2008
Tahun Ajaran Baru
Suara riuh manusia memenuhi telinga Dean. Pertandingan berjalan sangat lama untuk Dean. Kedudukan tim Dean dengan tim lawan sekarang 2 sama. Dean tidak ingin mengulangi kesalahan pada tahun lalu, kali ini dia akan bermain dengan baik. Dean merasa percaya diri, sudah hampir sembilan bulan dia berlatih. Walaupun tidak ahli, tapi Dean sudah terbiasa mengiring bola sekarang.
Dean berlari ke kiri dan kanan mengejar bola yang sedang dikuasai oleh tim lawan. Dean menambah kekuatan dan ternyata Dean dapat merebut bola dari kaki lawannya. Kini Dean menguasai bola. Semakin ke depan semakin dekat dengan gawang, Dean melihat ada penjaga gawang yang sudah bersiap, jika dirinya menendang ke arah gawang akan ada beberapa kemungkinan, jika gol dia akan dianggap sebagai pahlawan tapi jika bola tidak masuk maka dia akan merugikan timnya dan mengulang kesalahannya tahun lalu. Kemungkinan lainnya, dia mengoper bola itu kepada temannya di sebelah kanan gawang, tapi jika dia mengoper ke temannya, maka dia tidak bisa membayar kesalahannya tahun lalu. Pilihan sulit di waktu yang sempit.
“Oper!” Suara Aleya menyadarkan Dean.
Dengan spontan Dean menendang bola kepada temannya dan temannya itu dengan cekatan memasukkan bola ke gawang, dan Gol! Tidak lama kemudian wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir. Semua teman Dean bersorak. Dean merasa sangat haru, hampir saja dia melakukan kesalahan.
Dean melirik ke arah penonton mencari keberadaan Aleya. Kesenangannya sedikit berkurang ketika melihat Rudi di sebelah Aleya. Dean memaksakan senyumannya sambil mengepalkan tangannya ke udara, mengekspresikan kemenangan.
Aleya menunggu Dean di luar lapangan. Ingin memberikan selamat langsung kepada Dean. Dean melihat keberadaan Aleya tapi dia langsung malas ketika melihat Rudi pun ada di sana. Dia sengaja mengabaikan Aleya, pura-pura asyik berbincang dengan teman kelasnya. Aleya yang memang sudah menunggu Dean, terus menunggu. Teman-teman Dean berlalu dari sana. Dean memaki dalam hati. Apa yang harus dia lakukan? Dean melihat Aleya melambaikan tangannya. Dean merasa tidak tega, akhirnya dia menghampiri Aleya dan Rudi.
“Selamat Dean. Aku tahu kamu bisa.” Kata Aleya senang.
“Keren, Bro.” Kata Rudi.
“Makasih. Aku duluan ya. Mau lanjut sama anak kelas.” Kata Dean melihat Aleya.
Aleya memaksakan senyumnya. Merasa kecewa. Dia tidak tahu mengapa hubungannya dengan Dean jadi seperti. Apakah karena dia telat waktu itu?
Sepulang sekolah. Aleya tidak melihat Dean. Sepertinya Dean sudah pulang. Aleya tidak habis ide. Dia memutuskan untuk pergi ke rumah Dean.
“Masuk sayang.” Kata Rita. Mamah Dean mempersilahkan Aleya.
“Dean baru aja pulang. Bentar ya.”
Aleya mengangguk. Dia berharap Dean bisa bersikap seperti biasa lagi di depan Rita. Dean mendengar Aleya datang ke rumahnya. Dean mengacak-acak rambutnya. Sebenarnya dia pun tidak tahu mengapa dia seperti ini kepada Aleya. Dia hanya tidak suka ketika melihat Aleya bersama Rudi belakangan ini. Bahkan ketika Dean mendiamkan Aleya. Aleya malah lebih sering bersama Rudi. Dean melihat mereka di mana-mana. Di kantin, perpustakaan. Rudi lebih banyak bertemu Aleya, karena mereka pun satu kelas. Dean menghelas nafasnya. Dia memutuskan untuk menemui Aleya.