Blurb
Aku, namaku, Pandong dan aku punya satu pengakuan.
Harus kuakui bahwa aku adalah seorang pengagum hal-hal yang berbau kertas. Dan perihal berbau kertas itu, aku dapat menemukannya pada tumpukan buku, pepohonan, pulpen bekas jamahan catatan lusuh, surat-surat romansa buat kekasih, puisi jenaka, cerita karangan pendek, khayalan, catatan panjang, dan koran-koran bekas. Juga pada pipi, bibir, tubuh milik Sang Dara Agung dan dinding-dinding kamarku sendiri.
Kertas, aku rasa adalah hasil penemuan terbaik yang pernah dicapai umat manusia; sebuah kemashyuran tiada tara. Tanpa tanding. Sungguh, tiada tandingnya.
Salam juga patut disampaikan untukmu, Sang Dara Agung, dari aku—seorang yang dulu pernah menjadi asing—yang kini takut pada kematian.
Dan untuk itulah, karena aku seorang yang mengagumi hal-hal yang berbau kertas, maka atas izin Yang Maha Kuasa aku akan tuliskan satu catatan yang lebih panjang lagi, yang datang dari suatu masa indah di usia mudaku.
Sebuah masa di mana aku, adat, tradisi, ilmu pengetahuan, penemuan, cinta, perempuan muda berdarah agung, tragedi, kepergian, kehilangan, dan orang asing, berjumpa, berkanjang, berkumpul menjadi satu di Lamba-tanah kelahiranku.
Kisah ini bermula pada tahun 1992. Ketika usiaku masih dua puluh satu tahun.