One (Hundred) Percent

Sri Sulastri
Chapter #7

Hand Phone

Untunglah si Pingky sudah bisa aku kendarai lagi pagi ini. Jalanan komplek menjadi rute yang aku lewati setiap berangkat dan pulang sekolah. Berbeda dengan rumah Bunda Liana yang berada di perkampungan dengan tipe rumah yang berbeda-beda, rumah di komplek ini hampir semua sama. Bukan sama dalam artian bentuknya, melainkan sama mewahnya. Rata-rata berlantai dua dengan halaman depan yang luas dan pagar yang menjulang tinggi. Kadang, aku berhenti sebentar untuk lebih lama melihat sebuah rumah yang paling megah, ada semacam kandang burung yang besar di balik pagar besi yang berukir bunga. Aku kagum pada rumah itu, pasti pemiliknya orang yang sangat kaya.

Rumah yang aku sebutkan tadi, letaknya tidak jauh dari persimpangan jalan. Tempat di mana Chandra dan teman-temannya biasa mencegatku dan terus membujuk untuk mau jadi teman dekatnya Raka. Tempat sama yang mengingatkan aku kepada sosok Talitha. 

Siang ini sedikit berbeda, karena hanya Raka seorang diri tampak dari jauh olehku. Anak lelaki berhidung mancung itu memalangkan sepedanya saat aku mendekat.

Senyum Raka tersungging bersamaan dengan sebuah sapa untukku. Sementara itu, aku menghentikan laju sepeda dan menurunkan standar. Percuma juga, jika terus menghindar dari anak lelaki itu. Ia harus dihadapi agar tidak menganggu lagi.

"Selamat, ya, Upi. Tadi gue liat nilai ulangan Bahasa Inggris lo yang paling tinggi," ujar Raka yang masih duduk di atas sadel sepeda.  

"Banyak yang mau lewat, kali, Ka. Jangan ngehalangin jalan, ah!" Aku sedikit menaikkan nada bicara.

"Entar lo kabur lagi kayak kemaren-kemaren. Janji dulu, ya, mau ngobrol sama gue." Raka menjentikkan jari kelingking kanannya.

"Iya," jawabku malas.

Kami mengendarai sepeda beriringan, tetapi cukup lama sama-sama diam. Aku terlalu malas untuk mengajak Raka bicara, juga sepertinya ia pun anak yang pendiam. Aneh, padahal tadi seperti ingin sekali mengobrol denganku.

Aku yang baru ingat kalau Raka cukup dekat dengan Talitha akhirnya membuka suara. Lantas, bertanya banyak mengenai keadaan teman sekelasku itu. Ternyata mereka teman saat SD. Menurut Raka, Talitha dibawa ke kampung halamannya untuk menjalani rehabilitasi mental. 

Talitha, semoga semua akan segera baik kembali.

"Pi, lo ngga ada nomor HP apa?" tanya Raka kemudian.

"Gue ngga punya HP."

"Hah, serius?" Sekilas aku melihat ekspresi keheranan di wajah Raka.

Lihat selengkapnya