesta yang biasa di panggil Ita.

Ia pun menoleh dan melihat beberapa pria di bangku tersebut memang menatapnya. Karena tak ingin membuat huru hara di kalangan kakak kelas, apalagi ia anak baru, mau tak mau ia membalas hanya dengan senyuman.

Salah satu dari pria itu berdiri dan langsung menghampirinya. “Hai, boleh kenalan?” Ucap pria itu dengan mengulurkan tangannya.

“Din bales buruan. Gue laper.” Bisik Ita pada perempuan yang tadi disapa oleh para kakak kelas pria.

“Andinia kak. Panggil Dini aja.” Jawabnya setelah mendapat bisikan dari Ita.

“Aku Ardi. Kamu mau makan apa? Aku pesenin.” Tawar Ardi pada Dini.

“Makasih kak sebelumnya. Aku makan sama temen aku dikelas. Disini beli aja kok.” Balas Dini menolak sesopan mungkin.

“Kamu di kelas berapa?” Tanya Ardi lagi.

“X-F kak.” Balas Dini.

“Oke, selamat makan ya Dini.” Ucap Ardi lalu mempersilahkan Dini jalan menuju tempat untuk beli makanan.

“Cie elah si Ardi cepet banget gue liat-liat. Pepet terus Diii.” Banyak suara dari teman-teman Ardi yang terdengar di telinga Dini.

..

Jam pulang sekolah usai. Dini yang kebetulan satu kelas dengan Ita keluar untuk pulang bersama. Namun langkah keduanya berhenti saat melihat kakak kelas yang tadi ada di kantin menunggunya.

“Hai.” Sapa Ardi dan menghampiri kedua perempuan itu.

“Halo kak.” Sapa Dini dan Ita bersamaan.

“Kalian pulang bareng? Atau gimana?” Tanya Ardi pada keduanya.

“Cuma turun bareng kak. Aku dijemput kakak aku. Dini pulang sendiri.” Jawab Ita yang langsung di tatap Dini dengan heran. Temannya ini bahkan tadi dikelas menawarkan dengan baik hati jika mereka naik mobil kakaknya saja.

“Hm, mau aku anter Din?” Tanya Ardi yang memang sengaja langsung keluar kelas demi langsung ke kelas Dini.

“Rumah aku jauh kak. Takut ngerepotin, gak apa-apa aku sendiri aja.” Tolak Dini dengan sopan berdalih rumahnya jauh. Padahal hanya 15 menit saja jika menggunakan motor.

“Gak apa-apa aku anter ya. Kasih tau aja nanti lewat mananya.” Ucap Ardi masih berusaha.

Akhirnya pun setelah mencari 1001 alasan, Dini berakhir pulang dengan Ardi. Dan tentu keduanya menjadi atensi saat sedang berjalan menuju parkiran.

“Waduh, ketos kita cepet banget gue liat-liat. Udah di incer pasti nih dari jaman MOS.” Teriak salah satu teman Ardi.

Ardi hanya menoleh sambil tersenyum ke arah teman-temannya. Siapa yang tak mengenal dirinya. Ketua Osis di SMA tersebut dan belum lagi memiliki wajah tampan. Baru kali ini mereka melihat Ardi yang gencar mendekati lawan jenis lebih dahulu, biasanya para siswi lain yang mendekatinya.

Hanya butuh waktu 3 bulan untuk masa pendekatan, Ardi dan Dini akhirnya resmi berpacaran.

..

Hanya 1 tahun hubungan mereka berjalan. Ardi yang memang sudah kelas tiga di sibukkan dengan berbagai macam ujian dan les tambahan tentunya. Hingga satu hari hubungan keduanya harus berhenti. Ardi diterima bea siswa kuliah keluar negeri yang memang jadi incarannya sejak lama.

“Maaf.” Ucap Ardi saat keduanya kini tengah berada di bandara di hari keberangkatan Ardi.

“Aku egois ya kak kalo ngelarang kamu pergi?” Tanya Dini dengan nada bergetar. Dirinya menahan tangis.

“Sayang.” Panggil Ardi lagi.

“Aku takut kak sama LDR. Bukan gak percaya sama kakak. Justru aku yang gak percaya sama diri aku sendiri. Maaf aku marah pas kakak bilang mau kuliah di luar negeri.” Tangisnya pecah hingga Ardi menarik Dini ke dalam pelukannya.

Lihat selengkapnya