Satu jam dan satu kunjungan ke farmasi terdekat kemudian, gadis itu masuk ke salah satu kubikel toilet umum, lalu merapatkan pintunya dengan perlahan. Ia membuka tas, mengeluarkan sebuah bungkusan. Di dalamnya, ada sekotak alat tes kehamilan yang masih dilapisi plastik.
Dipegangnya alat itu dengan tatapan ambigu, masih tak yakin dengan apa yang patut dilakukannya. Lama ia berdiri di sana, mendengarkan langkah kaki datang dan menjauh, datang dan menjauh, sampai ia yakin ia benar-benar sendirian.
Dengan tangan bergetar, disobeknya pelapis plastik, lalu dikeluarkannya benda panjang itu dari kotaknya. Dibacanya petunjuk yang tertera pada bungkusan sekali, dua kali, sampai teks hitam itu memburam di hadapan matanya.
Sekarang, atau nggak akan ada kesempatan lagi.