Only You

Bentang Pustaka
Chapter #2

1

Galeri itu lengang, hanya terlihat satu-dua orang menikmati lukisan-lukisan yang terpajang di dinding. Suara instrumen klasik mengalun lirih, menggema di ruangan galeri. Di antara gema instrumen itu terdengar langkah kaki berirama, melangkah dari satu lukisan ke lukisan yang lain, dan berhenti di salah satu lukisan. Wanita yang kira-kira berusia 24 tahun itu berdiri tegap, mata lebarnya menikmati setiap detail lukisan. Pakaian yang dia kenakan dress sepanjang lutut dipadukan dengan blazer krem semiformal, serta sepatu stiletto setinggi 10 cm memberikan kesan fashionable pada penampilan wanita itu. Rambutnya yang wavy sepanjang bahu, dikucir tinggi, membuatnya terkesan elegan.

Wanita itu adalah Alexandra. Biasa dipanggil Lexa. Pada usianya yang masih 24 tahun dia sudah menjadi wanita mandiri dan sukses. Karena kecintaannya pada dunia fashion design, dia membuka butik Gorgeous yang berpusat di kompleks ruko elite tak jauh dari Tunjungan Plaza. Cabang butiknya menyebar di seluruh mal yang ada di Kota Surabaya. Lexa dikenal sebagai wanita ulet yang sudah menghasilkan banyak karya di dunia fashion. Kehebatannya di bidang fashion design sudah tidak diragukan. Lexa sudah mencetak banyak prestasi baik di dalam maupun di luar negeri.

Langkah berirama kembali terdengar. Lexa meninggalkan satu lukisan, lalu beralih ke lukisan yang lain. Dia menelusuri setiap sudut galeri untuk menikmati lukisan karya pelukis-pelukis muda tersebut. Semua aliran lukisan yang dipamerkan mempunyai daya tarik tersendiri.

Langkah kaki Lexa kembali terhenti di depan lukisan keluarga. Lukisan yang bergambar seorang ayah, ibu, dan seorang anak kecil yang tertawa riang sambil piknik di pinggir danau itu menarik perhatiannya. Tanpa Lexa sadari tangannya meraih lukisan itu, merabanya sesaat, lalu dia tersenyum getir ketika menyadari dia tidak lagi punya keluarga.

Papa-Mama Lexa sudah bahagia dengan kehidupan mereka masing-masing. Tinggallah Lexa sendiri. Sebenarnya, dia merindukan kehangatan keluarga. Keluarga yang utuh. Papa-Mama yang selalu mencurahkan kasih sayang kepadanya, memberikan semangat ketika Lexa jatuh, dan yang selalu menasihatinya ketika Lexa hilang arah. Sayangnya, Lexa tak pernah mendapatkan semua itu.

Semakin lama menatap lukisan keluarga itu, memori Lexa kembali berputar ke masa lalu. Saat kali terakhir dia menikmati kebahagiaan bersama keluarganya. Pada masa itu, Papa, Mama, dan Lexa merayakan ulang tahunnya yang keenam. Tawa riang dan warna keceriaan bergemuruh riuh di antara mereka. Meniup lilin, mencium pipi, memberi hadiah, juga menikmati santapan lezat. Kebahagiaan tak terhingga yang sudah lama berlalu. Kebahagiaan itu kini hanya tinggal kenangan. Entah sejak kapan rumah yang tadinya hangat berubah menjadi neraka yang menyiksa. Tidak ada lagi tawa di dalam sana. Hanya ada adu mulut papa dan mamanya yang terjadi setiap hari. Mereka sering saling menuduh, saling menyalahkan, saling melempar kemarahan, dan berujung dengan isak tangis Mama. Saat itu Lexa masih terlalu kecil untuk memahami semuanya. Pada usianya yang masih tujuh tahun, ia hanya bisa diam menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya yang akhirnya berujung pada perceraian.

