Andin merindukan Dean. Dia tidak bisa membohongi dirinya sekarang, bahwa dia menginginkan Dean. Berbulan-bulan bersama, Andin merasa Dean sosok yang terlalu sempurna untuk diabaikan. Dia sudah tahu kalau rasa itu adalah rasa sayang. Andin menatap jendela kamarnya, Dean sedang apa di sana? Apakah dia makan dengan baik di sana? Baru sehari Dean pergi ke Bali, tapi Andin sudah serindu ini. Semenjak Dean pamit kemarin, mereka belum menjalin komunikasi lagi. Andin beralih menatap telepon genggamnya, apakah dia harus menelepon Dean, menanyakan keadaannya di sana? Tapi kalau dia menelepon Dean, lelaki itu pasti salah paham jika Andin merindukannya. Andin menjatuhkan dirinya, mengapa sulit sekali jadi perempuan. Andai dia adalah lelaki, maka sudah sejak tadi dia menghubungi Dean. Tapi kalau Andin adalah lelaki maka Dean tidak mungkin menyukainya. Andin membalikkan badannya menghadap langit-langit kamar, “Dean? Kamu lagi apa?”
Tok... tok.. tok..
“Kak ini Ayah sama Mamah.”
Mendengar kedua orang tuanya di depan kamar, Andin bangun dan membereskan dirinya yang berantakan.
“Iya, masuk.”
Suci, Mamah Andin mendekati Andin terlebih dahulu lalu memeluknya. “Anak mamah udah besar nih.”
Andin merengut, “Apa sih mamah ah!”
Ayah Andin duduk di kasur, “Kak. Ayah mau tanya sesuatu sama kamu boleh?”
Andin mengerutkan keningnya, “Tanya apa? Boleh.”
“Gimana perasaan kamu sama Dean?” Mata Andin membesar, kaget dengan pertanyaan ayahnya. “Memang kenapa?”
“Ayah sama Mamah tahu kamu sudah besar, sudah bisa memilih jalan sendiri. Tapi kami sudah memutuskan untuk menikahkan kamu dengan Dean.”
Mulut Andin sedikit terbuka, “Nikah?”
“Iya nikah, kamu enggak mau ya?” Sela Mamah Andin.
“Bukan enggak mau, mau, tapi apa Dean mau sama aku?”
Guntoro dan Suci tertawa bersama, “Anak ayah cantik begini, pintar, rajin, jago masak. Mana mungkin ditolak.”
“Tapi Ayah...”
“Sudah jangan khawatir, urusan Dean biar jadi urusan Mamahnya.” Kata Ayah Andin menenangkan.
“Rencana mamah sama Mamah Dean sepulang Dean dari Bali, kamu sama Dean tunangan dulu. Gimana kamu setuju kan?”
Andin tidak menjawab, dia jadi membayangkan bagaimana jadinya jika dia menikah dengan Dean. Ya ampun, jadi tidak sabar.
“Kak? Eh... malah bengong.” Andin tersadar lalu pura-pura biasa saja, “Siapa yang bengong.”
Guntoro dan Suci saling beradu pandang memberikan kode yang sama.
“Cie, anak Ayah lagi kasmaran ya.” Andin merasa ayah dan mamahnya sedang menggoda dia, apakah perilakunya terlalu mencolok hingga kedua orang tuanya tahu jika dia menyukai Dean?