Sebuah kesunyian telah menghampiri aku. Sebab di sini aku temukan kebahagian yang paling melarat, sebuah kehidupan yang bukan milikku lagi, suatu keadaan di mana aku tidak dapat menemukan dikau.
Harus kuakui bahwa aku adalah seorang pengagum hal-hal yang berbau kertas. Dan perihal berbau kertas itu, aku dapat menemukannya pada tumpukan buku, pepohonan, pulpen bekas jamahan catatan lusuh, surat-surat romansa buat kekasih, puisi jenaka, cerita karangan pendek, khayalan, catatan panjang, dan koran-koran bekas. Juga pada pipi, bibir, tubuh milik kekasih dan dinding-dinding kamarku sendiri. Kertas, aku rasa adalah hasil penemuan terbaik yang pernah dicapai umat manusia; sebuah kemashyuran tiada tara. Tanpa tanding. Sungguh, tiada tandingnya.
Dengan kertas, walaupun lusuh, aku bisa tuliskan apa artinya sunyi. Menurutku—aku bukan bermaksud menerangkan niat untuk bersyair—sunyi itu adalah ketika rasanya begini: badan mengecil, kepala mengerucut, kertas bertambah, tinta berkurang dan rindu menumpuk. Dari kertas pula aku bisa belajar menerangkan suatu maksud. Suatu maksud yang tak berani aku terangkan pada kekasih secara langsung. Tapi kertas punya daya tarik yang bagus dalam memikat mata perempuan. Kertas, dengan segala kemasyurannya, sungguh pandai membangunkan huruf-huruf mati. Dan ini perihal yang paling aku sukai dari kertas.