One Persen Of People

Renita Sylvia
Chapter #6

INTUISI, JUDGMENT & FEELING

Sebuah kebohongan besar jika aku tidak menyadari perasaan orang-orang di sekitarku. Itu kemampuan alami yang kumiliki. Normalnya disebut intuisi. Pemahaman yang datang dari tempat yang tidak bisa dijelaskan. Jika aku mengungkapkan pemahaman itu, orang dengan logika tinggi akan mencoba melawannya. Kemampuan ini sangat berguna dan melindungiku dalam beberapa hal. Namun dia juga membunuh kenormalanku perlahan demi perlahan.

Di ruang bernama hati, segalanya menjadi mungkin. Aku melihat mata mereka dan pintu itu terbuka. Kadang aku melihat emosi, kadang aku melihat diriku sendiri yang berada di sudut ruangan disana. Bukan aku berburuk sangka. Tapi setiap helaian nafas, lirikan mata atau bahkan nada bicara selalu mengandung arti. Aku memahami arti itu dan sering terjebak seorang diri oleh perspektif yang kuyakini.

Sering aku merasa berdiri seorang diri diantara kerumunan orang. Lalu mereka mendesakku dalam ruangan sempit yang berisi penilaian mereka. Meskipun dalam dunia nyata mereka mengabaikanku, tapi perspektif itu menyakiniku bahwa pikiran mereka menyimpan kata-kata yang melibatkanku di dalamnya. Aku ingin menghilang sepanjang waktu jika perspektif itu muncul. Tubuhku yang sedang berdiskusi dengan mereka hanya sebagai tempat bersembunyi atau berpura-pura tidak mengetahui semua.

“Eh… Jeng! Dicariin Mas Boy tadi,” ujar Mas Bimo yang baru datang.

“Mas Boy siapa?” sahut Lesti.

“Itu yang anak Development yang motornya gede, kayak Mas Boy anak jalanan.”

“Oh… yang kemarin nyamperin Azriel kesini?” kali ini mbak Karen menyahuti. “Wah… lumayan kece tuh… apalagi anak development kan gajinya lebih gede dari kita.”

“Cie… Ajeng… cie…” goda Mas Bimo.

“Apaan sih Mas…”

“Tapi tuh anak kayaknya playboy deh, dari dulu kan suka kayak gitu setiap ada anak baru. Hati-hati deh Jeng!” Lesti memperingatkan.

Aku tersenyum menanggapi nasehat Lesti. Aku cukup mengetahui jika ada beberapa orang yang tertarik padaku selama beberapa bulan ini. Bukan aku terlalu percaya diri. Aku juga tidak begitu cantik sehingga bisa menarik perhatian banyak orang. Aku hanya bersikap sewajarnya dan bahkan tidak ingin terlalu terlihat. Tapi menyakini jika ada orang melihat keberadaanku itu berarti mereka memiliki penglihatan istimewah. Aku hanya beberapa kali berpapasan dengan seseorang yang mereka bicarakan itu lalu menyapanya dengan sewajarnya. Dan aku mempunyai penilaian sendiri pada sosoknya.

Beberapa kali juga kulihat Lesti berbicara dengan sosok itu. Mereka terlihat tertawa dan seolah akrab. Gelagat Lesti yang kulihat menujukan bahwa dia menaruh sedikit perhatian pada sosok itu. Rasa tertarik pada lawan jenis. Apalagi kabarnya sosok itu juga satu-satunya yang masih lajang di divisi Development. Nasehat Lesti pun tetap kusimpan untuk kewaspadaan. Tapi aku juga tidak bisa memungkiri jika dibalik nasehat itu juga menyimpan rasa iri yang dimilikinya. Entahlah… itu hanya salah satu perspektif bebeda yang muncul dari intuisiku.

“Gue juga pernah kok Jeng dideketin tuh anak!”

“Siapa? Mas Boy maksud kamu?” tanyaku hati-hati.

“Siapa lagi? Tapi yah… dia itu suka php. Temen ceweknya juga banyak. Jadi jangan mau kalau ditembak dia.”

Lihat selengkapnya