Suasana sekolah siang itu mulai sepi. Dean masih duduk di bangkunya menunggu Aleya. Sudah beberapa menit dia menunggu tapi Aleya tidak kunjung datang. Bahkan rubik di tangannya itu sudah empat kali selesai Dean mainkan.
“Dean!” Aleya memanggil dari belakang jendela.
Dean mengambil tasnya dengan malas. “Dasar lambat” gerutu Dean.
“Ayo.” Kata Aleya terlihat tidak sabaran. Baru saja Dean ingin membuka mulut, tapi Aleya sudah menarik lengannya. Dean yang sudah malas hanya bisa pasrah.
Aleya mengajak Dean ke sebuah kedai yang menjual bakso. Makanan kesukaan Aleya. Bagi Aleya, ketika memakan bakso, dia bisa merasakan suasana romantis rintik hujan yang mengguyur kota Bogor. Seperti pertemuan sepasang kekasih. Aleya sangat senang ketika hujan sudah mengguyur kota kelahiran mamahnya itu. Ada perasaan hangat di tengah hujan yang mengguyur dingin, ditemani keluarga terkasih dan semangkuk bakso. Memori masa kecil yang indah.
Tak lama kemudian makanan mereka tiba. Aleya mengambil sendok lalu dengan tergesa memasukkannya ke dalam kuah bakso miliknya. Sebelum sendoknya mengenai kuah bakso, tangan Dean terlebih dahulu mengambil sendok itu dari tangan Aleya.
“Jorok.” Dean mengelap Sendok milik Aleya dengan tisu yang disediakan oleh penjual. Aleya mengambil kembali sendoknya yang sudah dibersihkan oleh Dean.
Mereka sama-sama terdiam. Menikmati hangatnya kuah bakso yang masuk ke dalam perut mereka.
“Kamu bakal suka juga sama hujan Bogor.” Kata Aleya di tengah kunyahannya.
Dean melihat Aleya. “Apa bedanya sama hujan di Jakarta?”
“Beda. Di sana hampir tiap bulan hujan. Ada suasana yang enggak bisa digambarkan. Kamu harus rasain sendiri.”
“Kalau gitu ajak aku ke sana.” Aleya yang berpikiran yang sama dengan Dean, spontan melepas sendok ditangannya hingga sendok itu terjatuh ke mangkok menimbulkan bunyi nyaring dan juga cipratan kuah.