Sejak perceraian kedua orangtuanya, kehidupan Lexa banyak berubah. Kenangan pahit yang rasa pedihnya masih terasa sampai sekarang adalah ketika dirinya merasa tidak dipedulikan. Tak lama setelah orangtua Lexa bercerai, papanya menikah lagi. Beberapa bulan kemudian mamanya menyusul menikah lagi. Keduanya merajut kebahagiaannya masing-masing tanpa Lexa. Lexa ditinggalkan sendirian. Kedua orangtuanya seakan tak mau mengajak Lexa memasuki kehidupan baru mereka. Akhirnya, Lexa diadopsi Tante Lina, adik mama Lexa. Lexa masih terlalu kecil untuk memahami mengapa dua orang yang dulunya saling mencintai, akhirnya saling membenci.

Meskipun Lexa telah ditinggalkan, papa Lexa tidak membiarkan putrinya hidup terlunta-lunta. Dia memberikan tunjangan Lexa hingga putrinya mampu hidup mandiri.

Sejak tinggal bersama Tante Lina yang memiliki hobi menjahit, Lexa mulai mengenal dunia fashion. Setiap hari Lexa disuguhi berbagai macam majalah fashion. Lexa juga bersekolah di salah satu SMK di Surabaya dan mengambil jurusan tata busana. Sejak masuk SMK bakat hebat Lexa sebagai desainer sudah terlihat. Ditambah lagi, tunjangan dari papanya tak pernah dia sentuh melainkan ditabung. Setelah lulus SMK, Lexa melanjutkan kursus di salah satu butik ternama dan bekerja sebagai desainer di butik tersebut selama dua tahun. Berkat bosnya, Lexa bisa belajar mengelola butik dan mengembangkan keterampilan mendesain. Setelah cukup mendapat pengetahuan tentang usaha butik, Lexa berhenti bekerja dan mulai membuka butik sendiri yang diberi nama Gorgeous Boutique dengan menggunakan uang tunjangan hidup dari papanya. Pada waktu itu Tante Lina terpaksa pindah ke Amerika karena suaminya dipindahtugaskan ke sana. Sejak itu Lexa kembali hidup sendiri. Masa muda Lexa hanya terfokus pada pengembangan usaha butik. Karena itulah, Lexa tumbuh menjadi wanita yang tangguh, mandiri, keras kepala, seenaknya sendiri, teguh pendirian, tetapi kesepian.

Lexa ingin marah, tapi tak tahu harus marah kepada siapa. Lexa membenci kedua orangtuanya, tapi tak bisa benar-benar membenci mereka. Tanpa disadari sebutir air mata menetes. Refleks Lexa menengadah, menahan air mata lain yang siap berjatuhan. Lexa mengalihkan tatapannya, memandang lukisan yang lain. Semakin lama melihat lukisan keluarga itu, hati Lexa semakin sesak dibuatnya.

Lalu, perhatian Lexa terpaku pada sebuah lukisan lain. Sebuah lukisan sederhana yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dalam lukisan itu tergambar hamparan tanah lapang hijau dipenuhi bunga edelweiss. Di sudut lukisan terlukis sesosok wanita yang tak nyata, hanya sebuah bayangan. Lexa mengamatinya lekat. Lukisan itu seolah bercerita tentang kerinduan yang mendalam. Sesosok wanita dalam lukisan itu seolah hanya bayangan tak terjangkau. Lexa menatap lukisan itu lekat dan lama. Seolah ikut merasakan seperti apa yang tergambar di sana. Karena lukisan itu bercerita secara nyata. Tentang rindu berkepanjangan. Lexa merindukan kasih sayang, hal yang abstrak dan tak terjangkau baginya. Kedua mata Lexa menelusuri sudut lukisan, di sana tertulis judul lukisan dan nama si pelukis: “Ruang Rindu” by Aditya.

Lihat selengkapnya