Tahun 2009
Minggu. Pukul sembilan pagi. Waktu yang tepat untuk berleha-leha di kasur sambil bermain game atau membaca komik. Itu yang dilakukan Aleya pada hari libur biasanya. Namun hari ini berbeda. Dia sudah bangun dengan pakaian yang rapi. Dia berulang kali melihat jendela kamarnya, menunggu seseorang datang, tapi pagar rumahnya masih tertutup hingga saat ini. Dia menekuk wajahnya, sepertinya kekasihnya itu lupa akan janji mereka.
Semalam Dean mengajak Aleya untuk lari pagi bersama. Aleya tentu saja sangat senang. Dean belum pernah mengajak dirinya lari pagi selama mereka mengenal hampir tiga tahun ini. Oleh karena itu Aleya sangat semangat, sudah dari setengah enam tadi dia bersiap-siap. Kalau begini lebih baik tidur lagi, tapi kalau Aleya tidur, Dean datang bagaimana? Aleya memukuli bantal di depannya. 'AWAS KAMU DEAN'
Aleya mendengar suara pagar yang dibuka. Dia mengintip dari atas, itu Dean. Dia jadi bingung sekarang, harus turun atau tidak ke lantai bawah. Kalau dia turun, dia tidak akan bisa menghadapi Dean. Setiap kali marah, Aleya pasti luluh jika melihat wajah Dean. Tapi kali ini, dia tidak akan luluh semudah itu.
Tok... Tok... Tok...
"Aleya. Ada Dean tuh di bawah."
Itu suara Mamahnya. Aleya menjatuhkan badannya ke kasur. Dia sangat kesal pada Dean. Bagaimana tidak kesal? Orang sudah senang setengah mati. Tahunya dia melupakan janjinya sendiri. Wajar kan kalau dia kecewa.
"Kak. Masih tidur?"
Mamahnya Aleya membuka pintu. Aleya bangun dengan Malas.
"Iya... iya..."
Dengan langkah gontai dan kepala yang terus melihat lantai, Aleya menemui Dean. Sedangkan Dean sedang asyik bermain dengan adiknya Aleya yang berumur enam tahun.
Aleya menghampiri adiknya, tidak berniat mengajak Dean bicara.
"Malik lagi apa?" Tanya Aleya kepada adiknya.
"Main."
Aleya mencubit pipi Malik gemas.
Dean menyadari Aleya sengaja menghindar dari dirinya. Dia menarik pengan Aleya.
"Maaf." Kata Dean lirih.
Aleya menarik lengannya lalu kembali mengganggu Malik.
"Aleya." Panggil Dean manis.
Aleya melirik sinis. Lalu kembali fokus pada Malik.
"Aku bablas tadi. Maaf."
Aleya menghela nafasnya. Sekuat apapun dia menolak Dean, pada akhirnya dia yang tidak kuat sendiri.
"Aku tuh udah siap-siap dari tadi. Lihat nih. Kamu malah enak tidur."
Dean memerhatikan penampilan Aleya. Dia semakin merasa bersalah.
"Bukan cuma baju. Aku udah senang banget, kamu ajak lari. Tahunya bohong."
Dean tersenyum manis lalu mengelus pipi Aleya.
"Maaf sayang." Kata Dean tulus.
Aleya melemah. Mendengar kata sayang dari Dean selalu membuat hatinya berbungga. Dia tersadar. Dia tidak boleh menjadi gampangan seperti ini. Nanti Dean akan seenaknya memperlakukan Aleya. Dia memutuskan untuk kembali menganggu Malik.
Tidak ada lagi suara Dean. Aleya mencuri pandang dari sudut matanya, dia melihat Dean sedang mengambil sesuatu dari saku celananya.
"Sebagai permintaan maaf."
Aleya melihat tiket konser Sheila On 7.
SHEILA ON 7? Yang benar saja. Bagaimana mungkin dia menolaknya. Aleya tertawa kecil. Lalu mengambil tiket konser itu dari Dean.
"Beneran ini?"