One Fine Day (Become Mama)

Arinaa
Chapter #24

XXIV

Tak terasa waktu berlalu. Dimas pun sudah menyelesaikan proyek pentingnya. Niatnya ingin melamar Dini pun saat ini tengah ia persiapkan semuanya. Entah kebaikan apa yang ia perbuat, orang-orang terdekatnya dengan sigap membantu apa saja yang Dimas butuhkan. Dan juga kedua buah hatinya terutama Aruna yang mulai paham juga sangat antusias. Anak itu tak pernah meminta aneh-aneh pada Dimas. Ia hanya ingin Dini menjadi mama sungguhannya, tak hanya panggilan yang selama ini ia ucapkan untuk Dini.

Begitu juga di sisi Dini, ia sudah mengambil cuti untuk acara lamaran nanti. Keluarganya juga sudah bersiap-siap. Bahkan ketiga temannya mendadak jadi seksi sibuk. Berbeda dengan Dini yang mendadak jadi pendiam dan ikut saja.

“Din, are you okay?” Nico yang baru saja membeli sejumlah minuman bersama Adit menghampiri Dini yang sedang duduk.

Wanita itu hanya menoleh dan mengangguk.

“Lo gak berubah pikiran kan? Besok keluarganya Pak Adimas dateng Din.” Ucap Nico mengingatkan.

“Lo marah gak Nic kalo misalkan gue bilang gue ragu? Bukan ragu sama Mas Adimas. Gue ragu sama diri sendiri. Do i deserve him?” Tanya Dini akhirnya mengeluarkan apa yang jadi pikirannya selama ini.

“Kenapa lo mikir gitu? Kasih tau gue.” Jawab Nico.

“Umur, status, apa gue bisa jadi orangtua yang baik kalo nanti Aruna sama Arjuna jadi anak sambung gue. Banyak Nic.” Ucap Dini.

“Din gue ngomong jujur sama lo ya. Satu, setelah dari Dirga, gue emang berharap banget someday lo bakal dapet cowo yang bisa sayang sama lo tulus. Dan setelah bokap lo meninggal, doa gue nambah semoga cowo itu bisa bimbing lo. Gue gak tau Din rasanya jadi lo yang harus berdiri sendiri padahal masih butuh sosok ayah. Lo masih remaja banget waktu bokap lo meninggal. Dan gue liat dua kriteria itu ada di Pak Adimas. Bukan berarti gue doain lo nikah sama orangtua ya. Pak Adimas berpengalaman dari segala sisi Din. Gue percaya dia bisa treat lo dan bisa buat lo ngerasa gimana rasanya disayang dengan tulus.” Nico diam sejenak untuk melihat raut wajah Dini.

“Dan soal status, status apa disini? Pak Adimas duda? Atau status sosial kalian berdua?. Din status duda bukan penghalang orang itu berhak bahagia kan? Dan kalo lo maksud status sosial. Walaupun Pak Adimas sama Dirga sepupuan, gak menentukan tabiat keluarga mereka sama. Lo liat dan rasain sendiri gimana keluarga Pak Adimas memperlakukan lo dari awal kalian ketemu kan.”

“Terakhir soal anak-anak. Din, lo gak liat seberapa sayang dua anak itu sama lo? Perkembangam mereka gimana. Walaupun gue gak liat langsung, but dari cerita lo dan dari sekali dua kali ketemu Aruna dan Arjuna. I believe mereka tumbuh kembang di orang yang tepat, dan itu lo. Gue sebagai sahabat lo aja kaget lo yang belum berpengalaman bisa buat mereka begitu.” Ini mungkin kalimat terpanjang Nico sepanjang merela berteman. Dia tak ingin sahabatnya ini salah ambil langkah. Melihat Dini menangis dalam diam, Nico menarik sahabatnya itu ke dalam dekapannya.

“Nangis aja gak apa. Keluarin semua uneg-uneg lo, biar lega.” Ujar Nico.

..

Dirinya kini tengah menggunakan kebaya simple berwarna abu-abu. Jujur dirinya gugup sekali karena ini pertama kalinya. Ia harap akan menjadi yang terakhir kali juga.

Hingga acara hari itu berakhir, Dini dan Dimas resmi bertunangan. Dari kedua sisi keluarga pun sudah mengetahui dan setuju keputusan Dini dan Dimas yang akan menikah saat kontrak kerja Dini telah usai. Tatapan Dimas tak lepas dari Dini yang menurutnya hari ini terlihat cantik berkali-kali lipat. Walaupun menurut Dimas, Dini menggunakan baju biasa saja sudah cantik sekali.

“Jangan genit ya, udah jadi tunangan orang sekarang.” Bisik Dimas saat duduk disamping Dini.

“Enak aja, kamu tuh yang mentang-mentang ganteng pasti banyak cewe suka.” Balas Dini.

Ia kemudian menatap jarinya yang terpasang cincin tunangan mereka. Cantik dan sederhana. Dimas bahkan menuruti keinginannya untuk mencari cincin yang biasa saja. Namun jangan di tanya soal apa saja yang terkandung dari cincin tersebut. Dimas bahkan memesannya khusus untuk mereka berdua.

“Mama.” Panggil seorang anak kecil yang juga menggunakan kebaya senada dengan Dini dengan rambut di kepang rapi ke belakang.

“Sini sayang.” Ucap Dini menyambut Aruna yang menghampirinya. Cukup lucu karena Aruna berjalan pelan-pelan menggunakan bawahan kebaya yang pas di tubuh mungilnya.

“Cantik banget sih anak mama ini.” Dini memeluk Aruna yang sudah sangat nyaman berada di pelukan Dini.

Lihat selengkapnya