Biasanya kalau sudah terlelap, aku tak mudah terbangun meski ada bunyi-bunyi gaduh di sekelilingku. Sejujurnya semua yang terjadi kemarin membuatku gelisah. Dua malam ini aku sering terbangun dari tidur.
Kali ini suara derit pintu kamar yang terbuka dengan mudahnya menarikku keluar dari alam mimpi. Uh, jam berapa ini?
Aku mengerjapkan mata dan berputar sedikit di kursi goyang untuk melihat ke arah jam dinding. Ini baru pukul tiga pagi dan langit di luar jendela masih gelap gulita.
Siapa yang-
"ASTAGA!" Erangan serak tertahan di tenggorokanku.
Sosok perempuan pucat berambut panjang entah sejak kapan berdiri di samping kursiku. Kemunculannya bagai hantu. Mengagetkan saja!
"Nania, ngapain kamu di sini?"
Gadis itu menyisipkan helaian rambut ke belakang telinga. "Sorry. Kamu jadi kebangun. Aku …."
Dia terdiam. Tampak resah.
Tetapi aku mengerti. "Kamu nggak bisa tidur?"
Nania menunduk dalam, tak berani menatap mataku. "I-iya."
"Kenapa? Kamarku jelek? Kasurnya nggak enak?" Aku sengaja menggoda Nania.
Buru-buru dia menggeleng dan mencoba menjelaskan bahwa masalahnya bukan tentang kamarku. Aku terkekeh lalu bangkit dari kursi goyang.
"Iya, iya. Aku tahu. Kamu lagi banyak pikiran. Makanya susah tidur. Aku juga sama."
"Kamu juga?" Nania menggigit bibir bawahnya. "Gara-gara aku, ya, kamu jadi ikut khawatir?"
"Nggak apa-apa kok."
Selagi Nania meminta maaf untuk yang kedua kali, aku mendapat ide sederhana menyangkut urusan tidur. Aku berjalan menuju dapur, memberi kode pada Nania untuk ikut.
"Mau ngapain?" bisik Nania, berdiri canggung di samping meja makan.
"Kamu duduk aja." Aku juga ikut berbisik.
Kutarik kursi untuk Nania dengan sangat perlahan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Nania melangkah berjinjit, lalu duduk diam bagai patung.
Maklum saja kami bertingkah seperti maling yang takut ketahuan pemilik rumah. Kamar nenek dekat sekali dengan dapur.
Meniru ninja yang bergerak cepat namun tak bersuara, aku langsung melakukan apa yang terpikir olehku tadi. Cukup tiga menit, pekerjaanku selesai.
"Kamu bikin apa?" Nania penasaran dengan kesibukanku.
"Bikin susu."
Nania melongo bingung ketika aku membawa dua gelas minuman hangat itu dan menyajikannya di atas meja. Aku santai saja duduk di sebelahnya, langsung meminum punyaku, berniat segera menghabiskannya.
"Ayo diminum. Susu hangat bisa bantu kita untuk tidur lebih nyenyak."
"Oh, ya?"
Mengambil gelas dengan alis mengerut, Nania terlihat ragu-ragu. Meski begitu, susunya diminum sampai tak bersisa.
"Hmm. Enak banget. Kalau perutku jadi hangat gini, aku percaya nanti bakal bisa tidur jadinya."
"Pasti! Nah, kalau minumnya udah, kamu balik ke kamar aja. Oke?"
"Tapi …."
Aku meringis. "Tapi apa lagi?"
"Kalau sekarang, belum pengen tidur."
Nania menggaruk ujung hidungnya lalu menunduk. Gerak-geriknya mirip orang yang sedang salah tingkah.