"Bunganya cantik."
Aku menoleh pada Nania sembari menyirami bunga-bunga Krisan di dekat kakiku. Gadis itu berdiri di balik pot, sedikit jauh, menghindari cipratan air.
"Iya. Nenek paling suka bunga ini."
Sejak pagi, Nania terus ikut ke mana pun aku pergi. Dia memperhatikan segala gerak-gerikku, bahkan turut membantu pekerjaanku. Seperti sekarang ini. Dia menemani aku mengurus kebun Nenek.
Di hari pertama tinggal di sini, Nania terlihat seolah tanpa beban. Aku dan Nenek pun sepakat untuk menunda bertanya tentang masalah yang membuat Nania kabur dari 'istananya'.
Ternyata keberadaan Nania membuatku nyaman. Aku merasa seperti punya teman baru. Apalagi dia benar-benar sudah tidak pernah menujukkan sikap sombong seperti saat awal kumengenalnya.
Aku menggoyangkan selang yang sedang kupegang, menunjuk keran di sebelah Nania. "Boleh tolong matikan kerannya?"
Nania melakukan persis seperti yang kuminta. "Udah nggak perlu siram tanaman lain lagi?"
"Nggak perlu, udah beres semua."
Tangan Nania terulur untuk menawarkan bantuan menggulung selang. Aku buru-buru menggeleng.
"Jangan. Selangnya kotor."
Kami bertukar senyum. Nania bergeser kala aku melewatinya dan berjalan menuju pondok kecil di tengah kebun.
"Kamu mau ngapain lagi?" tanya Nania.
"Istirahat, udah siang. Kamu pasti udah lapar. Sebentar lagi kita pulang lalu makan siang."
Aku duduk di bangku panjang dekat pintu pondok. Lagi-lagi Nania mengekoriku.
Bangkunya agak berdebu. Aku mengusir debu dan daun kering dengan tanganku sebelum Nania duduk. Jangan sampai gaun tuan putri jadi ternoda.
Gadis itu tertegun sejenak dengan tatapan ke bangku, lalu melihat ke arah telapak tanganku yang sedikit menghitam karena debu-debu itu, kemudian melihat bangkunya lagi.
"Kenapa?" Kuangkat sebelah alis. "Mau duduk, 'kan? Ayo sini. Udah aku bersihin."
Dia mengulum senyum, pipinya merona. "Oke. Makasih," gumamnya.
Aku mengamati wajah cantik itu sembari membersihkan tangan. Dia sedikit menunduk, ekspresinya masih seperti sedang malu.
Kuingin tertawa tapi kutahan. Masa iya, hal kecil yang kulakukan tadi membuatnya jadi tersipu? Lucu sekali.
Belum ada suara yang keluar dari bibir mungil Nania. Aku juga belum punya topik pembicaraan. Jadi, kami hanya duduk diam selama beberapa saat.
Tiba-tiba aku mencium aroma khas sesuatu yang sangat kukenal. Ternyata Nenek datang membawa rantang makanan. Mataku langsung melebar.
"Nek!" Aku bangkit, menyongsong kedatangan perempuan berambut putih yang berjalan dengan agak tertatih itu. "Kenapa ke sini?"
"Nenek bawain kalian nasi goreng."
Benar rupanya! Aroma yang tercium olehku adalah wangi nasi goreng buatan Nenek. Seketika perutku keroncongan.