Author POV
Andin mengetahui kepulangan Dean dari temannya, Anthoni. Anthoni berkata mereka sudah pulang sejak semalam. Pagi ini Andin memutuskan untuk mengunjungi Dean. Dia ingin membicarakan rencana pertunangan mereka dengan Dean. Rita berkata, dia sudah memberitahu Dean tentang pertunangan mereka. Setidaknya Andin ingin tahu apa pendapat Dean dengan rencana pertunangan mereka.
Ting… Nong… Ting… Nong…
Andin membunyikan bel. Tidak lama kemudian pintu terbuka. Andin sudah merasa gugup. Dia tidak bisa membayangkan betapa senangnya ketika dia dapat melihat Dean kembali.
“Eh Neng. Masuk.”
Andin harus kecewa ketika Teh Nur lah yang membukakan pintu. Dia memasuki rumah Dean dan menaruh makanan yang sudah dibuatnya.
“Dean mana, Teh?”
Teh Nur membawakan minuman untuk Andin. “Oh Sudah pergi sejak tadi, Neng. Makanya Teteh udah ada di sini.”
Andin menghela nafas. Dean tidak menghubunginya lagi. Semenjak Dean di Bali mereka tidak berhubungan. Andin sangat rindu kepada Dean, tapi sepertinya Dean tidak merindukannya. Andin melihat meja kerja Dean di sudut ruangan. Dia melangkah mendekati meja itu. Dean pasti banyak meluangkan waktunya di sini. Andin menjulurkan tangannya. Sebuah buku hitam menarik perhatiannya. Ini pasti rekam medis atau mungkin… buku harian Dean? Andin mencari keberadaan Teh Nur. Dia tidak melihat Teh Nur di ruang tengah. Sepertinya Teh Nur sedang berada di ruang cuci. Andin kembali memfokuskan dirinya ke buku hitam yang dipegangnya ini. Dia membuka buku itu. Halaman pertama dia menemukan tulisan tangan yang sangat rapi.
“Aleya menatapku… dia tersenyum ketika melihat aku kesulitan makan sayuran. Dia selalu suka menyusahkanku.”
Membaca kalimat itu. Andin menutup mulutnya.
“Aleya? Siapa dia?”
“Neng?” Suara Teh Nur.
Andin yang panik langsung memasukkan buku hitam itu ke tasnya, lalu menghampiri Teh Nur dan pamit untuk pergi ke kantor. Andin berperilaku tidak wajar bagi Teh Nur. Calon istri majikannya itu terus memegangi tasnya dengan kuat. Teh Nur lalu menyadarkan dirinya sendiri. Itu bukan urusannya dia. Kalau pun Andin mengambil sesuatu dari rumah majikannya ini, ya tidak apa-apa. Toh rumah ini adalah rumah kekasihnya.
Saat sampai di mobil. Andin membuka tasnya dengan tergesa. Dia mengambil lalu membuka kembali buku hitam itu. Membacanya dengan teliti.
“Malam itu Aleya terlihat sangat cantik. Dia menggunakan gaun warna biru langit. Aku melihat dia tersenyum ke arahku. Senyumnya masih sama. Senyuman paling indah yang pernah aku lihat.”
Tangan Andin bergetar. Siapa sebenarnya Aleya itu? Apakah anak Pak Haryono yang waktu itu datang ke rumah Dean? Iya, Andin melihat kejadian itu. Mereka berpelukkan. Bukannya Andin tidak cemburu. Andin hanya ingin menjadi perempuan yang tidak cemburuan pada Dean. Dia adalah seorang Dokter. Nantinya mungkin hal itu akan sering terjadi. Lagi pula, Andin tidak punya kekuasaan untuk cemburu pada Dean.
“Uluwatu menjadi semakin indah dengan Aleya di sampingku. Aku sangat beruntung bisa menikmati matahari terbenam bersama Aleya.”
Andin mengeja kembali, “Uluwatu?” Uluwatu itu di Bali. Apakah perempuan ini juga pergi ke Bali bersama Dean? Andin mengambil ponselnya. Lalu mencari kontak yang biasa dia hubungi ketika menanyakan kabar Dean.
“Anthoni, bisa ketemu?”
O N E L A S T H U G
Andin masuk ke sebuah Cafe. Dia sudah membuat janji dengan Anthoni. Anthoni melambaikan tangannya ketika melihat Andin sudah masuk.
“Kenapa nih? Tumben banget ngajak ketemuan.” Kata Anthoni ketika Andin sudah duduk di kursi.
“Kamu… kemarin… kalian pergi sama siapa aja?” Tanya Andin gugup.
Dia ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi, tapi dia juga tidak ingin mengetahui kenyataan bahwa Dean sudah memiliki seseorang yang dia sukai.
“Bali?” Kata Anthoni memastikan.
Andin mengannguk.
“Dean, aku dan Arya.”
Andin melihat Anthoni tajam, “Cuma bertiga? Kamu yakin?”
Anthoni mengingat, “Yakin.”
“Kamu enggak bohong kan sama aku?” Tanya Andin kembali, masih tidak percaya dengan jawaban Anthoni.
“Ya Tuhan. Apa muka aku kelihatan kaya pembohong?”