Surat-surat balasan dari Lusi dan Mendeng pun tiba pula di Ujung Barat.
Untuk Kaka Pandong, di Ujung Barat
Kabar saya dan mama baik, dan kami pun mengirim salam yang berlimpah padamu di Ujung Barat. Sampaikan pula salam kami kepada segenap keluargamu. Mama mengatakan bahwa jika nanti ada kesempatanmu, singgahlah di rumah sebelum engkau kembali ke Lamba. Mama ingin berbicara tentang bisnisnya padamu. Harus saya akui bahwa toko Mama sekarang memiliki banyak kemajuan. Banyak pelanggan pula, dan kami pun sedang membangun sebuah toko lainnya di dekat pasar. Oleh karena itu mama bilang bahwa ia akan membutuhkan banyak pasokan buah dan sayur dari ladangmu. Semoga kau cepat kembali dan berbicara secara langsung dengan Mama.
Saya sungguh senang mendengar kau bahagia di sana. Dan laut, oh saya harus jujur bahwa saya ingin sekali kembali ke laut, melihat senja dari sana. Alangkah indahnya, seperti yang kita lakukan selama seminggu itu. dan saya senang pula bahwa di sana ada lautnya, sebab saya pun belum pernah ke Ujung Barat. semoga pada suatu kesempatan di masa mendatang, saya bisa berkesempatan untuk berkunjung ke sana. Tapi sekarang rasanya masih belum sempat, dan tidak punya waktu, sebab mama membutuhkan saya di toko.
Tentang tulisan itu, saya pun senang pula bisa membantu kaka Pandong. Dan pihak koran mengatakan bahwa mereka ingin kaka menulis lagi, dan mengirimkan ke mereka. Maka sebagai penganntara, saya pun meminta kaka menulis tentans sesuatu yang lain lagi, kirimkan ke saya, nanti akan saya berikan kepada pihak koran. Mereka sangat menyukai tulisan kaka Pandong. mereka katakan bahwa gaya tulisan kaka sangat sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Sesuatu yang berbau sastra, kata mereka.
Saya pun tentunya bahagia betul mendengar kabar bahwa kaka sudah berkumpul kembali dengan keluarga besar kaka. Tidak ada yang lebih indah dari sebuah kebersamaan bersama keluarga. Sesama darah dan keturunan. Berbagi cerita dan pengalaman. Sampaikan pula salam saya kepada saudara dan saudarimu. Terlebih khusus kepada Sinta, sebab ia memiliki kesamaan dengan saya yaitu pernah menjadi pengurus majalah dinding sekolah. Itu adalah sebuah pengalaman yang tiada duanya. Dan saya yakin dia pasti akan berpendapat begitu pula. Tapi barangkali dia tidak pernah merasakan sesuatu seperti yang pernah saya rasakan, yaitu membaca tulisan seoran penulis hebat pada masanya , yaitu kaka Pandong. Ini fakta. Ingat itu kaka Pandong, ini fakta.
Mengenai pertemuan kaka Pandong dan Koja, saya tidak keberatan mendengarnya. Saya justru senang sekali kaka bisa berjumpa kembali dengan Koja, walaupun dalam kondisi yang sangat tidak diharapkan. Saya pun bisa merasakan bagaimana perasaan kaka Pandong. Kemalangan rasanya datang terus dalam hidup kaka Pandong, dan itu membuat saya pun merasa bahwa kehidupan tidak adil pada kaka Pandong. Tapi kaka Pandong, tidak usah terlalu dipikirkan, lebih baik kaka Pandong sekarang habiskan waktu saja bersama Koja.
Saya akan selalu bersedia menerima dan membalas surat dari kaka Pandong. Dan menurut saya kaka Pandong, saya yang justru bersyukur bisa bersurat-suratan dengan kaka Pandong. pengalaman seperti ini adalah sebuah keistimewahan bagi saya.
Dan kaka Pandong sangat pantas untuk Koja. Saya mendukung, mendukung sekali. tak usah kaka hiraukan tentang adat, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan itu. Kaka adalah seorang yang terpelajar, dan sebegai seorang terpelajar, kaka mesti memiliki keberanian untuk menentang segala hal itu, demi sebuah kebenaran. Dan kebenaranya adalah bahwa kaka Pandong mencinta Koja, tanpa pernah memandang statusnya, tapi kaka Pandong memandang Koja sebagai seorang perempuan, seorang manusia, yang memang pantas untuk mendapatkan cinta dan kasih dari seorang yang benar-benar mencintainya. Kaka Pandong memilki hak dan kewajiban yang utuh sebagai manusia dalam mencintai Koja. Dan menurutku ia dalah seorang perempuan muda yang bmenjadi ikon pada zaman kita ini. Ia tak pernah takut dan resa untuk bergaul dengan orang-orang yang berada dibawah statusnya sebagai anak kepala suku. Dan menurutku Koja adalah sebuah ikon pembebasan perempuan-perempuan adat. Ia tidak pernah melihat manusia lain melalui status, kedudukan, harta, adat dan lain-lain. Ia melihat orang lain layaknya kawan, sahabat.
Saya pernah berjumpa dengannya pada suatu kesempatan ketika ia mengunjungi toko mama. Ia memperkenalkan padaku namanya, dan seketika aku mengetahui mengapa kaka Pandong begitu mencintainya. Ia adalah seorang yang penuh aura keibuan. Dan saya mengaguminya sungguh. Memang pada saat itu, barangkali sebelum kesakitan dan kemalangan yang menimpanya itu, ia datang bersama seorang laki-laki, dan keluarganya. Dan ya saya tahu wajah calolnnya itu, tapi saya tidak mengetahui namanya. Dan sekarang lewat surat kaka ini saya akhirnya tahu bahwa namanya Nandes.
Saya tidak bisa berbuat banyak saat ini kaka Pandong, selain mendoakan yang terbaik. Dan ya di sini suasana natal sudah sangat terasa. Walaupun ini masih awal Desember, tapi orang-orang sudah mulai membikin kandang Natal, membeli pakaian natal, membuat kue-kue, dan membuka lagu-lahu natal. Bagaimana di sana, apakah suasana natal sudah terasa juga?
Kaka, saya pun merasa demikian, bahwa dunia semakin berubah. Tapi menurut saya, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerima kedatangannya. Yang bisa kita lakukan adalah mennerima yang baik dan membuang yang buruk. Itu saja. Itu saja.