Muak.
Satu kata yang menggambarkan Dini saat ini. Melihat siapa yang berdiri di depannya, belum lagi ekor matanya menangkap sosok yang juga sangat ia tak ingin lihat. Jika di tanya sudah memaafkan, ya Dini sudah memaafkan apa yang terjadi padanya dahulu. Namun tidak untuk melupakan. Bukan mengungkit masa lalu, Dini tidak ingin jatuh dan merasakan sakit yang sama lagi.
“Dini.” Suara pria itu terdengar dan semakin membuat Dini muak.
“Sekali aja, ini terakhir aku jelasin semua ke kamu Din. Kasih aku kesempatan sekali lagi.” Ujar pria di hadapan Dini.
“Dirga!” Kali ini terdengar suara wanita paruh baya memanggil pria yang ternyata bernama Dirga tersebut.
“Cukup ma. Apalagi yang mau mama hancurin? Kapan Dirga gak nurut sama mama? Bahkan sampai nyakitin orang yang Dirga sayang demi mama. Dirga cuma mau bahagia sama pilihan Dirga sekarang.” Balas Dirga kepada ibunya.
“Apa yang mau kamu banggain dari wanita ini? Gak kuliah, kerja juga gak jelas jadi apa. Dan sekarang kamu liat, dia bisa ada disini karena sepupu kamu itu, Dimas. Gatau dia udah jual badannya apa gimana sampai Dimas cinta mati banget sama dia.” Ujar ibu Dirga pada anaknya. Sesekali ia menatap Dini dengan pandangan meremehkan.
“Cukup Ma !!” Kali ini Dirga kehabisan sabarnya dan tak sadar membentak sang ibu di depan banyaknya orang yang hadir.
“Dirga, kamu jangan begitu. Banyak orang.” Terlihat kali ini muncul seorang wanita yang tak asing bagi Dini.
“Lo diem. Kalo bukan mulut lo yang mancing-mancing nyokap gue, sampai detik ini pasti gue masih sama Dini.” Balas Dirga menunjuk wanita tersebut.
“Banyak ya masalah kalian. Saya pikir orang kaya hidupnya tentram banget.” Dini bersuara sambil menunjukkan senyum seringaiannya.
“Diam kamu. Ngapain kamu ada disini? Ini bukan tempat yang cocok buat wanita rendahan kaya kamu.” Aurora, wanita yang tadi menegur Dirga kali ini menegur Dini.
“Rendahan kaya gimana maksud lo?” Dini menoleh ke belakang saat mendengar suara yang sangat tidak asing untuknya. Dirinya cukup terkejut saat mendapati Nico, sahabatnya sedang berjalan dan berhenti di sampingnya. Sedang apa sahabatnya itu disini? Apa Nico ada kenal dekat dengan keluarga Dimas?
“Rendahan kaya perempuan yang keliatannya baik-baik aja depan calon ibu mertua, tapi di belakang main sama suami orang?” Nico kembali bersuara membuat Aurora menatapnya dengan panik.
“Kenapa? Kaget? Untung bokap gue gak masuk perangkap lo. Bego aja dia kalo nyari selingkuhan lebih jelek dari nyokap gue.” Nico kembali berucap dan kini berdiri di hadapan Aurora.
“Berhenti ngirim foto lo ke bokap gue cuma demi dapat kerja jadi asisten pribadi bokap yang gajinya tinggi. Gue gak akan segan-segan bales siapapun yang mau hancurin orangtua gue.” Ucap Dimas penuh penekanan. Lalu matanya beralih para Ibu Dirga.
“Dini yang anda lihat rendahan, lebih bisa jaga dirinya dari pada wanita yang anda anggap suci ini.”
“Dan lo! Gue gak akan mikir dua kali masuk penjara kalo emang gue harus bunuh lo. Jauh-jauh dari Dini!” Nico melihat ke arah Dirga dengan tatapan amarahnya.
“Din, keputusan di tangan lo. Malam ini gue bisa bikin keluarga mereka lebih miskin dan rendahan kaya anggepan mereka ke lo. Bokap gue investor tertinggi di perusahaan bokapnya Si B*ngs*t ini. Dan sekarang gue yang pegang.” Ucap Nico dan tentu membuat ibu Dirga membulatkan matanya.
“Maaf Nico, ini urusan istri saya. Tolong jangan cabut invest dari papa kamu.” Ayah Dirga menghampiri Nico dengan memohon.
“Dini, saya minta maaf untuk semua perbuatan istri dan anak saya. Saya minta maaf sekali.” Kali ini ayah Dirga menghampiri Dini dan memohon minta maaf.
“Bapak gak mau bilang sesuatu juga? Hubungan bapak sama wanita ini?” Tanya Nico sambil menunjuk Aurora.
“Bu, tanpa mengurangi rasa hormat. Wanita suci ibu ini, kalau gak dapat Dirga, target selanjutnya ya papanya. Coba cek hp suami ibu sekarang.” Nico semakin membongkar kebusukan keluarga ini.
Ibu Dirga langsung merampas ponsel milik suami dan tiba-tiba tangannya bergetar karena melihat semua pesan dari Aurora.