Lima menit sebelum bel berbunyi, Jiya dan Phia sudah bergegas mengikat tali sepatu mereka, menuju sekolah. Berada di asrama sekolah membuat keduanya tidak pernah mengkhawatirkan keterlambatan. Karna asrama dan sekolah hanya berbeda gerbang saja.
Setibanya di gerbang, keduanya berpapasan dengan Tiyas yang masih mengatur nafas. Terengah-engah setelah berlarian dari gerbang depan. Tempat guru piket dan ketua organisasi berpatroli.
“Tumben telat?” sapa Phia.
Wajar saja, Tiyas adalah murid pintar diangkatan mereka itu selalu menjadi murid teladan karna tidak pernah terlambat kesekolah maupun melanggar aturan sekolah. Anak baik-baik. Walau sebenarnya ia datang terlalu pagi hanya agar dapat melanjutkan tidurnya di asrama sahabatnya. Sudah berkali-kali ia mengeluh agar dapat masuk asrama dan bergabung dengan sahabat-sahabatnya. Namun kedua orang tuanya tidak pernah mengizinkan.
“Padahal udah gue jelasin berkali-kali. Kalo di asrama ada Jiya yang rumahnya deket tapi ikut asrama. Tetep aja gak ngasih” keluhnya kala itu.
“Abang gue bawa mobil dari tadi malem gak balik-balik. Untung pas balik tadi pagi, nyokap lagi buru-buru karna udah pasti telat ngantor” keluhnya masih dengan nafas tersengal.
“Emang rese’ tuh anak” lanjutnya lagi.
Dhyo, abang Tiyas. Beda satu tahun dengan mereka, di deolah khusus laki-laki. Dhyo adalah mantan ketua ORMU-sama seperti OSIS- disekolah. Siswa nakal berprestasi. Dua bersaudara itu memang dikaruniai otak encer. Makanya orangtua mereka tidak pernah murka dengan segala keonaran yang diperbuat keduanya. Terlebih lagi Dhyo.
Sesampainya dilorong kelas XI langkah mereka terhenti karna lorong penuh sesak oleh gerombolan siswi kelas XI. Berbondong-bondong memenuhi papan besar ditengah lorong. Papan pengumuman.
Gedung sekolah ini memiliki tiga tingkat dengan dua gedung berdempetan. SMP dan SMA. Lantai paling atas untuk murid baru, lantai kedua untuk kelas XI, dan lantai pertama untuk kelas akhir. Menyambung dengan kantor guru. Katanya sih, supaya terpantau. Karna diusia itu mereka sedang mengalami masa puber. Satu lantai berisi 6 ruang. 4 ruang untuk kelas, dan dua ruang lainnya dijadikan aula untuk pertemuan angkatan.
“Ada apaan sih?” Tanya Jiya pada salah satu temannya.
“Pembagian panitia selama satu semester kedepan. Biasalah, awal-awal semester pastinya banyak acara. Apalagi angkatan kita udah pegang ORMU.
ORMU. Atau tepatnya, ORgansasi uMUm putri. Dijabat oleh kelas XI. Jadi tentu saja kini sebagian besar acara dipanitiai oleh kelas XI.
“Ji! Lo kepilih” teriakan Phia kencang. Entah sejak kapan ia sudah sampai dibarisan terdepan.
Jiya segera menyusul dan melihat kertas karton putih besar yang ditunjuk Phia. Menampilkan nama dan struktur kepanitiaan sebuah acara.