One Suku

Lisa
Chapter #3

Berawal dari DSLR

Ule kaget begitupun dengan Ardan saat sosok cewek dengan style hijabers, tapi tidak dengan gamis yang panjang datang menghampirinya. Gayannya gaul banget, celananya gaya retro vintage. Juga wajahnya yang manis. Jangan lupakan lesung pipitnya, bahkan dia belum tersenyum lebar, ini saja baru tersenyum kecil sudah membuat dada Ardan berdesir. 

“Maaf mengganggu—“

“Enggak sama sekali.”

Ardan menyenggol bahu Ule dan mengisyaratkan bahwa cewek di depannya cantik banget. Tapi Ule bersikap seperti biasanya, biasa aja. Sampai saat ini, Resi masih tersimpan di hatinya, meski ia tahu, Resi mungkin telah bahagia bersama Christo, teman SMA-nya.

“Gue cuma mau kasih ini. Ini punya kamu kan?” tanya Sitsul pada Ule yang sedari tadi diam kala ia menghampiri keduanya. 

Ule baru sadar, sejak tadi ia tidak bersama kamera DSLR-nya. Pantas saja ada yang beda dari biasanya. Ule bahkan lupa di mana terakhir ia meletakkan lalu meninggalkan kameranya, untungnya masih ada orang baik yang mau mengembalikan haknya. 

“Eh... Iya, ini kamera gue.” Ule menerima kamera DSLR dari tangan gadis berlesung pipit itu. “Makasih.”

“Sama-sama. Kalo gitu aku duluan ya,” pamit Sitsul, tapi kembali Ardan memberi isyarat pada Ule untuk menahan Sitsul dan mengajaknya berkenalan dengan ucapan terima kasih telah mengembalikan kamera mahal Ule. 

“Eh... Tunggu!” Sitsul menghentikan langkahnya saat hendak turun dari anak tangga. 

Ule berlari kecil di susul Ardan menghampiri Sitsul. “Nama lo siapa?” tanya Ule kikuk. Ini semua paksaan Ardan tengil. 

“Aku?” tanya Sitsul balik menunjuk dirinya. 

“Dia mau kenalan. Orangnya emang pemalu,” kekeh Ardan. 

“Eh, iya... Aku Sitsul.” Sitsul mengulurkan tangannya pada kedua pemuda yang ia yakini adalah pemuda Jakarta. 

“Gue Amrdani, panggil aja Ardan,” ucap Ardan. Sitsul menyambut baik saat Ardan membalas uluran tangannya. 

“Ule.” Sitsul tersenyum saat Ule membalas senyumnya. Terlihat jelas bahwa kedua pemuda ini sangatlah berbeda karakter, satu pendiam dan satunya cuek. 

“Dari Jakarta?”

Secara bersamaan Ule dan Ardan mengangguk, “Udah ketebak, sih.”

Lihat selengkapnya